Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Qadhafi dan pembebasan pasifik

Libya menggiatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan pasifik selatan. sejumlah tokoh penting hadir dalam konperensi gerakan pembebasan di libya. diduga qadhafi menyusun kekuatan baru.

2 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM-diam Libya terus berupaya menancapkan pengaruhnya di Pasifik Selatan. Pekan silam, (TEMPO, 18 April) sejumlah tokoh penting dari kawasan ini tampak hadir dalam konperensi Gerakan Pembebasan di kota pesisir Misratah, Libya. Kolonel Muammar Qadhafi dalam pidato sambutannya antara lain mengatakan "Bangsa-bangsa di Pasifik Selatan kini terancam bahaya dari Prancis, AS, Inggris, zionis, dan raslahs. Kepada seluruh delegasi ia berpesan agar segera menyusun kekuatan untuk "mencapai kemerdekaan". Pidato ini disiarkan luas oleh televisi BBC. Kendati PM Australia Bob Hawke bicara keras dua pekan lalu, Vanuatu, Fiji, Tonga, dan Solomon tetap mengirimkan delegasi ke Libya. Hadir pula utusan kelompok separatis muslim Moro dari Filipina, perwakilan OPM (Organisasi Papua Merdeka), Fretilin (Timor Timur), dan Kanak (dari Kaledonia Baru). Bahkan dikabarkan ada juga delegasi dari Gerakan Pembebasan Aborigin (Australia) dan Aceh Merdeka (Indonesia). Libya bisa menggalang kerja sama ini berkat jerih payah Shaban Gashut, kepala biro Libya di Canberra. Dalam hal ini Qadhafi pun tampaknya bersungguh-sungguh. Pekan silam, Kolonel Eduardo Cabanlig - komandan brigade AL Filipina di Pulau Sulu - menemukan sebuah kapal yang memuat 2.400 senapan mesin berikut roket antitank untuk gerilyawan Moro. Kendati tak jelas sumber pengirimnya, Cabanlig yakni Libyalah yang memasok senjata itu untuk gerilyawan Moro. Disebut-sebut pula bahwa perwakilan Libya di Malaysia dijadikan basis untuk mendukung kelompok fundamentalis di Asia Tenggara. Tidak jelas bentuk kerja sama Libya dengan Aceh Merdeka, Fretilin dan Aborigin Australia, tapi Perwakilan OPM dan Front Pembebasan Sosialis Kanak (FLNKS) di Vanuatu mengaku telah menerima bantuan dana dan latihan para-militer di Tripoli. Mengapa Libya begitu getol membantu Pasifik Selatan? "Mereka sudah terlalu lama jadi korban negara-negara Barat. Menjadikan kawasan itu sebagai ajang percobaan senjata nuklir dan kelak jadi arena PD III," kata Qadhafi tegas. Sementara itu, Shaban Gashut menilai PM Australia Bob Hawke bertindak gegabah dengan menuding Libya sebagai penyebar terorisme di Pasifik. Menurut Gashut, Australia memang berusaha mendukung kehadiran AS dan Prancis di Pasifik Selatan. "Tak lain untuk meneruskan dominasi mereka di wilayah ini," katanya. Padahal, ketika Vanuatu merdeka, 1980, dan menawarkan hubungan diplomatik dengan 32 negara lain, termasuk AS, tak ada respons sedikit pun dari Washington. Wajar kalau pilihan kerja sama dengan blok komunis "sejalan dengan kebijaksanaan politik luar negeri kami yang nonblok," seperti diungkapkan PM Vanuatu Walter Lini. Para pengamat Barat berpendapat manuver Qadhafi di Pasifik Selatan dimaksudkan untuk menyusun kekuatan baru, setelah kekalahannya di Chad, enam bulan terakhir ini. Di Quadi Doum, Chad Utara, instalasi radar Libya habis dihajar pesawat pengebom Jaguar dan F-1 Mirage Prancis dan AS. Lagi pula, Kelompok Kanak (FLNKS), di koloni Prancis Kaledonia Baru, kini sedang bangkit memperjuangkan kemerdekaannya. Sehingga, cukup alasan bagi Libya untuk mencoba menggalang kerja sama di Pasifik. Tapi kekhawatiran PM Hawke dan pihak Barat bukannya tanpa alasan. Setahun silam Soviet berhasil memancangkan kaki di kawasan ini lewat hubungan diplomatik dengan Vanuatu. Mungkin karena itu Menlu Inggris, Geoffrey Howe, dalam kunjungannya di Australia pekan silam sempat memperingatkan bahaya Soviet dan Libya di Pasifik Selatan. "Saya berharap racun terorisme tidak sampai menyebar di kawasan ini," katanya, di Canberra, pekan silam. Inggris sebelumnya pernah menolak kesepakatan bebas nuklir yang pernah dirintis Australia, Selandia Baru, dan 11 negara Pasifik Selatan. AS dan Prancis juga menolak, suatu hal yang erat kaitannya dengan percobaan nukllr mereka di Pasifik. Jika akhirnya Soviet dan Libya "menyerbu" ke kawasan ini, tentulah tak terlepas dari keteledoran pihak AS. Kini Australia dan Selandia Baru berusaha mengimbangi Libya dan Soviet dengan mengulurkan bantuan ke berbagai negara pulau di Pasifik. PM Selandia Baru, David Lange, mendesak AS dan Jepang agar segera menanamkan modalnya di kawasan itu. Tapi Menlu Vanuatu Sela Molisa tetap menolak peringatan Hawke. "Tak ada tempat untuk subversi di sini," katanya. Toh, Australia pun mengizinkan Libya membuka perwakilan di Canberra dan, "Tak seorang pun mengatakannya sebagai sarang terorisme," demikian Lini. Yulia S. Madjid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus