TIAP bencana ada hikmahnya. Di Iran, gempa 21 Juni lalu, yang menewaskan puluhan ribu orang, seolah jadi awal sebuah hubungan luar negeri baru antara Iran dan berbagai bekas musuhnya dan negara Barat. Tampaknya, kelompok moderat, kelompok yang pro-Presiden Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, kini pegang peranan penting. Terbukti, meski ada percobaan pembunuhan terhadap Rafsanjani, politik moderat Iran terus dijalankan. Menurut jaringan TV Jerman Barat, RTL-Plus, pesawat yang membawa Rafsanjani berkunjung ke lokasi gempa meledak 20 menit setelah lepas landas. Tapi Rafsanjani selamat karena ternyata ia mengambil jalan darat. Yang dituduh berada di belakang peledakan adalah sejumlah mullah konservatif. Tak sebagaimana tiga percobaan pembunuhan terhadap Rafsanjani sebelumnya -- yang segera dibantah oleh Pemerintah Iran -- sampai awal pekan ini, hampir tiga pekan kemudian, tak ada bantahan terhadap percobaan pembunuhan itu. Yang ada, pertemuan antara Menteri Luar Negeri Ali Akbar Velayati dan rekannya dari Irak, Tareq Azis, di Jenewa, Selasa pekan lalu. Setelah basa-basi sebentar Velayati mengucapkan terima kasih atas bantuan Irak, dan Azis sekali lagi menyatakan ikut belasungkawa -- pokok pertemuan pun dibicarakan. Yakni rencana pertemuan puncak Iran-Irak -- dua negara yang berperang selama delapan tahun (1980-1988). Esok harinya, Velayati, masih di Jenewa, menyatakan bahwa Pemerintah Iran membedakan kutukan terhadap novelis Salman Rushdie dengan hubungan diplomatik Iran-Inggris. Hubungan kedua negara retak setelah Ayatullah Khomeini menjatuhkan hukuman mati terhadap novelis kelahiran India yang tinggal di Inggris itu. Waktu itu, Iran menyatakan hanya akan membuka kembali hubungan bila Inggris bersedia menyatakan novel Ayat-Ayat Setan karya Rushdie dicabut dari peredaran. "Hukuman mati dari Ayatullah Khomeini tak bisa dicabut," kata Velayati. "Tapi itu satu hal yang tak ada kaitannya dengan hubungan diplomatik Iran-Inggris." Itu karena Rafsanjani menyadari bahwa rencana pembangunan lima tahunnya, yang butuh dana US$ 27 milyar, hanya bisa sukses dengan bantuan luar negeri, dalam kondisi pengangguran 25% dan harga-harga naik -- beras, misalnya, lebih mahal 80% daripada dua bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini