Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Reagan: cinta, tidak, cinta, tidak ... reagan, cinta, tidak, cinta, tidak, ...

Reagan bagai orang bingung menghadapi kemelut filipina. 3 senator yang diutus sependapat dengan gereja menentang kecurangan marcos. apbn filipina masih disubsidi as, imbalan pemakaian 2 pangkalan, as.

22 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-HARI ini Kedutaan Besar AS di Manila mulai didatangi kaum demonstran. Mereka menancapkan poster-poster yang, antara lain, berbunyi: "Persahabatan, bukan intervensi" atau "Filipina untuk Filipina". Sementara itu, di negerinya, sekalipun sudah mengkritik kecurangan KBL, partai yang memerintah di Filipina, Reagan tak urung disorot tajam: apakah ia, selaku presiden AS, membela seorang Marcos atau membela demokrasi. Secara amat bijak bekas Dubes AS di PBB, Jeanne Kirkpatrick, mengibaratkan pemerintah Amerika sebagai Ferdinand Magellan, petualang Spanyol pada 1521 yang terperangkap perang antarsuku di Filipina, dan terbunuh karenanya. "AS dihinggapi kecemasan terulangnya peristiwa Magellan," kesimpulan Kirkpatrick. Diduga untuk menghindari perangkap itu, maka Reagan mengirimkan Philip Habib sebagai utusan khusus pendamai Marcos-Aquino ke Manila. Di samping itu, masih ada delegasi tiga senator: David Boren, Carl Levin, dan David Pryor. Seperti halnya Senator Richard Lugar, mereka, kecuali Habib yang tak berkomentar, sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi penipuan yang tidak ada duanya dalam pemilu Filipina lalu. Dan mereka sependapat dengan Gereja Katolik bahwa tidak bisa dibenarkan jika satu pemerintah mau terus berkuasa, padahal tidak mendapat dukungan dari rakyat. Ada kesan pernyataan itu kurang bergema. Namun, Habib setidaknya harus mempertimbangkan pendapat ketiga senator AS tersebut sebelum mengambil langkah pendekatan kepada Marcos maupun kelompok oposisi. Tapi juru runding tersohor itu tampaknya akan terbentur pada banyak ranjau, apalagi ketika ia datang, Marcos sudah dipermaklumkan sebagai presiden terpilih. Seakan memaklumi kesulitan Habib, dari tempat peristirahatannya di California, Reagan berpesan bahwa ia, sejauh menyangkut pemilu, berada di pihak rakyat Filipina. Setelah itu? Sebuah karikatur di satu surat kabar oposisi di Manila melukiskan Reagan sebagai orang bingung dengan setangkai bunga "Marcos" di tangannya. Komentar yang tertulis: "Cinta, tidak, cinta, tidak ...." Tak ada petunjuk Reagan telah menjatuhkan pilihan secara pasti. Masalahnya memang tidak sesederhana itu? Sebuah sumber TEMPO menyatakan, presiden AS itu sulit memisahkan urusan negara dan ikatan persahabatannya dengan Marcos. Pengamat lain menyatakan, karena "ikatan" itu pula para penasihatnya kemudian menyerahkan soal Filipina kepada Reagan pribadi. Mereka tidak sepenuhnya menyadari bahwa Filipina yang statusnya sudah seperti setengah koloni Amerika -- ini menurut seorang tokoh Filipina sendiri -- akhirnya tercemplung ke dalam situasi yang kian runyam. Sekarang saja, jumlah korban pemilu sudah mencapai 107 orang, di antaranya tokoh oposisi, bekas Gubernur Antique, Evelio Javier. Ia dibantai enam perusuh di bawah matahari mencorong, disaksikan orang banyak. Massa oposisi segera menobatkannya sebagai martir dari sekian banyak martir lainnya yang dijadikan tumbal untuk sebuah pemilu yang, menurut Marcos, "jujur dan bersih". Filipina, kini, adalah sebuah bangsa yang terjepit di antara krisis kepemimpinan dan krisis ekonomi. Semula dengan pemilu kilat 7 Februari, Presiden Marcos berharap krisis pertama bisa diatasi. Rupanya, tidak. "Marcos salah menafsirkan rakyat Filipina," kata bekas Senator Jose Diokno kepada TEMPO. "Dan Amerika juga membuat kesalahan serupa." Menurut dia, ada tiga motivasi yang sekarang menggerakkan rakyat Filipina: gairah akan perubahan, dorongan yang kuat untuk menghukum pembunuh Aquino, dan kehadiran tokoh Cory Aquino. Untuk menanggulangi krisis ekonomi diperlukan waktu lebih panjang. Jangankan untuk mengangsur utang mereka US$ 25 milyar, buat membiayai APBN saja mereka disubsidi AS US$ 180 juta setahun -- angka imbalan untuk pemakaian Teluk Subic dan Pangkalan Clark bagi pasukan AS di Timur Jauh. Ini sudah disepakati sampai 1989. Betulkah Marcos salah tafsir? Ini masih harus dibuktikan. Seruan Cory pada rakyat memboikot bank pemerintah, media pemerintah, dan bir San Miguel bisa dijadikan batu ujian, khususnya untuk mengetahui daya juang pengikutnya. Dan juga untuk mengukur sampai di mana kharisma kepemimpinan Cory Aquino. Menyadari kondisi yang serba pelik itu, semua pihak yang terjun dalam kancah politik di Filipina kini tampak bertindak sangat hati-hati. Pihak Gereja Katolik, misalnya, masih bersedia berunding dengan Philip Habib. Tapi secara waspada sudah lebih dulu mengisyaratkan bahwa inisiatif rakyat jauh lebih menentukan dari peran yang bisa dimainkan Gereja. Sementara pihak oposisi, khususnya Cory, bisa merupakan motivator yang kuat, tapi tidak punya organisasi yang siap untuk memobilisasi rakyat. Dan, kaum komunis? Mereka terus memperkuat diri dan menunggu peluang emas itu tiba. Faktor-faktor ini mau tak mau memaksa Marcos juga harus berhati-hati. I.S. dan S.O. Manila

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus