Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Politisi dari Ladang Kokain

Bolivia siap menggelar pemilu. Tapi pekan lalu, Presiden (interim) Eduardo Rodriguez memundurkan hajatan nasional itu menjadi 18 Desember dengan alasan melindungi demokrasi. Politisi dari suku Indian berada di atas angin.

7 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkenalkan, Evo Morales, 46 tahun. Tubuhnya tambun. Tapi dia tampil lincah bukan main di tengah gelombang unjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Carlos Mesa yang marak pada Mei lalu. Morales adalah tokoh sentral aksi massa itu. Ketika sang Presiden tersungkur, Bolivia menunggu ke mana Morales memberi sokongan: Ketua Kongres Hormando Vaca Diaz atau Ketua Mahkamah Agung Eduardo Rodrigues? Konstitusi Bolivia menetapkan: ”Jika presiden lengser, ketua kongres secara otomatis menggantikannya.”

Kongres kemudian menunjuk Rodrigues sebagai presiden. Aksi masa senyap di seluruh negeri tatkala berita itu diumumkan. Resep Rodrigues cuma satu: berkarib dengan Morales. Dari jalanan Morales menggelar siaran pers. ”Kami bisa menerima kawan Rodrigues menjadi presiden,” katanya. Dia dilantik pada 9 Juni dan menjabat sebagai presiden sementara. Tugasnya mempersiapkan sebuah pemilu yang bakal digelar akhir tahun ini.

Dari semua kandidat yang ada, Moraleslah yang paling moncer. Kaum tua suku Indian bahkan sudah menyebutnya Tuan Presiden. Berduet dengan Felipe Quispe, seorang politisi berhaluan kiri, Morales kini mempersiapkan kampanye untuk pemilihan presiden.

Lahir dari suku Indian Aymara, Juan Evo Morales Ayma adalah fenomena baru dalam politik di negeri-negeri Amerika Latin. Ia datang dari suku Indian, kaum yang terpinggirkan dari panggung politik. Morales berhaluan kiri. Itu sebabnya sejumlah pengamat meramalkan bahwa Bolivia tampaknya mengikuti jejak Venezuela, negeri yang dipimpin tokoh kiri Hugo Chavez.

Sebagaimana keluarga Aymara lainnya, Morales berasal dari keluarga penambang tradisional. Mereka menetap di daerah pegunungan di utara Bolivia. Ketika tambang tambang itu ditutup pada 1960-an, keluarga Morales hijrah ke wilayah Chapare yang subur untuk berladang. Mereka menanam aneka buah dan sayur-sayuran, juga kokain. Pasokan sayur terbesar ke La Paz berasal dari wilayah ini.

Buah dan sayur-mayur Bolivia terkulai ketika buah impor menggempur pasar negeri itu pada 1985. Kehidupan suku Aymara mulai morat-marit. Mereka merapatkan barisan petani dan menunjuk Evo Morales sebagai pemimpin. Turut bergabung para petani suku Quechuas. Sejak 1998, Morales, mewakili organisasi petani itu, duduk di parlemen Bolivia.

Dia merestui para petani Bolivia menanam kokain sebagai komoditas andalan mereka. Kokain adalah jenis tanaman yang dimasukkan ke dalam jenis narkotik oleh pemerintah Amerika Serikat, tapi tidak bagi orang-orang Indian, terutama suku Aymara dan Quechuas. Kokain, kata mereka, adalah obat yang ditanam Tuhan untuk kaum mereka.

Orang-orang Indian, kata mereka, hidup di lembah-lembah dan pegunungan nan terjal. Kokain adalah obat kuat. Fisik mereka perkasa lantaran rajin mengisap kokain. Mereka menegaskan, tanaman ini juga obat mujarab untuk penyakit tertentu. Dan itu sudah berlangsung bertahun-tahun lampau, sejak zaman nenek moyang. Menanggapi kegusaran Amerika Serikat, para petani Bolivia, lagi-lagi dengan restu Morales, menegakkan semboyan: ”Long live coca, Yankee go home.”

Kini, para petani Bolivia juga menyeret kokain ke gelanggang politik. Sejak dua pekan lalu mereka giat menyiapkan kampanye untuk Evo Morales. Untuk menunjukkan pertautan cinta pemimpin mereka kepada kokain, nama Morales kerap ditulis ”Evo Cocarelos”.

Bagaimana peluang Evo ”Cocarelos” Morales? Dia punya kans kuat untuk menang. Warga suku Aymara dan Quechuas yang dipimpin Morales saja sudah mendominasi 60 persen dari penduduk Bolivia. Jumlah itu belum ditambah dengan kelompok guru, buruh, dan kaum kiri lain yang turut mendukung dia.

Demi kursi presiden, Morales sudah mundur dari parlemen dan serius menyiapkan reli-reli kampanye. Jika sukses, ia adalah presiden pertama di Bolivia—bahkan di dunia—yang datang dari ladang kokain.

Wenseslaus Manggut (www.evomorales.net, AP, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus