Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NEW YORK - Peringatan muram datang dari Konferensi Tingkat Tinggi Iklim yang digelar bersamaan dengan pertemuan tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada Senin waktu setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan perubahan cuaca dan pemanasan global PBB mengungkapkan bahwa 2019 menjadi tahun "terpanas" dalam periode lima tahun terakhir. Musim panas 2019 termasuk bulan terpanas yang pernah tercatat. Pada Juli lalu, terjadi kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kutub Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan empat tahun terakhir, atau pada 2015-2019, menjadi periode terpanas sejak pencatatan iklim dan cuaca dimulai pada 1850.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, telah memperingatkan bahwa darurat iklim "adalah perlombaan yang tidak mampu kita menangi" dan menyerukan kepada negara-negara dunia untuk menepati komitmen mereka terhadap pengurangan emisi.
"Ini bukan KTT Iklim. Kami sudah cukup banyak bicara," kata diplomat asal Portugal itu dalam pertemuan iklim PBB, Senin lalu. "Ini bukan pertemuan negosiasi iklim. Anda tidak berunding dengan alam. Ini adalah pertemuan aksi iklim."
KTT Iklim tersebut dihadiri oleh para pemimpin dunia yang menyuarakan berbagai janji ihwal upaya-upaya pencegahan perubahan iklim.
Guterres sudah menyerukan kepada para perwakilan negara yang hadir untuk menyampaikan rencana yang konkret dan realistis guna memenuhi janji komitmen mereka mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai emisi nol pada 2050.
Perjanjian Paris 2015 mencatat negara-negara yang menetapkan target nasional untuk mengurangi emisi agar membatasi kenaikan suhu jangka panjang di bawah dua derajat Celsius atau idealnya 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Perjanjian tersebut menjadi tolok ukur yang akan membatasi dan mengatasi dampak pemanasan pada sistem cuaca dunia.
Beberapa negara, seperti Finlandia dan Jerman, berjanji melarang penggunaan batu bara dalam 10 tahun. Sedangkan negara lainnya menyatakan berbagai pencapaian tentang netralitas iklim per 2050.
Selain itu, 77 negara telah berkomitmen dalam netralitas karbon pada 2050 dan 70 negara lainnya berjanji untuk berupaya lebih dalam mengatasi perubahan iklim. Pertemuan ini juga diikuti oleh 100 pemimpin bisnis dan sekitar sepertiga sektor perbankan global berjanji ikut serta dalam ekonomi hijau.
"Aksi demi aksi, gelombang semakin berputar. Kita masih harus menempuh jalan yang panjang. Waktu semakin cepat habis, tapi belum terlambat," ujar Guterres.
Kendati demikian, sejumlah negara yang menyumbang emisi terbesar di dunia justru bergeming. Presiden Amerika Serikat Donald Trump hanya datang sebentar dan tidak meminta berbicara di dalam pertemuan tersebut. Ia hanya datang untuk mendengarkan beberapa gagasan Kanselir Jerman, Angela Merkel, kemudian meninggalkan ruangan tanpa mengatakan apa pun.
Meski begitu, ia sempat menjadi perbincangan dalam KTT tersebut. Trump diketahui berencana mundur dari perjanjian iklim Paris 2015. Terkait dengan hal tersebut, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi memberikan tanggapan bahwa semua negara harus menghormati komitmen mereka dan mengikuti perjanjian tersebut.
Sementara itu, Australia-pengekspor batu bara terbesar di dunia-menolak membuat kebijakan yang lebih progresif dan berpegang teguh pada target pengurangan emisi sebesar 26-28 persen pada 2005-2030.
"Saya berkomitmen terhadap pengurangan emisi sebesar 26 persen pada 2030 dan itulah yang akan kami capai," tutur dia kepada wartawan di Chicago, tempat dia memberikan pidato kebijakan luar negeri, sementara KTT Iklim dibuka di New York.
Bahkan, jika semua negara telah memenuhi tujuan pengurangan emisi, dunia tetap akan "menghangat".
Profesor dan Ketua Manajemen Karbon Universitas Edinburgh, Dave Reay, menyatakan prediksi kenaikan suhu bumi bak limit kartu kredit. "Kredit karbon global kami sudah maksimal," kata dia. "Jika emisi tidak mulai turun, akan ada neraka sebagai akibatnya"
THE STRAIT TIMES | SBS | TELEGRAPH | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo