Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Reaksi Lambat Pembayaran Respons Cepat

Industri bank terjun ke sistem pembayaran QR code setahun belakangan. Menunggu standar Bank Indonesia. 

19 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu toko yang bekerja sama dengan dompet elektronik BNI yap! di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. -bni.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMA-sama menyelenggarakan sistem pembayaran berbasis kode matriks (quick response code), perilaku perusahaan teknologi dan bank berbeda 180 derajat. Perusahaan berbasis teknologi, kata Anang Fauzie, selalu mengejar pertumbuhan pengguna dengan cara mengumbar dana. Sedangkan bank langsung mengincar laba. ”Saya baru seminggu meluncurkan Your All Payment (yap!) sudah ditanya untung berapa,” ujar Anang, terkekeh, Kamis pekan lalu.

Anang adalah General Manager Electronic Banking PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Dia otak di balik yap!, platform pembayaran berbasis QR code yang diluncurkan bank pelat merah itu pada Januari tahun ini. Kamis pagi pekan lalu, Anang, yang baru selesai gowes sepeda dan masih menggunakan celana padding, mengambil telepon seluler pintar sambil menunjukkan kemajuan yap!. ”Sejak peluncuran, transaksi di yap! sudah Rp 535 miliar,” ucapnya. ”Ini data real-time.”  

Anang menunjukkan data lain. Jumlah pengguna yap! sudah 362 ribu. Adapun merchant yang bekerja sama mencapai 360 ribu. Jumlah transaksi hingga Kamis pekan lalu lebih dari 5 juta. Angka-angka itu tampak besar, tapi langsung menciut saat berhadapan dengan OVO dan Go-Pay, dua platform pembayaran berbasis QR code terbesar saat ini. ”Dibanding OVO atau Go-Pay yang perang diskon dan banyak bakar uang, kami memang kalah,” ujar Anang.

Akhir tahun lalu, pendiri Go-Jek, Nadiem Makarim, menyatakan Go-Jek memiliki 20 juta pengguna aktif. Dari angka itu, 55-60 persen atau 11 juta pengguna adalah pemakai aktif Go-Pay. Adapun pada Juli lalu Presiden Direktur OVO Adrian Suherman menyebutkan jumlah pengguna aktif OVO sudah menyentuh 10 juta di Indonesia. Angka itu berasal dari 60 juta akun aktif Grab di Asia Tenggara.

Kendati terbilang kecil, penetrasi BNI dalam ekosistem pembayaran berbasis QR code, yang kian marak seiring dengan penetrasi Go-Jek dan Grab, terbilang oke. Sebab, beberapa bank baru belakangan terjun ke bisnis ini. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) baru meluncurkan platform pembayaran berbasis QR code, MyQR, pada Agustus lalu. Sepanjang tiga bulan ke belakang, MyQR baru membukukan transaksi Rp 18,15 miliar. ”Itu transaksi sampai pertengahan Oktober,” tutur Arif Wicaksono, Kepala Divisi Pembayaran Ritel BRI, Jumat pekan lalu.

Arif menyebutkan transaksi masih sedikit karena MyQR baru diperkenalkan, walaupun merchant yang bekerja sama sudah mencapai 100 ribu dan jumlah penggunanya 500 ribu. Jumlah pemakai itu masih kalah jauh dibanding pengguna mobile banking dan Internet banking BRI, yang masing-masing mencapai 21,4 juta dan 11,5 juta. ”Tapi kami yakin MyQR akan menjadi idola millennials,” kata Arif.

Sejumlah bank yang menerbitkan layanan pembayaran berbasis QR code memang berusaha menjadikan pengguna mobile dan Internet banking sebagai pemakai QR code juga. Jumlah nasabah BNI yang sudah memanfaatkan SMS banking mencapai 9 juta, sementara pengguna Internet -banking 2,4 juta.

Menurut Anang Fauzie, karena yap! juga menggunakan rekening tabungan serta kartu kredit sebagai sumber dana, semestinya pengguna SMS banking dan Internet banking otomatis menjadi pemakai yap!. ”Pada awal 2019 semua nasabah BNI pengguna mobile dan Internet banking punya kapabilitas langsung menggunakan yap!,” ucapnya.

Direktur BCA Santoso Liem menyebutkan industri bank masuk ke sektor pembayaran berbasis QR code belakangan karena awalnya lebih berfokus pada sistem kartu. Adapun produk perusahaan rintisan seperti Go-Pay dan OVO dari awal menggunakan ponsel sebagai basis ekosistem.

Kini sejumlah bank masih menunggu standar QR code yang sedang diperam Bank Indonesia. Standar itu antara lain mengatur sistem pembayaran terbuka (open loop). Semua QR code di merchant akan bisa menerima pembayaran dari penerbit (issuer) QR code mana pun—termasuk WePay dan Alipay yang kini marak di Bali. Standar tersebut dipercaya membuat industri ini efisien. ”Yang mahal di industri ini bukan membuat sistem, tapi mengajak merchant menjadi mitra kita,” kata Anang.

KHAIRUL ANAM, PUTRI ADITYOWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus