Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengadilan Untuk Teroris

Pelaku pembajakan kereta api beilen telah diadili. Sesuai dengan hukuman maksimal belanda, sebagian dihukum seumur hidup. Masyarakat maluku di belanda mengumpulkan iuran untuk membayar pengacara. (ln)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

10 Maret kemarin, pengadilan Assen di Belanda telah mengadili tujuh pemuda RMS yang terlibat dalam pembajakan kereta-api Beilen, Desember tahun lalu. Diperkirakan pengadilan berlangsung 3 hari dan penentuan jatuhnya hukuman 2 minggu kemudian. Kemungkinan besar, beberapa di antara 7 pemuda akan dijatuhi hukuman seumur hidup. Ini bentuk hukuman maksimal di negeri Belanda, karena hukuman mati telah ditiadakan. Dugaan lain, karena umur mereka masih muda (19-25 tahun), pengadilan kemungkinan akan menjatuhi hukuman paling tinggi 20 tahun. Tiga orang telah meninggal dalam penyanderaan 13 hari di gerbong kereta-api, sementara 29 penumpang lainnya jadi sandera. Semula banyak yang menduga bahwa pengadilan akan menindak 7 pemuda yang telah menduduki konsulat RI di Amsterdam (juga selama 13 hari), karena persoalannya lebih sederhana. Di samping soal politis, konsulat RI tidak mengakibatkan jatuhnya korban nyawa. biarpun Endang Abedy -- pegawai lokal konsulat tersebut --kemudian meninggal karena meloncat keluar gedung konsulat yang bertingkat 4 itu. Aksi 100 Gulden Gedung konsulat RI itu sendiri kini telah ditutup, demi keamanan dan juga kepraktisan kerja. Gedung yang sesungguhnya milik RI ini tidak dihuni oleh konsulat dan sekolah (SD dan SMP) saja. Tapi ada juga beberapa kantor swasta RI berkantor di sana. Ditutup akhir Pebruari yang lalu, tidak diketahui nasib ke-20 staf lokal yang kabarnya hanya diberi pesangon 2-3 bulan gaji. Yang jelas semangat kerja sudah rusak sesudah penyanderaan itu, dan kebanyakan pegawai tidak mau masuk kantor setelah konsulat dibuka kembali 19 Januari yang lalu. Dari pihak pemerintah Belanda, lewat Algemeene Dagblad ada menyatakan bahwa pemerintahnya menderita kerugian sekitar 200-250 juta rupiah ditambah lagi dengan 16 gugatan dari pemilik toko dan pengusaha lainnya di sekitar gedung konsulat RI dan para petani di Beilen. Yag pasti, selama pengadilan berlangsung, penjagaan polisi semakin kuat. Untuk mencegah terjadinya demonstrasi orang-orang RMS seperti ketika pengadilan peristiwa Wassenaar sedang berlangsung di tahun 1970. Sedangkan dari masyarakat Maluku Selatan di Belanda, sejak bulan Desember telah berlangsung kegiatan pengumpulan dana secara gotong royong untuk membayar para pengacara yang akan membela ke 14 pemuda RMS ini. Aksi 100 gulden telah ditarik bagi mereka yang telah bekerja. Perayaan Natal dan Tahun Baru juga mereka pergunakan untuk malam pengumpulan dana dengan cara melelang barang apa saja atau malam kesenian dan dansa. Tidak diketahui berapa jumlah pengumpulan dana tersebut, tapi kalau aksi 100 gulden ini dilakukan dengan katakanlah, paksaan, dari sekitar 5000 orang Maluku Selatan saja, ini tentu bukanlah suatu jumlah yang kecil. Badan Kontak Minggu ketiga Januari kemarin, sebagai hasil konsesi pemerintah Belanda untuk segera mengakhiri penyanderaan di 2 tempat akhir tahun Ialu,"kabinet" RMS telah berunding dengan pihak pemerintah Belanda. Tujuh orang dari pihak RMS dengan dipimpin oleh Manusama dan dari pihak Belanda dipimpin oleh Perdana Menteri Den Uyl. Sesaat setelah perundingan selesai, Manusama ada memberi komentar: "Saya gembira sekali dengan pertemuan ini. Pertemuan tahun 1970 cuma berlangsung setengah jam dan kami mendengarkan saja. Kali ini mereka mendengarkan apa dan bagaimana maunya kami". Pihak pemerintah Belanda sendiri berpendapat bahwa masalah RMS memang diakui ada, tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk pelaksanaan niat orang-orang RMS. Daerah Otonom Istimewa? Akhir Pebruari kemarln, telah dilantik suatu Badan Kontak orang-orang Maluku di Belanda. Badan tersebut beranggota 19 orang yang masing-masing mewakili grup-grup yang ada di Belanda. Seperti diketahui, tidak semua orang Maluku setuju dengan adanya gerakan RMS. Sebagian besar masa bodoh akan masalah ini dan lebih condong untuk hidup baik-baik cari makan di rantau orang. Biarpun begitu, kabarnya pihak segerombolan anak muda ada yang tidak puas, yang misalnya berasal dari Assen, Cappelle a/d Ijssel dan Boven Smilde. Tokoh-tokoh tua yang tetap ngotot akan perjoangan terwujudnya RMS ini berpendapat: "Sedangkan orang Israel berjoang 2000 tahun, baru negara mereka bisa terwujud. Kita belum apa-apa Cuma 25 tahun". Sementara Sekretaris dari Perkumpulan "Setia Sepanjang Abad", Gerhard Knot, berpendapat perundingan RMS-Belanda tidak akan mengakhiri kerusuhan yang akan datang. Peredaan bisa terjadi kalau misalnya antara pihak Belanda dan RI saling berunding untuk kemudian "memberikan tanah bagi orang Maluku ini katakanlah dalam bentuk daerah otononimi". Pendapat ini sejalan juga dengan apa yang diusulkan Hendrik Owel. "Cukong" RMS yang kekiri-kirian itu, menghendaki orang-orang Maluku Selatan itu diberi status "Daerah Istimewa" di Kepulauan Maluku Selatan seperti D.I. Yogyakarta dan D.I. Aceh tempo hari, sebelum berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang baru (1975), yang sudah menyamakan kedudukan Yogyakarta dan Aceh dengan 24 propinsi lainnya. Usul Owel itu sudah ketinggalan kereta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus