Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar pukul 11 malam Ahad pekan lalu, beberapa orang memasuki kompleks Bandar Udara Internasional Jinnah di Karachi, Pakistan. Dengan menyamar sebagai polisi dan anggota paramiliter, mereka masuk ruang VIP yang biasa digunakan pejabat tinggi atau tamu penting. Tahu-tahu, mereka mulai menyerang.
Pasukan komando antiterorisme pun segera diturunkan. Baku tembak terpusat di kawasan terminal haji dan bangunan untuk kargo. Beberapa kawasan diwarnai ledakan bom. Baku tembak usai setelah para penyerang tewas pada Senin sebelum subuh. Sebagian dari mereka tewas karena tertembak, sebagian lagi akibat ledakan bom yang mereka pasang di rompi yang mereka kenakan.
Hingga tengah pekan lalu, diketahui korban tewas 36 orang, termasuk para penyerang. Di antara korban terdapat anggota Pasukan Keamanan Bandara dan pegawai Pakistani International Airline.
Tehreek-e-Taliban Pakistan atau biasa disebut Taliban Pakistan mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Juru bicara Taliban Pakistan, Shahidullah Shahid, mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas terbunuhnya Hakimullah Mehsud pada November tahun lalu. Mantan pemimpin Taliban Pakistan ini tewas dalam serangan pesawat tanpa awak milik Amerika Serikat.
Shahidullah bahkan mengancam, serangan kemarin baru pemanasan. Akan ada serangan-serangan berikutnya. "Kami bahkan belum membalas kematian ratusan perempuan dan anak-anak tak bersalah dalam serangan udara Pakistan," ujarnya kepada kantor berita AFP. "Ini baru permulaan."
Ancaman yang tak bisa diabaikan. Tak sampai 48 jam dari insiden di bandara itu, serangan kedua terjadi, di bandara yang sama. Kali ini lokasi serangan sekitar 1,6 kilometer dari terminal utama. Hanya, serangan kedua ini tak sebesar serangan sebelumnya. Dua orang bersenjata yang mengendarai sepeda motor menyerang pos penjaga keamanan. Tak ada korban tewas. Sedangkan kedua penyerang kabur ke permukiman kumuh tak jauh dari bandara.
Beberapa jam kemudian, di akun Twitter yang diyakini milik seorang juru bicara Taliban, Omar Khorasani, kelompok ini mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Kali ini pembalasan atas serangan udara militer Pakistan di pegunungan sebelah barat laut Pakistan pada pagi sebelumnya. "Kami kembali ke akademi ASF (Airport Security Forces)," kata Omar Khorasani di Twitternya.
Pagi sebelumnya, pesawat-pesawat Angkatan Udara Pakistan memang menyerbu markas kelompok militan di lembah Tirah, kawasan terpencil di Distrik Khyber.
Satu serangan satu balasan sedang terjadi. Taliban, yang dikabarkan pecah dan melemah, ternyata tetap mengancam, bahkan lebih ganas. "Mereka menjadi monster berkepala Hydra," ujar Najmuddin Shaikh, mantan Menteri Luar Negeri Pakistan. Dalam mitologi Yunani, Hydra adalah monster mirip ular yang setiap kali dipotong kepalanya tumbuh dua penggantinya.
Bahkan, menurut dekan di Pardee School of Global Studies di Boston University yang juga pengamat Pakistan, Adil Najam, serangan tersebut menandai eskalasi pertempuran. "Dan ini menunjukkan akan ada perang yang panjang."
Sebuah kemungkinan yang tak terhindarkan. Serangan Taliban memang membuat geram Islamabad. "Tindakan teror ini tak bisa dimaafkan," kata Menteri Pertahanan Khawaja Muhammad Asif. "Negara akan memberi respons yang sesuai atas tindakan teror ini. Mereka yang merencanakan dan mereka yang melakukan tindakan terorisme akan dikalahkan."
Upaya damai yang dilakukan pemerintah Perdana Menteri Nawaz Sharif terancam runtuh. Padahal pembicaraan dengan Taliban Pakistan baru dimulai Februari lalu. Sebulan kemudian, dimulai gencatan senjata. Namun langkah baik ini mendapat ganjalan pada bulan berikutnya. Militer Pakistan menyerang daerah Taliban. Dan pekan lalu, ganti Taliban melancarkan serangan.
Taliban Pakistan muncul tujuh tahun silam. Meski bernama Taliban, Taliban Pakistan tak setubuh dengan Taliban di Afganistan-walau mereka berkoalisi. Musuh utama Taliban Pakistan adalah pemerintah Pakistan sendiri, sehingga medan perang mereka adalah Pakistan, bukan Afganistan. Mereka berjuang untuk menggulingkan pemerintah Islamabad dan ingin menerapkan syariah Islam di Pakistan.
Sejak kemunculannya, kelompok yang dikuasai suku Mehsud ini telah menjadi payung kelompok-kelompok militan, yang jumlahnya 15-30 organisasi. Mereka beragam, juga anggotanya. Ada yang dari Pakistan sendiri, Afganistan, Chechnya, Arab, Asia Tengah, juga orang-orang Barat. Bahkan, dalam serangan ke Bandara Jinnah pada Ahad pekan lalu itu, juga ditemukan jasad orang Uzbekistan yang diyakini sebagai anggota penyerang.
Kelompok-kelompok militan tersebut berserakan di sepanjang perbatasan Afganistan, terutama di Waziristan Utara dan Selatan. Kawasan Waziristan Utara, yang menjadi markas Taliban Pakistan, sejak 2001, telah menjadi pusat uang, ideologi, dan pelaku jihad dari berbagai kawasan. Sekutu utama Taliban Pakistan ini adalah jaringan Haqqani, pasukan yang cukup kuat dalam perlawanan di Afganistan. Jaringan Haqqani adalah penculik Sersan Bowe Bergdahl, prajurit Amerika yang baru saja dibebaskan-ditukar dengan kebebasan lima pejabat Taliban dari Teluk Guantanamo.
Selama tujuh tahun perjalanan Taliban Pakistan, mereka telah menunjukkan diri sebagai kekuatan yang tak bisa diremehkan. Berbagai serangan besar mereka lakukan, termasuk ke markas militer Pakistan. Salah satu insiden paling mengejutkan adalah serangan ke markas Angkatan Laut Mehran di Karachi pada 2011. Dalam serangan yang berlangsung 16 jam itu, 17 personel militer tewas dan dua pesawat hancur. Pada akhir 2012, bandara di Peshawar diserang dengan cara yang sama.
Namun, belakangan, perpecahan melanda kelompok ini. Terjadi perebutan kekuasaan antara faksi Mehsud dengan non-Mehsud setelah tewasnya pemimpin mereka, Hakimullah Mehsud, November tahun lalu. Pemimpin sekarang, Maulana Fazlullah, bukanlah orang Mehsud. Dia berasal dari Swat. Maka kepemimpinannya memang gampang goyah di kelompok yang mayoritas pendukungnya orang Mehsud.
Perpecahan terjadi juga karena perbedaan keinginan, terutama dalam menghadapi tawaran pembicaraan perdamaian dengan pemerintah Islamabad. Belakangan pemerintah Perdana Menteri Nawaz Sharif memang mengupayakan perundingan damai, sehingga berusaha menghindari pertempuran terbuka dengan Taliban. Ini sebuah keinginan yang tak sejalan dengan militer, yang ingin membersihkan Taliban dengan tindakan militer.
Menurut jurnalis senior di Pakistan yang pernah mewawancarai pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, di persembunyian, Rahimullah Yusufzai, faksi Mehsud sangat berhasrat melakukan pembicaraan damai. "Mehsud paling menderita dalam pertempuran Pakistan melawan kelompok militan," ujarnya.
Pada 2009, operasi militer pasukan Pakistan membuat mereka tercerai-berai menjauh dari kota-kota seperti Lahore dan Karachi. Mereka tidak bisa hidup dengan normal. Ini membuat mereka menekan pimpinan agar membuka pintu perundingan dengan pemerintah. Mereka ingin terbukanya jalan untuk rehabilitasi.
Faksi Mehsud yang dipimpin Khalid Mehsud alias Khan Said Sajna pun mulai menyingkirkan lawannya dari Waziristan Selatan. Mereka juga menguasai markas Taliban Pakistan di Karachi.
Tapi, rupanya, faksi non-Mehsud juga masih kuat di daerah-daerah yang dikuasai faksi Mehsud. Buktinya serangan ke Bandara Jinnah itu. Taliban pimpinan Mullah Fazlullah masih kuat di kota terbesar di Pakistan ini. Mereka masih sanggup membuat serangan besar.
Kelompok lain di koalisi Taliban juga menambah kusut suasana di perbatasan Pakistan-Afganistan. Faksi yang bermarkas di Waziristan Utara yang dipimpin Hafiz Gul Bahadur mengeluarkan ancaman pada akhir Mei lalu. Mereka meminta warga setempat pindah ke lokasi yang lebih aman sebelum pecah "pertempuran" dengan pemerintah.
Padahal Hafiz Gul Bahadur telah menandatangani perjanjian damai dengan Islamabad pada 2007. Selama ini, mereka lebih berfokus pada pasukan asing di Afganistan.
Peta Taliban di Pakistan memang kian rumit. Serumit jalan perdamaian yang hendak ditempuh. "Sekarang, karena Taliban terpecah-belah, kita bisa melihat kian banyak kelompok melawan pemerintah dengan berbagai cara mereka," kata Adil Najam.
Purwani Diyah Prabandari (The New York Times, The Guardian, Reuters, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo