Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Politik Zigzag Merkel

Angela Merkel mengamankan peluang untuk kembali menjadi Kanselir Jerman. Figur pragmatis dan cerdik melihat celah politik.

2 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Politik Zigzag Merkel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANSELIR Jerman Angela Dorothea Merkel berbalik arah pada saat-saat terakhir. Ia tidak lagi bersikap keras. Kepada semua kader partainya di parlemen, instruksi Merkel pada akhir Juni lalu itu sangat gamblang: silakan memilih sesuai dengan nurani. Di Bundestag-majelis rendah parlemen Jerman-suara Partai Uni Kristen Demokratik (CDU) terpecah. Sepertiga legislator partai konservatif besutan Merkel itu berbelok haluan. Mereka setuju dengan pernikahan sesama jenis.

Seisi Bundestag geger. Penduduk Negeri Panser tak kalah gempar. Setelah tersendat sekian tahun, rancangan undang-undang pernikahan sesama jenis itu akhirnya diketuk di parlemen. Jerman menyusul Belanda, Inggris, dan Prancis yang lebih dulu mengakui hubungan sesama jenis. "Ini keberhasilan demokrasi," kata Volker Beck dari Partai Hijau, yang bersama Partai Kiri dan Partai Sosial Demokrat kompak mendukung rancangan itu.

Tapi Merkel tetap kolot. Menurut dia, pernikahan adalah antara lelaki dan perempuan. "Karena itu, saya memilih tidak mendukung rancangan undang-undang ini," ucapnya. Sebagai penguasa Bundestag, CDU sebenarnya bisa menjegal pengesahan rancangan tersebut. Namun titah Merkel telah mengubah peta dukungan. Wajah Jerman kini menjelma ramah bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Anja Neundorf, peneliti politik dari University of Nottingham, Inggris, menilai sikap lunak Merkel itu tidak turun dari langit. Menurut dia, Kanselir Jerman perempuan pertama itu menyimpan pamrih di balik manuvernya dalam isu pernikahan sesama jenis. Isu tersebut telah membelah politik Jerman selama 12 tahun kepemimpinan Merkel. "Perubahan sikap Merkel adalah taktik untuk menarik dukungan pemilih di luar kalangan tradisional," ujar Neundorf kepada CNN.

Siasat Merkel berbuah manis. Ahad pekan lalu, dia membawa CDU kembali memenangi pemilihan umum federal. Kursi kanselir periode keempat ada di pelupuk matanya. Merkel bakal jadi kanselir terlama dalam sejarah Jerman modern, yang ditandai runtuhnya Tembok Berlin pada 1989. "Merkel telah membuktikan kemampuannya mengatasi banyak kesulitan dalam negeri," kata Wolfgang Bosbach, mantan anggota Fraksi CDU di parlemen, kepada Sri Pudyastuti Baumeister, kontributor Tempo di Brunswick, Jerman.

Dengan 33 persen suara, blok konservatif CDU dan Partai Uni Sosial Kristen (CSU) menyalip penantang terkuat berhaluan kiri-tengah, Partai Sosial Demokrat (SPD), yang mengusung Martin Schulz sebagai kandidat kanselir. Sementara itu, partai anti-imigran dan anti-Islam, Alternatif untuk Jerman (AfD), menguntit di posisi ketiga. Ini pertama kalinya partai ekstrem kanan masuk Bundestag setelah era Nazi. AfD muncul sebagai kuda hitam setelah mencuri banyak suara dari partai-partai lawas.

Di mata lawan dan kawan politiknya, Merkel adalah enigma. Lahir di Hamburg, Merkel kecil bernama Angela Dorothea Kasner. Ia tumbuh dalam keluarga konservatif. Ayahnya, Horst Kasner, adalah pendeta Lutheran. Ibunya, Herlind Kasner, seorang guru yang aktif di dunia politik. Angela mendapat nama Merkel dari suami pertamanya, Ulrich Merkel. Perkawinan mereka hanya seumur jagung. Pada 1998, Merkel menikahi Joachim Sauer.

Menurut Bosbach, menerka isi kepala Merkel dari ekspresinya bukan perkara mudah. "Dia bukan orang yang terbuka," ucapnya. Merkel, Bosbach melanjutkan, juga bukan figur yang mengakrabi media sosial, seperti halnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump. "Tapi itu bukan berarti Merkel tidak berfokus pada tujuan politiknya," ujarnya Rabu pekan lalu.

Sebelum berpolitik, Merkel mengakrabi sains. Dia belajar fisika di University of Leipzig, Jerman, hingga bergelar doktor kimia kuantum pada 1978. Ia lantas bekerja sebagai ahli kimia di Akademi Ilmu Pengetahuan di Berlin. Merkel baru terjun ke politik setelah Tembok Berlin ambruk. Dia melaju lewat CDU. "Merkel selalu menyembunyikan bakat politiknya," kata Jacqueline Boysen, penulis biografi Merkel. "Dia dulu kerap diremehkan."

Kiprah politik Merkel bermula saat ia masuk ke Bundestag pada 1990, satu tahun selepas bergabung dengan CDU. Momen itu melesatkan karier Merkel. Pemimpin CDU dan mantan mentor politik Merkel, mendiang Kanselir Helmut Kohl, pernah menunjuknya sebagai menteri pemuda dan perempuan, lalu menteri lingkungan. "Kohl pernah menjuluki Merkel sebagai ’anak gadisku’," demikian diberitakan The Local.

Kohl tak pernah menganggap Merkel sebagai ancaman. Baru belakangan bapak reunifikasi Jerman itu menyadarinya. Merkel turut menyingkirkan Kohl, yang terlibat skandal dana kampanye pada 1999. Manuver itu mengantarkan Merkel terpilih sebagai pemimpin CDU setahun kemudian. Dia sukses membawa CDU memenangi pemilihan umum federal 2005, yang berujung pada terpilihnya dia sebagai kanselir perempuan pertama Jerman.

Konstantin Richter, penulis Die Kanzlerin: Eine Fiktion (Kanselir: Sebuah Fiksi), novel yang menggambarkan kehidupan Merkel dan para pengungsi Suriah, mengatakan kanselir yang kerap disapa "Mutti" atau "Ibu" itu seorang politikus pragmatis. Ketidakpercayaan Merkel terhadap ideologi berakar pada pengalamannya tumbuh di Jerman Timur yang komunis. Seperti umumnya pemuda saat itu, Merkel pernah bergabung dengan organisasi kiri, Pemuda Pembebasan Jerman. Namun dia juga merasakan dampak robohnya Tembok Berlin. "Merkel menyaksikan ideologi runtuh. Orang-orang ’beriman’ berubah dalam semalam," ucap Richter.

Latar belakang sebagai ilmuwan juga banyak membentuk watak politik Merkel. Jens Spahn, kolega Merkel di CDU dan wakil menteri keuangan di kabinetnya, mengatakan Merkel cenderung reaktif. Menurut dia, Merkel memilih mengelola setiap persoalan di depan mata ketimbang membentangkan rencana jangka panjang. "Dia bekerja seperti ilmuwan. Dia banyak membaca, menilai fakta, dan tak menyimpan prasangka," kata Spahn.

Sebagai penganut Lutheran, Merkel justru menganggap dirinya tak melulu kolot dalam berpolitik. "Saya sedikit liberal, sedikit Kristen-sosial, agak konservatif," ujarnya pada 2009. Bagi Merkel, panggung politik tak harus riuh. Lawan dan kawan politiknya bahkan dibikin puyeng dengan jalan pikiran Merkel, yang lebih banyak diam dan memasang muka datar. "Hanya Merkel yang paham bagaimana mengolah bakat politiknya," ucap Jacqueline Boysen.

Merkel punya naluri tajam untuk memutar opini publik dalam isu-isu panas. SPD, eks rekan koalisi CDU di kabinet, pernah menjadi korban manuvernya. Bagi partai liberal besutan Martin Schulz itu, isu pernikahan gay adalah dagangan utama selama kampanye. Namun, seusai pengesahan rancangan undang-undang di Bundestag, justru Merkel yang panen pujian. "SPD mengeluh Merkel telah ’mencuri pakaian mereka’," begitu menurut The Local.

Selain terhadap SPD, Merkel pernah melancarkan siasat "putar balik" terhadap Partai Hijau, lawan bebuyutan CDU. Pada 2011, selepas tragedi Fukushima di Jepang, Merkel berjanji membawa Jerman keluar dari energi nuklir. Padahal isu penghapusan energi nuklir telah lama didengungkan Partai Hijau. "Merkel sebelumnya pro-nuklir dan tiba-tiba berubah haluan," kata Hans Kundnani, peneliti senior dari German Marshall Fund of the United States.

Daftar manuver Merkel juga berderet dalam isu luar negeri. Sukses menjadikan Jerman raksasa ekonomi Eropa, Merkel pernah menentang pemberian dana talangan untuk Yunani, negara anggota Uni Eropa yang terancam bangkrut. Belakangan, dia memutuskan Negeri Para Dewa itu harus diguyur lebih banyak uang. Merkel semula menyokong invasi Amerika Serikat dan Inggris di Irak, tapi sikapnya berbalik drastis tahun lalu. "Ada yang menyebutnya penuh kontradiksi, ada yang mengecapnya tak berprinsip," ujar Kundnani.

Kontroversi besar pernah menghantam Merkel pada 2015. Saat itu ia menerapkan kebijakan "pintu terbuka" untuk mengatasi krisis akibat pengungsi. Pada saat negara-negara Eropa lain sibuk menutup tapal batas, Jerman malah menampung sedikitnya 1,3 juta pengungsi, kebanyakan dari Suriah. "Merkel dipuji sebagai ’pahlawan liberal’, meski dia muncul dari partai konservatif," tulis New Statesman.

Begitulah Angela Merkel, yang piawai berzigzag politik. Dia merangkul erat pendukung tradisionalnya yang loyal, seperti saat ia menyerukan pelarangan burqa dan niqab di ruang publik Jerman. Merkel juga lihai mendulang sokongan dari ceruk pemilih di luar spektrum konservatif. "Lewat sejumlah kebijakan yang sentris dan non-partisan, Merkel menawarkan daya tarik yang melampaui peta pendukung CDU," tulis The Economist.

Mahardika Satria Hadi, Sri Pudyastuti Baumeister (brunswick), (dw, The Local, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus