PROTES itu berubah jadi kekerasan ~dalam waktu hampir dua bulan. ~Selasa pekan lalu. Ribuan mahasiswa dan demonstran lainnya turun ke jalan di New Delhi. Mereka menuntut agar keputusan pemerintah tentang tambahan pencadangan pekerjaan bagi kaum Hindu dari kasta bawah ditinjau kembali. Para demonstran tentu saja berasal dari kasta atas. Tak cuma unjuk rasa. Sejumlah aktivis kasta atas di sejumlah kota mencoba bunuh diri dengan cara menyiramkan bensin ke tubuhnya, lalu menyalakan korek. Maka, polisi dan paramiliter diterjunkan. Perkelahian antara petugas dan demonstran pun tak terhindarkan. Dilaporkan, dari peristiwa di New Delhi itu setidaknya dua orang tewas, dan sejumlah yang lain luka-luka. Kebijaksanaan Perdana Menteri Vishwanath Prataph Singh, agar perusahaanperusahaan swasta yang mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah mencadangkan tambahan 27~% lowongan kerja bagi kasta bawah, yang diumumkan 7 Agustus lalu, itulah rupanya yang jadi persoalan. Dekat setelah peraturan itu diumumkan, pun, di New Delhi sudah muncul protes. Para mahasiswa dan pemuda berkeliling kota naik truk, minta agar peraturan itu dicabut. Di negeri berpenduduk lebih dari 800 juta dengan pendapatan nasional hampir US$ 241.500 juta dan pendapatan per kepala hanya sekitar US$ 300 (1987) itu, bisa diperhitungkan bahwa sebagian besar uang tertumpuk pada sebagian kecil orang. ~Dilihat dari pendapatan nasionalnya, India termasuk 15 negara berpendapatan nasional terbesar. Tapi dari pendapatan per kepalanya, India merupakan salah satu dari 20 negara berpendapat per kepala terkecil. Bisa disimpulkan masalah lowongan kerja bisa jadi soal yang sangat peka. Antara lowongan kerja dan angkatan kerja terdidik terdapat kesenjangan cukup besar. Kebijaksanaan Singh, kata majalah India Today, bagaikan menuang bensin pada api. Kritik mengatakan, Pratap Singh terlalu tergesa-gesa menurunkan kebijaksanaan mencadangkan tambahan 27~% lowongan kerja bagi kasta bawah. Semula, cadangan itu hanya 22%. Jadi, total, 49% lowongan kerja di perusahaan swasta yang dibantu oleh pemerintah tak lagi bisa dimasuki sembarang orang. Tentu, PM Pratap Singh punya pertimbangan sendiri. Bahkan sebelumnya hal itu dipelajari dulu oleh lembaga yang disebut Komisi Mandal. Berdasarkan rekomendasi komisi itulah Singh kemudian baru mengumumkan kebijaksanaan tersebut. Namun, konon sang Perdana Menteri dari Front Nasional (koalisi 5 partai) tak minta pertimbangan dengan sekutunya, yakni Partai Bharatiya Janata dan Partai Kiri. Karena itu, mudah ditafsirkan, tujuan sebenarnya kebijaksanaan itu adalah untuk menarik kasta bawah ke dalam Front Nasional, yang memang bukan pemenang mayoritas dalam pemilu akhir tahun lalu, meski cukup untuk mengalahkan Partai Kongres, partainya Rajiv Gandhi. Tapi sebuah poll yang disebarkan oleh India Today membantah penafsiran itu. Hanya sekitar 43% responden yang mengatakan bahwa kebijaksanaan Singh dalam upaya menambah banyaknya pendukung. Sisanya mengakui bahwa hal itu merupakan kebijaksanaan yang menguntungkan negara. Tapi bila dirinci memang 75% responden dari kasta atas mengatakan Singh mencari dukungan. Poll itu juga mengungkapkan, di kalangan pelajar dan mahasiswa banyak pula yang menilai kebijaksanaan itu bersifat diskriminatif, meski yang berpendapat tidak diskriminatif, menurut poll, sedikit lebih besar. Di kalangan pemerintah, yang menilai peraturan itu diskriminatif lebih besar. Mereka yang unjuk rasa sebagian besar sekali tergolong orang-orang biasa, anak-anak guru atau juru tulis yang mengharapkan pendidikan bisa membuat mereka mendapatkan pekerjaan yan~ lebih baik daripada orangtua mereka. Dan tiba-tiba harapan mereka mesti dipotong, karena sebagian lowongan kerja yang ada sudah dicadangkan bagi kasta bawah, yang dianggap kelas yang jatuh. Di sini rasa superioritas bercampur sudah dengan kecemburuan sosial. Ada rasa takut mungkin dalam diri kasta atas, bila nanti pada akhirnya lebih banyak kasta bawah yang tingkat ekonominya lebih tinggi daripada kasta atas. Orang-orang yang dalam pemilu memilih Singh tentulah dengan harapan bahwa ia menyadari sebagai pemimpin seluruh bangsa, bukan hanya untuk mereka yang berada di bawah -- baik yang di kota maupun di desa-desa. Maka, banyak yang berpendapat, kebijaksanaan menambah cadangan lowongan kerja bagi golongan tertentu ini telah memecah belah bangsa. Kelima butir kebijaksanaan itu memang bisa dipandang tak adil oleh kasta atas. Selain ada tambahan buat cadan~an lowongan kerja, juga di universitas, akademi, dan institut teknik, kasta bawah pun diperhatikan. Lembaga-lembaga dan perusahaan yang dikelola oleh kasta bawah juga diberi kemudahan. Bisa jadi ini sebenarnya bukan hanya soal politik. Di dalamnya terkait soal sentimen kasta, status ekonomi, dan harapan hidup yang lebih baik. Menurut majalah India Today, seorang berpakaian piyama, bersepeda di salah satu jalan penting di New Delhi sambil membawa poster Bunyi poster itu: "Perhatian, perhatian, harap masa depan saya jangan dipermainkam."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini