Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perempuan yang Melawan Bom

Kaum perempuan Palestina menjadi tameng manusia untuk melindungi militan dari serangan bom Israel. Modus baru intifadah.

27 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang tengah malam, telepon berdering di rumah Mohammedweil Baroud di Beit Lahiya, Sabtu 18 November lalu. Saat ia mengangkat telepon, dari seberang terdengar suara yang memperingatkan bahwa rumahnya segera menjadi sasaran rudal pesawat tempur Israel. Baroud hanya punya waktu 30 menit untuk menyelamatkan dirinya dan 15 anggota keluarganya.

Tapi, ia tidak kabur. Ketua Cabang Komite Perlawanan Populer di kamp pengungsi yang terletak di kawasan utara Gaza ini cukup meminta takmir masjid mengumumkan bahwa pesawat Israel segera melumat rumahnya dengan rudal. Suara salah seorang takmir lewat pengeras suara segera membangunkan penduduk Beit Lahiya yang mulai terlelap. Mereka diminta datang ke rumah Baroud. Radio dan televisi Palestina pun menyiarkan seruan itu.

Alhasil, puluhan tetangga Baroud memenuhi rumah berlantai tiga itu, mulai dari ruang dalam hingga atap rumah yang dihiasi bendera hitam dan hijau. Nassem Abu Ajena, 45 tahun, komandan lokal sayap militer Hamas, meloncat ke atap rumah Baroud dengan dua anaknya, Khalil, 17 tahun, dan Samer, 19 tahun. ”Jika saya melindungi rumah tetangga saya hari ini, dia akan melindungi rumah saya besok,” kata Ajena.

Hebatnya, sebagian besar penduduk yang memenuhi rumah Baroud adalah kaum perempuan. Mereka dikerahkan oleh Jamila al-Shanti, anggota parlemen Hamas. Bak demonstrasi di siang bolong, malam itu riuh dengan teriakan yel-yel anti-Israel dan Amerika: ”Mampuslah Israel. Mampuslah Amerika.”

Di langit pekat terlihat pesawat tempur Israel berbalik arah kembali ke pangkalannya. ”Lihatlah, kami menggulung mereka,” ujar Nizar Rayan, Ketua Cabang Hamas di Bait Lahiya. Esoknya, militer Israel mengaku membatalkan rencana melumat rumah Baroud gara-gara rumahnya penuh penduduk sipil. ”Ada satu target bangunan tadi malam. Tapi ketika penduduk sipil berkumpul di atas atap, kami membatalkan serangan,” kata seorang juru bicara militer Israel.

Dua jam setelah telepon maut tadi, Mohammed Nawajeh, seorang pemimpin Hamas di Beit Lahiya, memperoleh telepon yang sama. Hiruk-pikuk yang sama pun kembali berulang. Puluhan perempuan Palestina membentuk tameng manusia, dan pesawat tempur Israel kembali ke pangkalan.

Inilah modus baru rakyat Palestina melindungi nyawa pejuang Palestina dan rumah mereka dari serangan militer Israel. ”Ini langkah pertama melindungi rumah kami, rumah anak-anak kami,” kata Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyeh, yang ikut menjadi tameng hidup di rumah Baroud.

Baroud adalah Ketua Cabang Komite Perlawanan Populer, kelompok milisi Palestina yang ikut bertanggung jawab dalam penculikan anggota militer Israel, Kopral Gilad Shalid. Perdana Menteri Israel Ehud Olmert murka dan mengirim tank dan altileri militer Israel menggasak Kota Gaza akhir Juni lalu. Militer Israel memang telah mundur dari Gaza, tapi Israel setiap saat bisa masuk ke Gaza untuk mengejar militan Palestina yang rajin menghujani wilayah Israel dengan Qassam (roket).

Tapi kini upaya Israel membunuh militan Palestina semakin sulit dengan munculnya modus tameng manusia. Di rumah Baroud, misalnya, tetangganya berjaga secara bergantian setiap 12 jam. Justru sebagian besar kaum perempuan. Aksi tameng manusia ini juga menembus batas perbedaan faksi—Hamas, Fatah, dan Komite Perlawanan Populer—yang belakangan sering bentrok setelah Hamas menang dalam pemilu parlemen.

Ridwan Abu Daya, misalnya. Remaja 16 tahun ini pendukung Fatah. Ia mengabaikan perbedaan partai karena merasa wajib melindungi rumah tetangganya dari pengeboman. ”Saya datang ke sini karena setiap orang harus ke sini,” katanya.

Sebelumnya, pada 3 November lalu Hamas menggunakan modus yang sama di Beit Hanoun, tetangga Kota Beit Lahiya. Pasukan Israel bergerak masuk dan menutup rapat kota itu sejak dua hari sebelumnya. Sebanyak 73 pejuang Palestina terperangkap di dalam Masjid Nasir.

Pasukan Israel mengepung masjid dan memaksa mereka menyerah dengan melempar granat asap dan merobohkan tembok luar masjid dengan buldozer. Hamas segera melakukan penyelamatan darurat dengan mengerahkan kaum perempuan. Adalah Jamila al-Shanti juga yang merekrut perempuan Palestina menjadi relawan tameng manusia.

Setelah muazin usai mengumandangkan azan magrib, pengeras suara masjid dan radio Palestina menyerukan penduduk perempuan agar datang ke Masjid Nasir. Hasilnya, 300 perempuan Palestina membentuk tameng hidup demi nyawa 73 laki-laki Palestina di dalam masjid. Sebagian perempuan itu masuk ke masjid untuk mengevakuasi pejuang laki-laki. ”Pejuang laki-laki kami dandani dengan pakaian wanita agar pasukan Israel tak menahan mereka,” kata Nahed Abu Harbiya, salah seorang perempuan itu.

Ketegangan memuncak ketika rombongan perempuan itu mencoba melewati pasukan Israel yang mulai menembaki mereka dengan senapan mesin dan granat. Akibatnya, dua perempuan roboh tewas, 10 lainnya luka-luka. Juru bicara militer Israel, Avital Leibovich, berkilah militan Palestina melepaskan tembakan ke arah pasukan Israel. Tapi rekaman video wartawan BBC, Mat-thew Price, menyatakan sebaliknya: sejumlah laki-laki Palestina terlihat dalam kerumunan, tapi tak ada bukti mereka membawa senjata.

Penggunaan tameng manusia juga pernah dipakai untuk melindungi Yasser Arafat yang menjadi target pembunuhan Israel pada 14 September 2003. Sehari sebelumnya kabinet Israel yang masih dipimpin Perdana Menteri Ariel Sharon memutuskan untuk merenggut Arafat hidup atau mati dari tanah Palestina. Militer Israel mengurung Arafat di rumahnya selama 20 bulan sejak Desember 2001. Maka, ratusan orang dari berbagai faksi dan organisasi masyarakat Palestina berjejal di kompleks kepresidenan di Ramallah.

Di tengah kerumunan itu ada 31 aktivis perdamaian Israel yang teken kontrak menjadi tameng hidup bagi Arafat. ”Saya mengambil risiko menjadi tameng hidup untuk menggagalkan keinginan Perdana Menteri Sharon membunuh pemimpin rakyat Palestina,” ujar Uri Avenry, aktivis perdamaian Gush Shalom (Blok Perdamaian Israel).

Keberhasilan protes massa ini mengingatkan pada gerakan intifadah Palestina pertama, akhir 1980-an. Rakyat Palestina menghadapi militer Israel dengan batu dan molotov, bukan dengan roket atau bom bunuh diri. Hasilnya, Palestina memperoleh pemerintahan sendiri dan pengakuan internasional. ”Rakyat yakin perlawanan massa lebih efektif daripada perlawanan militer,” ujar Omar Shaban, analis politik di Gaza.

Tak mengherankan jika pemimpin Palestina menganggap aksi tameng manusia ini sebagai kemenangan moral yang pantas ditiru. Ini tanda perubahan taktis—dari serangan kelompok kecil ke protes tanpa kekerasan oleh penduduk sipil. Perubahan yang diyakini akan memaksa Israel menyesuaikan strateginya. Seorang perwira militer Israel mengakui bahwa mereka menghadapi dilema. ”Mereka (Palestina) tak menghargai penduduk sipil mereka,” katanya.

Aktivis hak asasi Israel juga memprotes penggunaan tameng hidup. ”Militan dilarang mewajibkan penduduk melindungi mereka,” kata Sarit Michaeli, aktivis hak asasi Israel B’tselem. Memang, kata Michaeli, nilai semua ini bergantung pada pilihan, kebebasan: apakah partisipasi atas keinginan mereka atau dipaksa, apakah anak-anak terlibat, dan apakah rumah itu target militer.

Bagi rakyat Palestina, masalahnya lebih rumit lagi. Palestina tak punya banyak pilihan untuk mengusir Israel dari wilayah pendudukan. Semua upaya politik untuk menghentikan pembunuhan dan pengambilan tanah penduduk sipil Palestina oleh Israel kandas di tangan veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB dan sikap diam negara Barat lainnya. Maka, roket rakitan, bom bunuh diri, dan terakhir tameng manusia dianggap cara paling efektif untuk melawan sang Goliath Israel.

Raihul Fadjri (CS Monitor, The Guardian, BBC, LA Times, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus