Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEROMBONGAN orang tak dikenal tiba-tiba memasuki kantor-kantor berita di Kota Lima, Peru, Amerika Selatan. Dengan senjata di tangan, mereka menyatakan kepada wartawan yang sedang bekerja itu bahwa mereka tidak setuju dengan tindakan pemerintah Peru membantai kaumnya. Setelah itu, mereka menandai pintu dengan tulisan TA, artinya: Tupac Amaru. Kejadian mengejutkan yang terjadi Senin pekan ini belum seberapa Lebih ngeri lagi yang terjadi di berbagai pelosok kota Peru pekan ini. Bom-bom waktu dipasang di beberapa tempat strategis antara lain di pasar, restoran, dan beberapa gedung kedutaan yang mengakibatkan kerusakan yang cukup parah. Semua ini tampaknya tindakan balasan yang dilakukan gerakan Revolusioner Tupac Amaru, karena markasnya di penjara Pulau El Fronton. 12 mil di lepas pantai Lautan Pasifik, dan di penjara Lurigancho di luar kota Lima, dibumihanguskan oleh tentara pemerintah Peru. Dengan senjata berat, termasuk helikopter dan roket, tentara menyerbu, membakar, dan konon menewaskan 400 orang di dalamnya. Para tahanan mempertahankan diri dengan senapan mesin dan senjata otomatis yang mereka miliki. Ada tuduhan bahwa tentara bertindak kejam. "Mulut mereka disumpal dengan pistol dan picu pun ditarik. Peluru tembus ke tengkorak kepala," ujar Javier Diez Canseco, seorang politisi sayap kiri. Banyak korban terbakar hidup-hidup, ketika mereka bersembunyi di lorong bawah tanah yang sengaja mereka bangun di penjara itu. Pembantaian yang terjadi Kamis pekan lalu dilakukan tentara Peru di bawah perintah presidennya, Alan Garcia Perez, mungkin karena ancaman kelompok ini makin besar. Pertentangan ini bermula dengan terjadinya perang gerilya, pada 1980, antara kaum komunis beraliran Mao dan tentara pemerintah yang mayoritas beragama Katolik. Dalam perang itu tercatat 7.300 jiwa melayang, dan gerilyawan yang tertangkap, dijebloskan ke dalam penjara El Fronton dan Lurigancho. Sejak itulah El Fronton dijejali 200 tahanan politik ditambah dengan tahanan kriminal. Mulailah para tapol itu membentuk gerakan Tupac Amaru, yang anggotanya terdiri dari para gerilyawan Sendero Luminoso yang artinya: Lorong Terang. Disebut demikian karena, di dalam penjara itu, banyak sekali terowongan bawah tanah yang digali para gerilyawan itu, malah konon ada yang mencapai ke laut lepas di Samudra Pasifik. Di penjara yang dikenal sebagai "universitas bagi para teroris" itulah, ajaran Mao dan slogan serta potret "Kamerad Gonzalo" - seorang filosof yang terkenal dengan ajaran Marxisme, Lenin, dan Mao Zedong - mewarnai tembok-tembok penjara. Bantuan senjata dan amunisi pun mengalir melalui terowongan atau lewat pengunjung yang pura-pura membawa makanan. Bantuan bahkan datang dari negara-negara lain. Pekan lalu, badan intel AS memergoki sebuah kapal berbendera Denmark berisi senjata dan amunisi dengan tujuan para gerilyawan sayap kiri Peru. Mereka juga berhasil menarik perhatian dunia, ketika sebuah ledakan terjadi di dekat gedung tempat Konperensi Negara Sosialis Sedunia diselenggarakan. Ledakan yang terjadi beberapa saat sebelum Presiden Garcia membuka konperensi itu Jumat pekan lalu menewaskan gerilyawati yang memasangnya. Ledakan itu tidak mengganggu jalannya konperensi. "Sebuah demokrasi yang penuh dengan ekses adalah demokrasi yang semakin kuat," ujar Garcia membela diri, disambut dengan tepuk tangan riuh para peserta kongres yang terdiri darl para pemimpin negara sosialis dan kaum sosialis demokrat. Ancaman gerilyawan kiri itu jelas menambah beban negara tersebut. Peru, yang letaknya di pantai barat Amerika Selatan itu, kini dililit utang. Negara berpenduduk 18,7 juta jiwa itu kini diberi pinjaman IMF sebesar US$ 750 juta itu telah menyatakan tak sanggup membayar jangka waktu tiga tahun. "Bagaimana bisa membayar kalau negara kami belum mampu?" ujar Menteri Ekonomi Peru, Luis Alva Castro. Negara yang luasnya 1,280 ribu km2 itu hanya sanggup mengembalikan US$ 35,5 juta per tahun dari penjualan hasil hutan, pertanian, dan pengeboran minyak lepas pantai. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo