Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Eksekutif Republik Islam Afganistan Abdullah Abdullah:
Di mata Abdullah Abdullah, rujuk dengan Taliban bukan mimpi di siang bolong. Kepala Eksekutif Republik Islam Afganistan ini mengatakan momentum gencatan senjata dengan Taliban saat perayaan Idul Fitri, Juni lalu, bisa menjadi gambaran. Selama tiga hari, sebagian milisi Taliban meletakkan senjata dan ”turun gunung” ke beberapa kota di negeri berpenduduk 34 juta itu. ”Penduduk menyambut mereka,” kata Abdullah dalam diskusi publik yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia, awal Oktober lalu.
Menurut dia, rakyat Afganistan menolak gagasan dan gaya hidup yang hendak diterapkan Taliban. ”Namun mereka ingin Taliban menjadi bagian dari proses perdamaian,” ujarnya.
Abdullah, yang pernah dua kali menjadi kandidat presiden, menyatakan pemerintah siap berdialog dengan Taliban asalkan kelompok militan yang berkuasa di Afganistan pada 1996-2001 itu menghentikan kekerasan. ”Saya tidak pesimistis, tapi memang diperlukan usaha lebih,” ucapnya.
Abdullah mengajak 20 delegasi melawat selama tiga hari di Jakarta. Pria 58 tahun ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta pihak Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Di sela jadwalnya yang amat padat, Abdullah memberikan wawancara khusus kepada wartawan Tempo Mahardika Satria Hadi di Hotel Shangri-La di Jakarta Pusat, Jumat tiga pekan lalu.
Seberapa kondusif sebenarnya situasi keamanan di negara Anda?
Sayangnya, baru-baru ini memang ada sejumlah serangan. Warga sipil menjadi korban. Taliban mengaku bertanggung jawab atas sebagian serangan, sebagian lainnya diklaim oleh Daesh (akronim kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS dalam bahasa Arab). Daesh adalah fenomena yang relatif baru, tapi kini telah bercokol di beberapa bagian di negara kami. Mereka terus berkelahi dengan Taliban.
Bagaimana sikap pemerintah?
Kami menjaga pintu negosiasi dengan Taliban tetap terbuka. Kami berharap mereka dan para pendukungnya terbujuk dan memahami bahwa hanya perdamaian yang menjadi masa depan rakyat dan negara Afganistan.
Anda mengeluarkan pernyataan yang cukup keras dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa soal dukungan Pakistan terhadap Taliban.
Pakistan dapat menggunakan kekuatan dan pengaruhnya atas Taliban untuk membujuk mereka (ikut perundingan damai) karena markas Taliban berada di Pakistan. Mayoritas rakyat Afganistan mendukung proses perdamaian, tapi Taliban yang terus menolak gagasan itu.
Anda yakin Pakistan di bawah Perdana Menteri Imran Khan bisa mengatasi masalah Taliban?
Pemerintah Imran Khan masih baru. Terlalu dini untuk menilainya. Tapi kami berharap ada satu pemahaman bahwa Taliban hanya membuat kekacauan dan tidak akan membantu pihak mana pun.
Apa pendekatan yang tepat untuk menghadapinya?
Taliban harus menyadari bahwa mereka tidak dapat menang secara militer. Meja perundingan adalah satu-satunya peluang.
Ada kemungkinan mengajak Taliban ke gelanggang politik sebagai partai?
Jika mereka ingin menjadi bagian dari sistem politik dan bernegosiasi, mengapa tidak? Mereka dapat memperjuangkan ide-ide mereka dengan cara beradab, dengan cara damai. Tapi mereka harus mau menghentikan kekerasan. Ini syarat utama. Memutus hubungan dengan kelompok teroris juga penting. Kelompok yang terlibat kekerasan dan terorisme tidak bisa menjadi bagian dari penyelesaian politik.
Kapan pasukan internasional akan meninggalkan Afganistan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan pasukan asing tidak lagi diperlukan di Afganistan. Tapi negara kami teru s menunjukkan perkembangan. Beberapa tahun lalu ada sekitar 140 ribu anggota pasukan internasional. Sekarang tinggal sekitar 16 ribu anggota pasukan asing, termasuk Amerika Serikat.
Apakah Anda akan kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun depan?
Saya sekarang tidak dalam posisi untuk mengambil keputusan tersebut. Pemilihan presiden masih lama.
Namun Anda mempertimbangkannya?
Ya, dapat dikatakan seperti itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo