HANYA empat hari setelah aksi pembantaian di Trincomalee, sebuah bom meledak dari mobil yang diparkir di halaman Bank of Ceylon, Colombo. Mobil itu diledakkan Selasa pekan silam dengan remote control, sekitar pukul 5 sore waktu setempat, tak lama sesudah jam kerja berakhir dan lalu lintas cukup ramai. Diperkirakan 106 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Bom itu meledak dalam jarak hanya satu kilometer dari kantor Presiden Sri Lanka, Junius Jayewardcne. "Saya terlempar sampai lima meter," kata Ajit Ranasinghe, 25, korban yang sedang antre bis saat ledakan terjadi. Banyak yang tewas tercabik-cabik. Segera saja separatis Tamil LTTE (Liberation Tigers of Tamil Eelam) dituding sebagai pelakunya. Keesokan harinya dua helikopter tempur dan serombongan pasukan dikirim ke Semenanjung Jaffna, untuk membasmi LTTE dan EROS (Eelam Revolutionary Organisation of Students). Helikopter yang dibantu dengan serangan gencar dari pasukan AD dan AL -- menghajar pusat komunikasi, gudang persenjataan, dan depot logistik LTTE di Jaffna, kota di utara Sri Lanka. "Pemerintah akan menghancurkan para pemberontak sampai lumat," kata Lalith Athulathmudali, Menteri Keamanan Nasional. Serangan udara itu telah menewaskan 100 gerilyawan Tamil tak terkecuali beberapa penduduk sipil. Yang terakhir ini sudah diperingatkan untuk menghindar dari "Operasi Sapu Bersih" yang dilancarkan pemerintah terhadap separatis. Tindakan balasan itu memang sudah lama ditunggu. Selain dua pembantaian di Trincomalee dan Colombo, separatis Tamil juga telah secara brutal mengebom kamp tentara di Kankesamturai dan penjara Welikade. Tiga polisi dan 14 tentara tewas. Dalam sebuah aksi protes mahasiwa dan 300 pendeta Budhis mendesak agar separatis Tamil dihajar. Menurut mereka, pengeboman di stasiun bs merupakan bukti nyata kekerasan LTTE dan EROS. Dalam sidang parlemen pekan silam, Richard Pathirana dan Lakhsman Jayakodi dari Sri Lanka Freedom Party (partai oposisi) mengecam pemerintah yang gagal menangani kasus etnis dan tidak melindungi masyarakat sipil itu. PM Ranasinghe Premadasa telah mendesak PM Rajiv Gandhi untuk menangkap setiap oknum Separatis Tamil di India dan menyerahkannya pada Colombo dengan tuduhan telah melakukan pembunuhan secara brutal. Diperkirakan kini terdapat sekitar 3.000 gerilyawan LTTE dan 700 EROS yang memperoleh senjata dan latihan militer dari pusat LTTE di Madras, India. Bahkan Menteri Athulathmudali mencurigai India yang diduga diam-diam membantu minoritas Tamil dengan alat komunikasi dan amunisi. Tapi India dengan tegas membantah. "Sebetulnya pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai . . . sayangnya mereka menolak," kata sang menteri. "Kalau mereka mau ... ya kami pun akan mengabulkan," katanya. Kerusuhan yang telah berialan empat tahun ini cukup mengguncangkan perekonomian Sri Lanka. Presiden Jayewardene, paling tidak, cukup dibikin pusing mencari pm)aman luar negeri. Tahun 70-an Sri Lanka, yang dijuluki Mutiara dari Timur ini, mampu mengail puluhan juta dollar hanya dari sektor pariwisata. Namun, sejak pecah perang Sinhala-Tamil, pendapatan pemerintah menurun drastis dari sektor ini. Kini pemerintah terpaksa mencari pinjaman luar negen atau mengundang masuknya modal asing. Dan ini tidak mudah. Untuk mengakhiri krisis ini, pemerintah AS mendesak agar India bersedia menjadi "mediator".Tapi para pengamat Barat menilai bahwa, dengan atau tanpa India, akan sangat sulit bagi Jayewardene untuk menemukan penyelesaian yang adil. Apalagi sudah telanjur banyak korban -- sekitar 5.000 orang -- yang tewas dibantai secara kejam. YSM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini