Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator survei PPIM, Yunita Faela, mengatakan survei ini digelar pada Agustus dan September lalu. Responden adalah guru di sekolah atau madrasah dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di 34 provinsi. Pengukuran dilakukan terhadap kebebasan dan hubungan antarkelompok agama, hubungan agama dan negara, serta pandangan terhadap jihad.
Menurut Saiful Usman, pengukuran intoleransi itu melalui enam pernyataan yang diajukan kepada para guru. Salah satunya: ”Nonmuslim boleh mendirikan rumah ibadah di lingkungan Bapak/Ibu tinggal”. Hasilnya, 56 persen guru tidak setuju dengan pernyataan tersebut. PPIM juga meneliti tingkat radikalisme para guru, yang menunjukkan 14,28 persen guru memiliki tingkat opini yang radikal dan sangat radikal. Jika menggunakan alat ukur implisit, kata Usman, jumlahnya lebih tinggi lagi, yaitu 46,09 persen.
Sedangkan pengukuran terhadap jihad menunjukkan 27,59 persen guru setuju dengan pernyataan ”Menganjurkan orang lain untuk ikut berperang mewujudkan negara Islam”. Sebanyak 13,3 persen guru mengaku setuju dengan pernyataan ”Menyerang polisi yang menangkap orang-orang yang sedang berjuang mendirikan negara Islam” dan ingin melakukan tindakan tersebut.
Ketua Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu, mengatakan kondisi tersebut ada kemungkinan disebabkan oleh lingkungan homogen para guru. Akibatnya, mereka minim wawasan terhadap kelompok di luar agamanya dan mudah berpraduga. ”Mereka mungkin jarang bersinggungan dengan kelompok lain,” ucap Henny.
Berhasrat terhadap Syariat
SURVEI Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat menunjukkan mayoritas guru beragama Islam juga mendukung penerapan syariat Islam di negeri ini. Sebagian besar pun ogah memiliki pemimpin nonmuslim.
40,36% setuju seluruh ilmu pengetahuan ada di dalam Al-Quran sehingga tak perlu lagi mempelajari ilmu pengetahuan Barat.
82,77% setuju Islam sebagai satu-satunya solusi terhadap segala persoalan.
62,22% setuju hanya sistem pemerintahan berbasis syariat Islam yang terbaik untuk Indonesia.
79,72% setuju umat Islam wajib memilih pemimpin yang memperjuangkan syariat Islam.
23,42% setuju pemerintahan Indonesia adalah tagut atau melawan perintah Allah.
64,23% setuju nonmuslim tidak boleh menjadi presiden.
75,98% setuju pemerintah memberlakukan syariat Islam bagi pemeluknya.
Tim Jokowi Diduga Langgar Aturan Iklan
KOMISI Pemilihan Umum menilai iklan penggalangan dana kampanye pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin melanggar aturan. Anggota KPU, Hasyim Asyari, mengatakan iklan tersebut dapat dikategorikan melanggar karena ditampilkan di luar masa kampanye di media massa. ”Kampanye di media dilakukan 21 hari sebelum pencoblosan,” kata Hasyim, Kamis pekan lalu.
Iklan yang ditampilkan di sebuah koran menunjukkan foto Jokowi-Ma’ruf lengkap dengan nomor urut dan tulisan ”Jokowi-Ma’ruf untuk Indonesia”. Iklan tersebut juga menampilkan nomor rekening untuk menggalang dana dari masyarakat. Anggota Badan Pengawas Pemilu, Rahmat Bagja, mengatakan lembaganya masih meneliti iklan tersebut.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, membantah jika iklan tersebut dinilai sebagai kampanye. ”Tujuannya adalah mensosialisasi rekening khusus dana kampanye,” ujarnya.
-Dok TEMPO/Iqbal Lubis
Pemerintah Tolak Dana Saksi
PEMERINTAH menolak menganggarkan honor untuk saksi dalam Pemilihan Umum 2019. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo mengatakan honor itu tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum sehingga menjadi tanggung jawab partai. ”Netralitas saksi tidak terjamin kalau dibayar oleh negara,” kata Soedarmo, Kamis pekan lalu.
Usul pembiayaan honor saksi oleh pemerintah muncul dalam rapat di Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Hanya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan NasDem yang menolak usul tersebut. Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mengatakan pembiayaan itu bakal mengurangi beban partai.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pembiayaan itu bakal membuat negara mengeluarkan minimal Rp 2,56 triliun. Menurut dia, pemerintah hanya mengeluarkan biaya pelatihan saksi. ”Anggarannya ada di Badan Pengawas Pemilu.”
Acara Sedekah Laut Dirusak
SEJUMLAH orang merusak perlengkapan upacara adat sedekah laut di Pantai Baru, Srandakan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat tengah malam dua pekan lalu. Pelaku yang berjumlah lebih dari sepuluh orang juga memasang tulisan berisi larangan terhadap acara yang digelar tahunan setiap panen raya ikan ini.
Kepala Kepolisian Resor Bantul Ajun Komisaris Besar Sahat Marisi Hasibuan mengatakan polisi telah memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan bukti. ”Kami terus mendalaminya. Belum ada tersangka yang kami tetapkan,” kata Sahat.
Sejumlah kalangan mengecam perusakan tersebut. Pengajar Center for Religious and Cross-Cultural Studies Universitas Gadjah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf, mengatakan perusakan itu menggambarkan kian kuatnya puritanisme agama di Yogyakarta. ”Kelompok intoleran ini tidak ditindak tegas sehingga mereka leluasa mengulang aksi kekerasan,” ujarnya. Bupati Bantul Suharsono berjanji mencegah peristiwa itu berulang. ”Sedekah laut ini bagian dari tradisi Jawa yang sudah berjalan lama,” katanya.
-TEMPO/Subekti.
Dua Tersangka Peluru Nyasar
KEPOLISIAN Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkan dua tersangka berinisial IAW dan RMY yang diduga menembakkan peluru ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengatakan keduanya bekerja sebagai pegawai negeri di Kementerian Perhubungan. ”Keduanya ditangkap di Lapangan Tembak tak lama setelah penembakan,” kata Nico, Selasa pekan lalu.
Menurut Nico, pelaku menambahkan alat switch customizer yang mengubah pola tembakan menjadi otomatis penuh. ”Yang menembak kaget dan mengarahkan tembakan ke atas,” ujarnya.
Setidaknya enam ruangan anggota DPR terkena tembakan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan lokasi Lapangan Tembak Senayan bakal dimasukkan ke rencana revisi tata ruang dan wilayah Ibu Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo