Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Korea Selatan telah mengajukan surat perintah penangkapan untuk Presiden Yoon Suk Yeol yang diskors atas pemberlakuan darurat militer singkat bulan ini. Informasi itu disampaikan oleh seorang pejabat pada Senin, 30 Desember 2024. Tindakan ini kejadian pertama yang dialami seorang presiden petahana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Reuters, Yoon tak menjawab panggilan pemeriksaan polisi dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi, yang bersama-sama menyelidiki apakah deklarasi darurat militernya pada 3 Desember lalu merupakan pemberontakan. Bukan hanya itu, Polisi juga telah mencoba menggerebek kantor presiden sebagai bagian dari penyelidikan, namun gagal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahkamah Konstitusi Seoul selanjutnya, akan memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan setelah permintaan tersebut. Pemberontakan adalah satu dari sedikit tuduhan yang tidak dapat dibebankan pada presiden Korea Selatan.
Yoon Kab-keun, pengacara Yoon, mengatakan permintaan penangkapan itu tidak adil dan badan antikorupsi tidak memiliki kewenangan untuk melakukannya.
"Darurat militer merupakan kewenangan presiden," kata pengacara Yoon kepada wartawan di luar Pengadilan Distrik Barat Seoul setelah menyerahkan pendapat tertulis tentang permintaan surat perintah penangkapan serta surat penunjukan pengacara.
Sebelumnya, Yoon diskors dari kekuasaan presidensial setelah dimakzulkan parlemen atas keputusannya memberlakukan darurat militer dalam waktu singkat. Pasukan darurat militer bertopeng yang dilengkapi dengan senapan, pelindung tubuh, dan peralatan penglihatan malam memasuki komplek parlemen tempat mereka berhadapan dengan staf yang menentang mereka dengan alat pemadam kebakaran.
Keputusan darurat militer tersebut hanya berlaku beberapa jam hingga parlemen menolaknya dan Yoon pun mengalah. Pemberlakuan Darurat Militer telah mengejutkan warga Korea Selatan , yang telah menjadi negara demokrasi sejak 1980-an. Krisis politik di Korea Selatan menyebabkan kekhawatiran internasional di antara sekutu seperti Amerika Serikat dan mitra dagang dengan ekonomi terbesar ke-4 di Asia.
Sidang Mahkamah Konstitusi telah dimulai untuk memutuskan apakah akan mengembalikan Yoon atau mencopotnya secara permanen dari jabatannya. Mahkamah memiliki waktu 180 hari untuk mengambil keputusan.
Pada Jumat lalu, pengadilan mengadakan sidang persiapan pertamanya di mana permintaan pengacara Yoon untuk menunda persidangan demi persiapan yang lebih baik ditolak. Pengadilan mengatakan akan bergerak cepat. Sidang berikutnya akan diadakan pada tanggal 3 Januari.
Pilihan editor: Diplomat Senior di KBRI Nigeria Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Korban Alami PTSD Berat