Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota parlemen dari Malaysia dan Timor Leste yang tergabung dalam ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) mempertanyakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pencalonan putra sulung Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden nomor urut dua bersama capres Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delegasi APHR melakukan kunjungan studi ke KPU pada Senin, 12 Februari 2024 terkait pemilu yang akan berlangsung pada 14 Februari mendatang. Organisasi tersebut diwakili oleh mantan anggota parlemen Timor Leste Abel da Silva dan anggota parlemen Malaysia Syed Ibrahim Syed Noh. Anggota KPU yang menerima kunjungan itu adalah Mochammad Afifuddin yang juga menjabat Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan serta Wakil Ketua Divisi Data dan Informasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syed Ibrahim mejelaskan kedua anggota APHR tersebut menanyakan beberapa hal ke KPU, termasuk tentang proses KPU sebagai badan penyelenggara pemilu dan cara mengelola pemilu besar tahun ini. Masalah kebebasan berekspresi di ruang digital juga menjadi salah satu pertanyaan.
“Kami juga menanyakan dampak perubahan konstitusi sehingga calon wakil presiden juga bisa ikut bertarung meski usianya di bawah 40 tahun, khususnya untuk Gibran,” kata dia saat ditemui usai audiensi di gedung KPU, Jakarta Pusat.
Abel da Silva mengatakan mereka memberi rekomendasi karena semua usulan perubahan peraturan harus dilakukan sebelum pemilu (bukan selama pemilu) agar memudahkan kerja KPU. APHR mempunyai kekhawatiran mengenai intervensi, tanpa memerinci lebih lanjut intervensi soal apa.
Dari perspektif luar negeri, Syed Ibrahim memandang proses pemilu yang sedang berjalan di Indonesia positif dan dia berharap prosesnya bisa berjalan meskipun mungkin hasilnya mungkin bakal kurang memuaskan bagi pihak-pihak tertentu.
Perihal pencalonan Gibran di pemilu 2024, Afifuddin merespons pertanyaan APHR dengan mengatakan tidak ada waktu saat itu untuk mengubah Peraturan KPU. Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) datang hanya beberapa hari sebelum batas waktu pencalonan.
Putusan MK yang dibacakan pada 16 Oktober 2023 memungkinkan orang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres selama pernah mengikuti kontestasi pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada). Putusan tersebut kemudian membuka pintu bagi Gibran, petahana Wali Kota Surakarta berusia 37 tahun, untuk maju sebagai cawapres Prabowo.
Pilihan editor: 133 Ton Daging Ayam Subsidi di Kuba Hilang Dicuri
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini