Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hamas telah memilih Yahya Sinwar, pejabat tingginya di Gaza, sebagai pemimpin baru biro politiknya. Pemilihan Yahya Sinwar menyusul pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli 2024. Penunjukan ini diumumkan secara resmi oleh Hamas pada Selasa, 6 Agustus 2024.
“Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan terpilihnya Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan tersebut, menggantikan Komandan Ismail Haniyeh yang telah wafat, semoga Tuhan mengasihaninya,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan singkat, dilansir dari Aljazeera.
Yahya Sinwar dituduh sebagai arsitek serangan paling mematikan pada Israel selama beberapa dekade. Israel menganggap Yahya Sinwar sebagai dalang di balik serangan Hamas pada 7 Oktober ke wilayah Israel, yang menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menawan lebih dari 200 orang lainnya.
Serangan balik Israel ke Gaza telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina. Ribuan di antaranya adalah wanita dan anak-anak dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan kelaparan yang meluas dan keadaan darurat kesehatan.
Yahya Sinwar juga selama ini bersembunyi di Gaza, menantang segala upaya Israel untuk membunuhnya sejak meletupnya perang Gaza. Lantas, seperti apa sosok Yahya Sinwar? Berikut informasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Profil Yahya Sinwar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yahya Sinwar, yang memiliki nama lengkap Yahya Ibrahim Hassan Sinwar, lahir pada 26 Oktober 1962 di Khan Younis, Jalur Gaza. Dia dikenal sebagai salah satu tokoh penting yang menjembatani sayap politik dan militer Hamas, Brigade Izz al-Din al-Qassam.
Sinwar lahir di kamp pengungsi Khan Younis dari orang tua yang mengungsi dari Ashkelon selama Perang Arab-Israel 1948. Kamp tersebut penuh sesak dengan keluarga miskin yang hidup dalam kondisi buruk dan bergantung pada Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) untuk kebutuhan dasar.
Dikutip dari Britannica, Yahya Sinwar pernah bersekolah di Sekolah Menengah Putra Khan Yunis. Kemudian pada awal 1980-an, ia kuliah di Universitas Islam Gaza dan lulus dengan gelar sarjana dalam bidang studi bahasa Arab.
Dia mulai kuliah pada saat banyak pemuda Palestina di Jalur Gaza melihat Islamisme sebagai solusi untuk konflik Israel-Palestina setelah bertahun-tahun kegagalan pan-Arabisme. Organisasi mahasiswa yang menggabungkan ide-ide Islam dengan nasionalisme Palestina berkembang pesat. Pada tahun 1982, Sinwar ditahan karena keterlibatannya dalam organisasi tersebut, meskipun tidak ada dakwaan resmi yang diajukan.
Sinwar kemudian mendirikan cabang keamanan Hamas pada tahun 1985. Tugas cabang keamanan itu adalah menghukum pelanggar “moralitas” dan membunuh warga Palestina yang dicurigai bekerja sama dengan Israel. Karena itulah, para interogator Israel menjulukinya sebagai “Penjagal dari Khan Younis.”
Pada tahun 1988, Sinwar dilaporkan membantu mendirikan pasukan keamanan internal Hamas yakni al-Majd. Sebagai aktivis Hamas yang sudah lama, ia telah beberapa kali ditangkap oleh Israel dan menghabiskan total 24 tahun di penjara. Dia termasuk di antara tahanan Palestina yang dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran untuk pembebasan tentara Israel Gilad Shalit oleh Hamas pada tahun 2011.
Terpilih Jadi Pemimpin Hamas
Pada tahun 2017, ia bergabung dengan Politbiro Hamas dan terpilih sebagai pemimpin Hamas dalam sebuah pemilihan rahasia, menggantikan Ismail Haniyeh. Pada bulan Maret, ia membentuk komite administratif yang dikendalikan Hamas untuk Jalur Gaza, yang berarti ia menentang pembagian kekuasaan dengan Otoritas Palestina.
Yahya Sinwar menjadi pembuat keputusan kunci dan anggota eksekutif kepemimpinan Hamas yang menyusun kebijaksanaan termasuk terhadap masalah Israel. Hani Habeeb, seorang pengamat politik di Gaza, mengatakan, kemenangan Sinwar sebagai sebuah pesan pembangkangan kepada Israel dan dapat mempersulit rekonsiliasi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dari faksi Fatah.
Pada bulan Maret 2021, Sinwar kembali terpilih untuk masa jabatan empat tahun kedua sebagai kepala biro politik organisasi tersebut di Gaza dalam pemilihan yang diadakan secara rahasia. Dia adalah pejabat tertinggi Hamas di Gaza dan penguasa de facto Jalur Gaza. Dia adalah anggota Hamas kedua yang paling kuat setelah Ismail Haniyeh.
Saat menjabat yang kedua kalinya, Sinwar tidak takut untuk mendorong konfrontasi yang lebih keras dengan Israel. Bahkan pada 2020, dia mengancam akan berperang jika Israel tidak mengizinkan alat bantu pernapasan dan bantuan medis lainnya ke wilayah miskin itu untuk melawan penyebaran virus corona.
Pada Agustus 2024, ia terpilih untuk yang ketiga kalinya sebagai pemimpin keseluruhan Hamas. Kali ini, dia menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh oleh Israel saat mengunjungi Teheran. Kabar perihal penunjukan Sinwar ini ‘disambut’ oleh sejumlah serangan roket dari Gaza yang masih diturunkan untuk memerangi tentara Israel yang mengepung Jalur Gaza.
RIZKI DEWI AYU | JEWIS VIRTTUAL LIBRARY | AL JAZEERA | ECFR.EU
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Warga Israel Dihujani Roket hingga Sheikh Hasina Anak Pendiri Bangladesh