Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LONDON – Lembaga kajian konservatif yang berbasis di London mempelajari adanya kemungkinan untuk menggugat Cina dengan kira-kira 10 alasan yang memungkinkan. The Henry Jackson Society menyusun laporan bertajuk "Coronavirus Compensation: Assessing China’s Potential Culpability and Avenues of Legal Response", yang menyebutkan bahwa Beijing harus dituntut di bawah hukum internasional agar membayar US$ 6,5 triliun. "Karena diduga menutup-nutupi berita buruk pada awal pandemi corona yang telah menyebabkan lebih dari 60 ribu kematian dan kerugian ekonomi yang mencapai triliunan dolar," demikian bunyi laporan tersebut, seperti dilansir The Sunday Morning Herald, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut laporan itu, Beijing diduga menanggapi pandemi corona atau Covid-19 dengan mengerahkan kampanye disinformasi secara canggih. Mereka berusaha meyakinkan dunia bahwa itu bukan penyebab krisis dan dunia seharusnya berterima kasih atas semua hal yang dilakukan Cina. "Justru Tiongkok harus bertanggung jawab untuk wabah Covid-19. Jika tuntutan diajukan terhadap Beijing, jumlahnya bisa mencapai triliunan dolar."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan lembaga kajian itu menyatakan kerugian sebesar US$ 6,5 triliun itu antara lain dibelanjakan oleh negara-negara G-7. Pemerintah sejumlah negara terpaksa menopang ekonomi domestik karena menuntut warganya tinggal di rumah guna menekan penyebaran virus.
Jika Cina bertanggung jawab memberikan informasi yang akurat pada awal penyebaran virus, kata laporan itu, "Infeksi wabah corona tidak akan meluas dan keluar dari Cina." Baru pada 31 Desember tahun lalu Cina melaporkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang penyakit itu dan mengatakan tidak ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Cina bahkan menegur Li Wenliang, dokter yang mengungkap laporan awal virus ini, yang menyebutkan bahwa penyakit ini diyakini menyebar di antara manusia sebelum akhir 2019.
Laporan tersebut dibahas dalam surat bersama empat mantan menteri kabinet dan 11 anggota parlemen Inggris. Mereka menilai Inggris dapat membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag untuk melawan Cina karena melanggar komitmen sanitasi, ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Mahkamah Internasional, atau ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Tuntutan agar Cina membayar kerugian akibat tidak transparannya informasi mengenai virus corona juga diajukan dua pengacara Mesir, Mohammed Talaat dan Amr Bayoumi. Menurut situs berita Mesir, Al-Yawm Al-Jadid, kedua pengacara di Dewan Negara Mesir itu mengajukannya melalui Duta Besar Tiongkok untuk Mesir. Talaat dan Bayoumi mengatakan Mesir dipaksa menutup perbatasannya dan menghentikan semua penerbangan.
Foto yang beredar di media sosial konon menunjukkan adanya surat gugatan tersebut, yang menuntut pemimpin Cina membayar US$ 10 triliun. Mereka menuntut tanggung jawab Cina atas penyebaran Covid-19. Tuntutan tersebut didasari laporan yang mengklaim bahwa virus corona "sengaja dibuat" pemerintah Cina sebagai bagian dari program perang biologis. Cina juga dituduh sengaja menyembunyikan informasi pada awal-awal penyebaran virus, yang menyebabkan kerusakan besar bagi dunia.
Amerika Serikat sebelumnya mendorong Cina untuk membayar kerugian akibat pandemi corona. Politikus dari Partai Republik, Mark Green, dalam kolom komentar dailysignal.com, mengatakan Cina harus membayar dampak virus corona yang menyebar tak terkendali dan karena berbohong kepada dunia. "Alih-alih mencurahkan miliaran dolar kepada pembayar pajak Amerika, kita harus menguangkan cek dari negara yang bertanggung jawab," ujar dokter serta veteran perang Irak dan Afganistan ini.
Menanggapi hal tersebut, para pejabat Kedutaan Besar Cina di London mengatakan pengabaian dan informasi yang ditutup-tutupi hanyalah spekulasi. Menurut mereka, Tiongkok dan rakyatnya melakukan pengorbanan besar untuk menekan penyebaran wabah ini. Juru bicara kedutaan mengatakan belum ada kesimpulan ilmiah atau medis tentang asal-usul Covid-19. "Sebab, upaya penelusuran yang relevan dengan virus tersebut masih berlangsung," kata dia. Pejabat itu juga mengatakan WHO berulang kali menyatakan bahwa apa yang dunia alami sekarang adalah fenomena global. NEWS18.COM | ALARABY.CO.UK | THE SUN | EXPRESS | SUKMA LOPPIES
Otoritas Jeju Gugat Pasien yang Berlibur
PEMERINTAH Provinsi Pulau Jeju di Korea Selatan menggugat dua perempuan yang berkunjung ke pulau tersebut untuk berlibur. Alasannya, salah seorang di antaranya mengalami gejala terjangkit virus corona. Kedua orang itu diidentifikasi sebagai seorang ibu, 52 tahun, dan putrinya, 19 tahun, yang baru kembali ke Korea Selatan setelah belajar di Boston, Amerika Serikat.
Menurut keterangan pers dari kantor Provinsi Jeju, ibu dan anak yang tinggal di Seoul itu tiba di Jeju, tujuan liburan populer bagi warga Korea Selatan, pada 20 Maret lalu. Padahal, lima hari sebelumnya, putrinya disarankan melakukan karantina mandiri. Sang remaja putri mulai menunjukkan gejala terjangkit virus corona pada 21 Maret lalu. Namun dia dan ibunya tetap berada di pulau itu hingga empat hari kemudian. Setelah melakukan kontak dengan sekitar 47 orang di 20 lokasi, ibu dan anak itu kembali ke rumah mereka di Distrik Gangnam, Seoul.
Provinsi Jeju menggugat perdata kedua orang tersebut di Pengadilan Distrik Jeju. Pemerintah menuntut ganti rugi sebesar 132 juta won atau sekitar US$ 107 ribu. Akibat aktivitas dua orang ini, yang seharusnya menjalani karantina mandiri, bisnis di Pulau Jeju terpaksa ditutup. "Saya harap ini menjadi peringatan keras bagi mereka, yang karena aktivitasnya, justru mengancam perjuangan para pekerja medis dan partisipasi orang-orang yang berupaya melawan virus corona," kata Gubernur Jeju Won Hee-ryong, akhir pekan lalu.
Dalam gugatannya, pemerintah menyatakan, "Anak perempuan itu gagal menegakkan tugasnya sebagai warga masyarakat." Selain itu, ditekankan bahwa sang ibu secara aktif bergabung dengan kegiatan ilegal putrinya, termasuk menyediakan dana untuk perjalanan. "Itulah sebabnya dia juga bersalah."
Belum ada komentar dari kedua orang itu. Hingga Minggu lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) melaporkan 94 kasus baru virus corona, sehingga jumlah kasus menjadi 10.156. Tercatat 177 kematian sejak wabah itu menyebar dan 6.325 orang sembuh. CNN | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo