Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Mursi ditumbangkan dalam kudeta," tulis CBC. "Militer Mesir menyingkirkan Presiden Muhammad Mursi," begitu bunyi judul The Guardian. BBC menulis, "Militer Mesir Menumbangkan Mursi". Adapun Washington Post mengabarkan, "Militer Mesir Gulingkan Mursi". Hampir semua media dunia menuliskan bahwa militer menjadi aktor utama penggulingan presiden terpilih Mesir, Muhammad Mursi, pada 3 Juli lalu.
Ada benarnya pernyataan penasihat keamanan Mursi, Essam el-Haddad. Dia mengatakan tak mungkin kekuasaan Mursi bisa tumbang hanya lewat gerakan petisi yang digalang kelompok yang menamakan diri Tamarod atau pemberontakan. El-Hadad mengungkapkan ada peran besar yang sedang dimainkan militer di tengah krisis politik Mesir."Demi Mesir dan untuk akurasi sejarah, sebut saja apa yang sekarang sedang terjadi dengan kudeta militer," katanya.
Memang pemerintah Amerika Serikat sama sekali tak menyebut soal pengambilalihan kekuasaan. Pemerintah Arab Saudi malah menyambut gembira militer Mesir kembali memegang kendali. Bagi Amerika dan sekutunya, militer Mesir merupakan sahabat sejati mereka. Meski mendukung demonstrasi yang menentang dan menjatuhkan Husni Mubarak, mantan presiden dan penguasa otoriter, Presiden Amerika Barack Obama tidak pernah menyambut hangat Mursi, yang didukung Al-Ikhwan al-Muslimun. "Mereka bukan lawan, tapi juga bukan teman," ucap Obama ketika Mursi menjadi presiden melalui proses demokratis sekitar setahun lalu.
Apa pun istilahnya, kudeta atau bukan, militer Mesir sudah dua kali menggulingkan pemerintah yang sah dalam dua tahun terakhir. Pada 2011, militer, yang notabene adalah alat Mubarak dalam menjalankan rezimnya selama 30 tahun, berbelok dan memilih mendukung aksi di Lapangan Tahrir. Skenario yang sama terulang awal bulan ini. Dengan dalih menjaga stabilitas, militer di bawah pimpinan Panglima Angkatan Bersenjata dan Menteri Dalam Negeri, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, mendepak Mursi.
Dominasi militer di Mesir sama panjangnya dengan sejarah politik negara itu. Empat presiden setelah jatuhnya pemerintah monarki Dinasti Muhammad Ali pada 1952 semuanya berasal dari jajaran militer. Presiden pertama adalah Mohammed Nagib (1953-1954), salah satu pemimpin Revolusi 1952. Ia diangkat pada 18 Juni 1952, satu hari setelah Mesir mendeklarasikan diri menjadi republik. Setelah itu, tiga presiden lain pernah berkarier di militer, yaitu Gamal Abdel Nasser (1956-1970), Anwar al-Sadat (1970-1981), dan Husni Mubarak (1981-2011).
Kekuasaan militer juga merasuk ke berbagai sektor ekonomi. Resminya bisnis militer Mesir hanya dilakukan lewat Ministry of Military Production. Berada di bawah Kementerian Pertahanan, kementerian ini bertugas memenuhi kebutuhan militer, seperti menyediakan makanan dan peralatan. Namun, kenyataannya, bisnis kalangan militer merasuk ke semua bidang. "Mereka menguasai semuanya. Apakah Anda pernah mendengar pompa bensin Wataniyyah, pasta merek Queen, dan air mineral merek Safi?" ujar Zeinab Abul-Magd,asisten dosen ilmu sejarah dan ekonomi politik di Oberlin College dan American University di Kairo, merujuk pada produk yang dimiliki militer.
Besaran pasti bisnis militer memang tak tercatat. Sebuah data menyebutkan militer menguasai 35 perusahaan serta pabrik yang membuat semen, televisi, kulkas, mesin cuci, furnitur, taplak meja, pasta, air mineral, dan minyak zaitun. Salah satu koran lokal menyebutkan mereka bekerja sama dengan pabrikan mobil asal Amerika Serikat, Chrysler, merakit Jeep Cherokee dan Jeep Wrangler. Mereka juga bergerak di bidang jasa, seperti stasiun pengisian bahan bakar, lapangan sepak bola, apartemen, hotel, dan restoran. Khaled Fahmy, kepala studi sejarah di American University, menyebut bisnis militer sebagai "ekonomi abu-abu". "Kita tak banyak tahu soal informasinya. Mereka tidak tunduk pada pengawasan parlemen dan tak terkena audit pemerintah," katanya.
Militer tidak akan sukarela melepas pundi-pundi mereka. Asisten Menteri Pertahanan yang juga anggota Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), Mayor Jenderal Mahmud Nasr, mengatakan militer akan mempertahankan kepentingan mereka. "Kami sudah membangunnya selama 33 tahun. Kami takkan menyerahkannya untuk dihancurkan," ujarnya seperti dilansir Ahram Online.
Amr Hamzawy, mantan direktur penelitian Carnegie Middle East Center dan profesor politik di Cairo University, memperkirakan militer menguasai 30 persen dari total ekonomi Mesir yang bernilai US$ 180 miliar. Hitung-hitungan lain dilontarkan Mohamed Kadry Said, purnawirawan mayor jenderal yang kini menjadi analis militer di Al-Ahram Center for Political and Strategic Studies. Ia memperkirakan militer mengelola dana delapan persen dari pendapatan kotor Mesir, yaitu US$ 15 miliar.
Di era Mubarak, demi mempertahankan kekuasaannya, ia menempatkan orang-orang yang loyal dan pensiunan militer untuk mengisi jabatan di pemerintahan dan perusahaan-perusahaan penting. Militer Mesir juga dimanjakan dengan dana jumbo. Disebutkan anggaran tahunan militer sebesar US$ 3-7 miliar. Sekitar US$ 1,3 miliar didapatkan dari Amerika (penerima terbesar kedua setelah Israel), US$ 1 miliar dari Arab Saudi, dan US$ 700 juta dari negara donor lainnya.
Hebatnya keuangan militer terlihat Desember tahun lalu ketika mereka menyediakan dana US$ 1 miliar untuk Bank Sentral Mesir guna menanggulangi krisis nilai tukar mata uang asing. "Tentara Mesir sangat mandiri, sama seperti Chase Bank, Apple, atau ExxonMobil," ucap Joshua Stacher, profesor politik Mesir di Ohio State University dan penulis laporan "Jenderal Mesir dan Modal Transnasional", yang diterbitkan Middle East Research and Information Project awal tahun ini.
Besarnya kekuasaan militer juga berpeluang menyuburkan korupsi. Berdasarkan Government Defence Anti-Corruption Index 2013, yang diterbitkan Transparency International Defence and Security Programme, Mesir berada di grup F alias sangat mengkhawatirkan. Dengan menguasai banyak perusahaan, pabrik, dan tempat wisata plus pemerintahan, penguasa Mesir sesungguhnya adalah militer, bukan presiden terpilih.
Ironisnya, militer Mesir menjadi satu-satunya mitra yang bisa diandalkan Amerika dan negara-negara sekutunya di Timur Tengah demi menjaga stabilitas kawasan. Pemerintah Obama telah menjatahkan mengirim empat pesawat tempur F-16 pada Agustus ini sebagai bagian dari kesepakatan bantuan militer 2010 senilai US$ 1,3 miliar-berupa 20 unit F-16 dan tank-tank Abrams. Karena terjadi kudeta, Pentagon mau tak mau harus bermain cantik dalam memasok senjata yang sudah dijanjikan itu agar tidak dianggap membeking kekuatan antidemokrasi.
Raju Febrian (Jadaliyya, Ahram, Al-Jazeera, Guardian, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo