BANYAK hal di luar kelaziman dalam hubungan Israel-Palestina telah ditempuh oleh para perwira perang kedua pihak dalam beberapa pekan belakangan ini. Selasa malam pekan silam, umpamanya, para jenderal tentara Israel mengadakan pertemuan khusus dengan para pemimpin Fatah di daerah pendudukan Jalur Gaza. Kedua belah pihak sepakat bekerja sama meredam kekerasan yang mengancam pelaksanaan perjanjian perdamaian yang dua pekan lalu diganggu oleh penembakan tentara Israel terhadap warga Palestina. Sebelum mengadakan pertemuan di luar dugaan banyak pihak itu, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Brigjen Ehud Barak juga bertindak tak lazim dalam sejarah permusuhan di Timur Tengah. Ehud Barak mengumumkan permintaan maaf resmi atas meninggalnya Ahmed Abu-Rish, anggota Fatah faksi Elang, yang tertembak tentara Israel Ahad pekan silam di wadah pengungsi Khan Younis. Hari itu di Jalur Gaza memang terjadi pertikaian antara orang- orang Palestina dan tentara Israel. Kata Ehud Barak, tentaranya tak pernah sengaja mengarahkan senapan mereka ke Abu-Rish. Mereka sekadar membalas rentetan serangan atas diri mereka. Ketaklaziman yang lain, pertemuan di Kairo dihadiri oleh mereka yang selama bertahun-tahun sudah saling mengincar dan saling memburu. Kepala delegasi Israel, misalnya, adalah Deputi Kepala Staf Mayjen Ammon Shahak, dengan prestasi antara lain melakukan operasi bawah tanah menghabisi para komando PLO di Beirut tahun 1973. Akan halnya ketua tim perunding Palestina, Nizar Amar, adalah pembantu utama mendiang Salah Khalaf, direktur operasi rahasia PLO. Kendati demikian, tak ada jaminan perundingan tersebut berjalan mulus. Masih ada beberapa ganjalan harus mereka lalui. Misalnya menyangkut orang-orang Palestina yang masih disekap dalam penjara Israel. Lalu, pihak PLO menghendaki Force 17, kesatuan pengawal pribadi Arafat, menjadi bagian dari organisasi pemerintahan otonomi di Yerikho dan Jalur Gaza. Bila Israel menolaknya, karena kelompok pe-ngawal pribadi itu di mata Israel (dan AS) masih dianggap sebagai teroris. Dan tak semua orang menyukai hidup damai. Kalau perdamaian tercapai, orang-orang seperti Noor (atau siapa pun nama sebenarnya) akan kehilangan pijakan hidup. Noor, 31 tahun, bersama ribuan orang keturunan Palestina lainnya telah bertahun-tahun bekerja untuk Shin Bet atau Shabak, kesatuan khusus pengamanan dalam negeri. Tugas para kolaborator tersebut antara lain menyusup di antara aktivis Palestina yang telah disekap Israel sampai sekarang kabarnya masih ada 10 ribu orang lebih yang tetap terpenjara. Shabak rupanya sering kehilangan akal menghadapi para tahanannya yang mayoritas terdiri dari orang-orang fanatik. Untuk menggali informasi dari mereka, digunakanlah para kolaborator populer disebut barisan burung. Pemaksaan memang dilakukan untuk interegoasi, misalnya dengan memberikan air garam sehingga dalam waktu sebentar si tahanan akan kehausan dan kempis semangatnya. Kalau ini gagal, mereka akan dipindahkan selnya. Di sel baru itu, Noor dan anggota burung lainnya akan berpura-pura sebagai tahanan juga (bisa mengaku dari Hamas atau Fatah atau kelompok lainnya). Si tahanan baru biasanya lalu diminta bercerita, apa saja yang telah dilakukan dan tak dilakukannya tapi dituduhkan oleh Shabak. Sesudah informasi tergali oleh ''kawanan burung'' itu, orang yang dijebak itu akan dipindahkan ke sel lainnya lagi. Atau, dalam skenario yang berbeda, seorang militan Palestina akan dideportasikan ke kawasan tak bertuan di Libanon Selatan. Biasanya ia kemudian akan mencari kampung pengungsi, yang ditandai adanya bendera Palestina di situ. Karena merasa percaya, si militan akan bercerita kepada orang-orang di tenda itu tentang apa saja, termasuk tentang tempat persembunyian senjata gerakannya. Tapi sebenarnya perkemahan itu hanyalah jebakan, karena mereka terdiri dari ''kawanan burung''. Kelanjutan cerita itu, si militan akan diciduk lagi oleh Shabak dan dijebloskan ke sel. Ketika tak ada perang lagi nanti, para anggota ''kawanan burung'', yang sebagiannya bahkan berani mengorbankan saudaranya sendiri seperti Noor itu, kemungkinan besar tak dipakai lagi oleh Israel. ''Saya sudah menjual keluarga saya, darah, dan jiwa saya untuk bekerja pada polisi rahasia itu. Tapi sekarang mereka tak memperlakukan saya dengan baik,'' kata Noor. Celaka bagi Noor, mustahil ia bisa masuk kembali ke komunitas Palestina secara merdeka. Soalnya, kegiatan mereka umumnya sudah diketahui oleh warga Palestina. Selama ini mereka bisa aman karena dilindungi pasukan khusus Israel. Ada yang mengatakan, orang-orang itu bukan mustahil telah ikut membakar gerakan militan Hamas atau Fatah, supaya selalu melakukan perlawanan untuk menggagalkan perdamaian. Tujuannya, praktis: supaya mereka tetap bisa bekerja. Beberapa anggota ''kawanan burung'' konon, memilih cari jalan aman: minta perlindungan pada organisasi hak asasi M'Tselem di Yerusalem, atau pada wartawan. Siapa tahu penembak yang menewaskan, baik di pihak Palestina maupun Israel, adalah anggota ''kawanan burung'' itu. Bila demikian, pemerintahan otonomi PLO akan tetap bisa dilaksanakan di Gaza dan Yerikho, meski mundur waktunya. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini