Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pengadaan vaksin Covid-19 di Eropa dan Asia diwarnai berbagai masalah, mulai dari rebutan pasokan sampai tudingan korupsi.
Inggris dan Uni Eropa berebut jatah vaksin dari AstraZeneca dan terlibat dalam perang vaksin.
Vaksin Thailand dimonopoli vaksin produksi perusahaan milik raja, politikus yang mengkritiknya malah digugat secara hukum
UNI Eropa kekurangan vaksin Covid-19. AstraZeneca, perusahaan farmasi multinasional Inggris-Swedia, berjanji untuk memasok 2 juta dosis vaksin Covid-19 setiap pekan ke Inggris tapi memangkas pengiriman ke Uni Eropa, dari 80 juta dosis menjadi 31 juta dosis selama kuartal pertama tahun ini. Hal ini memicu ketegangan antara Uni Eropa dan Inggris, yang baru keluar dari blok Benua Biru tersebut.
Sejauh ini Inggris telah memvaksinasi lebih dari 11 persen populasinya. Negara-negara Uni Eropa, seperti Italia, Polandia, Finlandia, dan Jerman, hanya memvaksinasi 2-3 persen penduduknya. Keputusan AstraZeneca untuk mengurangi jatah vaksin membuat Uni Eropa makin tertinggal dalam target vaksinasi penduduknya.
Para pemimpin Uni Eropa pun gusar. Pada Jumat, 29 Januari lalu, perhimpunan negara-negara Eropa memberlakukan kontrol terhadap ekspor vaksin untuk melacak berapa banyak yang meninggalkan benua itu dan ke mana vaksin itu dikirim. “Kebijakan ini tidak menargetkan negara tertentu,” ucap Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa Valdis Dombrovskis dalam jumpa pers di Brussels, seperti dikutip CNN. Namun, ketika mengumumkan kebijakan itu, dia juga merilis daftar lusinan negara yang dibebaskan dari aturan ini, termasuk banyak negara miskin. Tapi tak ada nama Inggris di sana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo