Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bintang Baru Di Langit Hollywood

Untuk keempat kalinya film ini ditafsir ulang, dipaketkan dengan gaya baru dan pemain-pemain dengan seni peran yang memukau. Debut Bradley Cooper sebagai sutradara.

19 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lady Gaga dalam A Star is Born. -IMDB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN bintang yang besar hanya lahir setiap beberapa dekade. Paling tidak Hollywood menganggapnya demikian sehingga inilah keempat kalinya mereka memproduksi dan melakukan tafsir ulang tentang bagaimana seorang bintang besar lahir di dunia hiburan melalui A Star Is Born.

Generasi saya, paling tidak, masih sempat menyaksikan film A Star Is Born (1976, Frank Pierson) yang menampilkan Barbra Streisand dan Kris Kristofferson, yang hingga kini masih bergaung suaranya yang melampaui beberapa oktaf dan menembus ruang dan waktu. Tapi sesungguhnya film karya Pierson juga sebuah tafsir ulang dari dua film sebelumnya dengan judul dan cerita sama. Film pertama adalah produksi tahun 1937 arahan William A. Wellman yang menampilkan Janet Gaynor dan Fredric March ketika pasangan ini berperan sebagai aktor dan aktris Hollywood. Pada 1954, film ini ditafsir sebagai film musikal dengan pemain Judy Garland dan James Mason serta disutradarai George Cukor.

Tahun ini kita menikmati versi paling segar dari aktor Bradley Cooper yang sekaligus menyutradarai dirinya dan Lady Gaga. Sebagaimana tafsir versi Barbra Streisand, film terbaru ini juga berbicara soal dunia musik dengan kerangka plot yang sama: Jackson Maine, penyanyi lelaki besar yang dipuja-puja penggemarnya dan mulai redup karena alkohol dan narkotik. Sedangkan lawannya, Ally, adalah bintang baru yang ditemukan si bintang besar, dididik, dibesarkan, dan melejit melebihi Jackson.

-IMDB

Cerita ini jelas sebuah drama tragedi karena mereka yang telah menyaksikan sudah mengetahui drama tiga babak ini: perkenalan, klimaks, dan akhir yang merontokkan hati. Bradley Cooper yang tampil sebagai penyanyi balada-country brewok, berambut gondrong berminyak, dan bersuara parau itu sudah pada tahap letih dan tak mungkin lagi bisa meningkatkan diri karena candunya yang begitu parah pada narkotik dan alkohol. Malam itu, seperti biasa, setelah pertunjukan, dia meminta sopir setianya membawanya ke salah satu bar untuk menyiram rasa haus pada alkohol. Tak disadari bar yang masih buka adalah sebuah bar khusus waria. Tapi Jackson tidak peduli karena dia hanya butuh alkohol. Lantas, tiba-tiba seorang perempuan bersuara emas berdiri di atas panggung mengalunkan suaranya hingga meringkus perhatian Jackson. Ally (Lady Gaga) tidak hanya bernyanyi di atas panggung. Dia menyanyikan La Vie en Rose sembari melangkah dan celentang di atas bar. Pandangan Jackson dan Ally bertemu. Dan seterusnya adalah sejarah.

Bradley Cooper tampil bersinar sebagai Jackson Maine, tokoh tragis: intens, brilian, sekaligus destruktif. Dia tulus mengajak dan melontarkan Ally ke langit popularitas. Bukan karena ia ingin menolong, tapi lantaran Ally memang luar biasa berbakat. Tak mengherankan, ketika Ally sudah memiliki agen yang mengatur-atur kehidupannya dan bahkan membelokkan kemampuannya bernyanyi ke jalur pop dengan penari latar, Jackson kecewa dan kembali jatuh ke botol minuman. Meski penampilan Lady Gaga sebagai Ally tidak mengecewakan, ternyata bintang yang lahir dalam film ini adalah Bradley Cooper, sebagai aktor dan sebagai sutradara.


 

Cerita ini jelas sebuah drama tragedi karena mereka yang telah menyaksikan sudah mengetahui drama tiga babak ini: perkenalan, klimaks, dan akhir yang merontokkan hati. Bradley Cooper yang tampil sebagai penyanyi balada-country brewok, berambut gondrong berminyak, dan bersuara parau itu sudah pada tahap letih dan tak mungkin lagi bisa meningkatkan diri karena candunya yang begitu parah pada narkotik dan alkohol.

 


 

Sebagai sutradara, Cooper berhasil menggarap sebuah cerita yang sudah dikunyah berulang-ulang ini menjadi satu paket modern yang segar dan tetap relevan. Meski film ini tidak memasukkan unsur baru dalam industri musik—bahwa bibit baru kini juga ditemukan melalui Internet dan reality show semacam American Idol—persoalan konflik manajer serta penyanyi dan pasangan penyanyi yang klasik tak akan pernah usai. Sebagai aktor, Cooper berhasil menampilkan kompleksitas karakter si penyanyi yang perlahan merosot dan hancur lebur, sementara istrinya justru berhasil melejit dan meraih berbagai penghargaan prestisius. Meski film ini diperhitungkan bakal masuk Academy Awards tahun depan, salah satu problem Cooper sebagai sutradara sebetulnya sekaligus kelemahannya. Dia berhasil membuat pasangan Ally-Jackson sebagai duo yang mengandung dinamit, tapi ternyata “the star” yang lahir justru dirinya sendiri.

Namun, sebagai debut, A Star Is Born adalah film yang tampaknya akan bertanding dengan film-film lain tahun depan pada musim festival. Untuk sebuah karya pertama, Cooper berhasil meluncurkan bintangnya yang pertama di langit Hollywood.  

LEILA S. CHUDORI

 


 

-IMDB

Sutradara: Bradley Cooper

Skenario: Bradley Cooper, Eric Roth, Will Fetters

Pemain: Lady Gaga, Bradley Cooper, Sam Elliot

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus