Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peliknya Mengurus Irak

Tak mudah menemukan pemimpin Irak baru. AS pun tak rela melepas Irak sepenuhnya.

31 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Lakhdar Brahimi kusut- masai. Ada apa dengan utusan khusus PBB untuk Irak ini? Penyebabnya adalah mundurnya Hussain al-Shahristani, yang ia jagokan sebagai kandidat perdana menteri pemerintahan sementara Irak, secara tiba-tiba dari pencalonan. Padahal tenggat penyetoran nama kandidat jatuh pada akhir Mei. Dan dalam empat pekan, 30 Juni, AS akan menyerahkan kedaulatan Irak. Tapi belum satu pun nama calon pengganti Shahristani disebut. "Masih banyak manuver yang bakal terjadi," kata Ahmad Fawzi, juru bicara Brahimi.

Pencalonan Shahristani sejatinya belum resmi. Brahimi belum mengumumkan nama doktor kimia nuklir ini bersama dua kandidat lain?Mehdi Hafedh, menteri perencanaan saat ini, dan Adel Abdel-Mahdi, pemimpin politik kelompok terbesar Syiah. Tapi ia lebih suka Shahristani menduduki pos perdana menteri karena sesuai dengan kriterianya: mampu membuat jarak dengan politisi tradisional.

Di mata Brahimi, sebagai teknokrat, Shahristani adalah sosok yang ideal dalam situasi politik Irak sekarang, saat faksi-faksi politik bersaing memperebutkan kue kekuasaan begitu AS hengkang dari sana. Sebagai seorang Syiah nonpartisan, Shahristani dapat menjembatani faksi-faksi politik itu. Pengalaman heroiknya pun cukup. Ia sepuluh tahun mendekam di Abu Ghuraib, penjara paling menakutkan di Irak. Pasalnya, selaku kepala ilmuwan nuklir komisi atom negeri itu, Shahristani menolak perintah pembuatan senjata nuklir dari Saddam Hussein. Ia lolos saat pasukan AS mengebom Abu Ghuraib dalam Perang Teluk 1991.

Menjadi buron politik, Shahristani bersama istri dan tiga anaknya bersembunyi di Iran sembari membantu peng-ungsi Irak sebelum ke Inggris dan menjadi dosen. Setelah AS menduduki Irak, ia pulang ke Karbala, kota suci umat Syiah. Belakangan ia dekat dengan Ayatullah Ali al-Sistani, pemimpin puncak umat Syiah. Pokoknya, integritasnya teruji. "Shahristani tokoh jujur dan dihormati," kata Brahimi. Tapi politisi Syiah lain, yang mewakili mayoritas penduduk Irak, ngotot menjagokan calonnya sendiri.

Mereka lalu mentorpedo kriteria Brahimi untuk jabatan perdana menteri dan tidak merestui Shahristani. Tokoh yang buta politik ini pun merasa tak nyaman. "Saya tak bisa membiarkan diri saya membawa Irak ke situasi kritis," ujarnya menjelaskan alasan pengunduran dirinya.

Tinggal Brahimi menghadapi realitas politik yang kian keras. Setelah mengutak-atik komposisi pemerintahan berdasarkan kekuatan politik yang ada, ia segera menyetor nama presiden, dua wakil presiden, perdana menteri, dan 26 menteri kabinet. Ini tugas tak ringan. Sebab, komposisinya harus seimbang antara kelompok Syiah, Sunni, dan Kurdi. Itu demi menjamin stabilitas pemerintahan hingga pemilihan umum, Januari 2005. Jabatan perdana menteri menjadi jatah mayoritas Syiah, presiden untuk kaum Sunni?calon yang dijagokan Washington adalah Adnan Pachachi, 80 tahun, menteri luar negeri rezim Saddam?sedangkan dua wakil presiden buat kelompok Kurdi dan Syiah pula. Pembagian kursi kabinet juga harus adil di antara tiga kelompok ini.

Siapa pun Perdana Menteri Irak nantinya, tugasnya jelas tak mudah di tengah persaingan tajam faksi-faksi politik dan kebencian terhadap pasukan AS dan sekutunya. Politisi Irak juga ngotot agar ekspor minyak, yang masih dikuasai AS, menjadi wewenang pemerintahan sementara Irak, yang akan tambah pusing dengan masalah keamanan dan penyiapan pemilu 2005.

Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W. Bush juga bertengkar soal peran pemerintahan sementara atas pasukan multinasional. Blair lebih suka memberikan kedaulatan penuh kepada pemerintah baru dengan hak veto terhadap kebijakan pasukan multinasional. Sedangkan Bush ingin AS menjadi komandan pasukan multinasional yang berkuasa penuh. Dewan Keamanan PBB akan mengeluarkan resolusi soal ini. Semua itu membingungkan Shahristani. "Saya lebih suka melayani rakyat Irak dalam bidang kemanusiaan, sebagaimana yang sudah saya lakukan sejak kabur dari Abu Ghuraib," katanya.

Raihul Fadjri (Washington Post, NYT, Reuters, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus