Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Populasi Gaza telah turun 6 persen sejak perang dengan Israel dimulai pada Oktober 2023. Sebabnya sekitar 100.000 warga Palestina meninggalkan daerah tersebut sementara lebih dari 55.000 diperkirakan tewas, menurut Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) yang dilansir dari Al Arabiya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar 45.500 warga Palestina telah terbunuh dan 11.000 lainnya hilang. Lebih dari separuh korban adalah wanita dan anak-anak, kata biro tersebut, mengutip angka dari Kementerian Kesehatan Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Populasi Gaza telah menurun sekitar 160.000 selama perang menjadi 2,1 juta. Menurut PCBS, lebih dari satu juta atau 47 persen dari total anak-anak berusia di bawah 18 tahun.
Menurut biro tersebut, Israel telah melancarkan agresi brutal terhadap Gaza yang menyasar semua jenis kehidupan di sana termasuk manusia, bangunan, dan infrastruktur vital. "Seluruh keluarga telah dihapus dari catatan sipil. Terjadi kerugian manusia dan material yang sangat besar," kata biro itu.
Kementerian luar negeri Israel membantah pernyataan biro statistik. Menurut Israel, data PCBS dibuat-buat, dibesar-besarkan, dan dimanipulasi untuk menjelekkan Israel.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Gaza karena banyaknya korban sipil yang tewas. Mahkamah Internasional (ICJ), badan hukum tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memutuskan Januari lalu bahwa Israel harus mencegah tindakan genosida terhadap warga Palestina.
Seruan juga datang dari Paus Fransiskus yang menyarankan masyarakat global harus mempelajari apakah kampanye Israel di Gaza merupakan genosida.
Israel telah berulang kali menolak tuduhan genosida. Israel menyatakan pihaknya mematuhi hukum internasional dan memiliki hak untuk membela diri setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 warga Israel dan memicu perang saat ini.
PCBS mengatakan sekitar 22 persen penduduk Gaza saat ini menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah, menurut kriteria Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.500 adalah anak-anak yang berisiko meninggal karena kekurangan gizi dan kekurangan makanan, kata biro tersebut.