Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pergulatan di Tanah Impian

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

We the People. We Set Out to Form a More Perfect Union. Inilah film dokumenter yang disiapkan menyambut peringatan satu dekade tragedi 11 September. Film yang dibuat Prepare New York, koalisi berbagai organisasi agama, ini bisa disimak di www.youtube.com/prepareny.

Secara teknis, film berdurasi tujuh setengah menit ini tidak istimewa. Ada banyak petikan berita dan kutipan ucapan pemimpin Amerika di sana. Namun, dari segi gagasan, film ini layak ditengok. Dia tidak membawa pesan mengagungkan diri sebagai negara super. "Ini justru sebuah pengakuan bahwa Amerika belum sempurna," kata Sara Reef, direktur lintas budaya di Intersections, salah satu motor gerakan Prepare New York for the 10th Anniversary of 9/11, kepada Tempo dan tim East West Center tiga pekan lalu di New York.

Sejak awal, Amerika adalah tanah tujuan imigran dari seluruh penjuru jagat. Orang dari Irlandia, Inggris Raya, Italia, Afrika, Australia, dan Asia tumplek di negeri ini seraya membawa beragam agama dan kepercayaan dari tanah kelahiran. Mereka berharap Amerika menjamin kebebasan beragama.

Amendemen konstitusi, yang menjamin kebebasan beragama, disahkan pada 1791. Namun kebebasan beragama masih harus menempuh jalan panjang, bahkan hingga kini. Pada 1907, terjadi serangan terhadap pekerja penggilingan jagung yang beragama Sikh di Bellingham. Pembakaran gereja, masjid, dan kitab suci terjadi. Pelecehan, pemukulan, bahkan pembunuhan, terjadi dari masa ke masa terhadap berbagai kelompok, seperti sekte kristiani, Katolik, Yahudi, muslim, juga paganisme.

Islam juga punya kisah tersendiri. Agama ini, sayangnya, diperkenalkan secara luas di Amerika Serikat melalui cara yang buruk. "Melalui teror 11 September," kata Arshad Yousoufi, imam masjid di Colorado Spring. "Kami belum menggarap pekerjaan rumah, yakni memperkenalkan Islam dengan baik," katanya kepada Tempo dan tim East West.

Walhasil, ketika tragedi 11 September terjadi, sentimen islamofobia pun melaju. "Ada vandalisme dan beberapa kasus pemukulan yang menimpa jemaah masjid kami," kata Imam Yousoufi.

Tapi peristiwa 11 September juga membawa sisi positif. Masyarakat Amerika ingin lebih memahami Islam, terutama konsep jihad yang kerap dipelintir kelompok radikal. "Permintaan berdialog mengalir dari berbagai gereja," kata Yousoufi.

Pengalaman serupa dituturkan Daisy Khan, istri Rauf Faisal, imam masjid di New York. Ada tiga pertanyaan utama yang muncul dalam setiap dialog, termasuk yang digelar Prepare New York, yakni bagaimana konsep jihad dan kekerasan, posisi perempuan dalam Islam, serta bagaimana Islam memandang sistem demokrasi. "Kami berusaha memberi pengertian bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan, menghormati perempuan, dan memberi ruang bagi demokrasi," kata Daisy Khan.

We the People membantu Daisy Khan, Yousoufi, dan berbagai kelompok lain untuk saling memahami dan menghormati perbedaan. "Agar tumbuh menjadi bangsa yang lebih baik," kata Pendeta Chloe Breyer, Direktur Interfaith Center of New York.

Mardiyah Chamim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus