Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dibeginikan, dibegitukan dibeginikan, dibegitukan

Dokter rutan salemba, wunardi, yang membuat surat keterangan sakit nur usman sehingga bisa lepas dari tahanan, dicopot menkeh ismail saleh dari jabatannya. dianggap telah melanggar kode etik kedokteran.

22 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKTER Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Wunardi, yang mendadak terkenal karena surat keterangan sakitnya yang menyebabkan Nur Usman bisa lepas dari tahanan, akhirnya kena getah dari perkara itu. Diumumkan Menteri Kehakiman Ismail Saleh di DPR, pekan lalu, Wunardi terpaksa diberhentikan dari jabatannya sebagai dokter Rutan Salemba. Keputusan itu, kata Ismail Saleh, diambil setelah didapat rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) bahwa Wunardi melanggar etik kedokteran: setelah diperiksa MKEK, Wunardi ternyata tidak bisa membuktikan kebenaran surat keterangannya mengenai Nur. Surat keterangan sakit itu, memang, sempat membuat penasaran para penegak hukum. Sejak Oktober tahun lalu, Nur, yang dituduh mendalangi pembunuhan anak tirinya, Roy Bharya, belasan kali menunda sidang dengan alasan sakit dengan bukti surat dokter tahanan. Padahal, Nur, yang sudah ditahan sejak 9 Agustus, harus lepas demi hukum bila perkaranya belum juga selesai disidangkan sampai awal Januari. Kecurigaan pihak kejaksaan dan keluarga Mendiang terhadap surat sakit itu semakin lama semakin menjadi-jadi. Apalagi, seperti dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bob Nasution, ada informasi bahwa Nur tidak sakit -- malah disebutkan bisa berolah raga dan menerima tamu di rumah tahanan. Sementara itu, dr. Mikael Bharya, ayah kandung Roy, yang berhasil mendapatkan hasil laboratorium Nur, mengirimkan pengaduan ke petinggi-petinggi hukum setelah memastikan bahwa terdakwa tidak sakit. Sebaliknya, Wunardi, alumnus Universitas Tarumanegara, bersiteguh bahwa pasiennya itu sakit: menderita penyakit-penyakit berat sekaligus, yaitu pada ginjal, liver, empedu, dan mengidap darah tinggi, serta menderita kekacauan mental. Dokter berusia tiga puluhan itu tetap bertahan dengan pendapatnya, walau tim dokter RSPAD di bawah pimpinan dr. Gani Thaher dan tim dokter RSCM yang dipimpin Prof. Roekmono, yang meneliti keadaan Nur atas permintaan hakim, memastikan terdakwa cukup sehat untuk mengikuti sidang. Kekhawatiran kejaksaan dan keluarga Roy Bharya, menjadi kenyataan. Awal tahun ini, Nur terpaksa dilepaskan dari tahanan, karena masa tahanannya -- sesuai dengan KUHAP -- telah habis sebelum hakim membacakan vonis. "Semuanya itu bisa terjadi akibat ulah Wunardi dan pengacara Nur. Bayangkan, 13 kali ia mengirim surat sakit, bagaimana sidang tidak berlarut-larut," ujar Bob Nasution. Setelah Nur keluar dari tahanan, perkaranya memang jadi lancar. Terdakwa selalu hadir di sidang. Tapi Wunardi kena getahnya. Ia dipanggil MKEK untuk diperiksa berdasarkan permintaan kejaksaan dan Mikael Bharya. Hasilnya: "Dari bukti-bukti yang ada, ia memang telah melanggar kode etik," ujar Ketua MKEK Jakarta, Prof. Judono Marsidi. Pelanggaran itu terbukti karena Wunardi dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan kebenaran keterangannya mengenai keadaan Nur. Sebab itu, Wunardi mendapat teguran keras. Keputusan itu, menurut Judono, ditolak Wunardi. Akibatnya, persoalan bisa terus ke MKEK Pusat. Ketua MKEK Pusat, Prof. W.A.F.J. Tumbelaka, membenarkan bahwa telah mendapat tembusan dari MKEK Jakarta dalam kasus Wunardi itu. Sebab itu, katanya, ia akan mempersiapkan penyidangan lebih lanjut kasus itu di tingkat banding. Jika kesalahan itu memang terbukti, menurut Tumbelaka, pihaknya bisa menjatuhkan hukuman dari yang bersifat teguran sampai ke pemecatan dari keanggotaan ikatan dokter (IDI). Ternyata, sebelum vonis organisasi profesi itu jatuh, vonis Menteri Kehakiman telah jelas: Wunardi dikeluarkan dari jajaran kehakiman dan dikembalikan ke Departemen Kesehatan. Persoalan berikutnya, apa akibat hukum dari pelanggaran etik kedokteran itu dan juga kasus Nur. "Tentunya keputusan MKEK itu akan mempengaruhi proses peradilan Nur, karena surat dokternya bisa dipersoalkan," tambah Menteri Ismail Saleh.. Jaksa Bob Nasution, di tengah kesibukannya mengurus turnamen tinju Piala Presiden Cup, ternyata telah mengambil ancang-ancang. "Kalau keputusan itu sudah saya terima, saya akan konsultasi ke Jaksa Tinggi, untuk menentukan tindakan kami selanjutnya." Jika terbukti surat dokter itu tidak benar, menurut Bob, baik Dokter Wunardi maupun Nur Usman bisa dipidana karena membuat dan menggunakan keterangan palsu di pengadilan. Hanya saja, katanya, ia tidak bisa berbuat banyak dalam soal lepasnya Nur Usman dari tahanan. "Tidak ada dasar hukum untuk membatalkan penahanan luar itu," ujar Bob. Sementara itu, Nur, seperti ketika diwawancarai beberapa waktu lalu, tetap bertahan bahwa ia benar-benar sakit. "Di ginjal dan empedu saya ada batu dan saluran kencing saya membesar," kata Nur. Ia, katanya, bisa lebih berdisiplin menghadiri sidang setelah keluar tahanan hanya karena lebih mendapat perawatan dari dokter. Akan halnya nasib Wunardi, Nur tidak bersedia berkomentar banyak. "Saya tidak mengerti, dan tidak bisa berbuat apa-apa," katanya. Pembela Nur, Hotma Sitompul, mengaku secara pribadi kasihan kepada Wunardi. "Tapi, saya tidak kasihan kepada profesi dokternya. Itu konsekuensinya sebagai dokter," kata Hotma. Kalau pun surat keterangan Wunardi itu salah, menurut Hotma, Nur tidak bisa dipersalahkan. "Ibarat pemilik dan pengendara mobil, Nur Usman itu 'kan pemilik, sementara Wunardi sopir: kalau ada kecelakaan, yang salah ya sopir," kata Hotma. Tapi, "Wunardi 'kan sudah menjalankan tugasnya dengan baik, dan keterangannya benar," tambah Hotma, yang bersama Minang Warman membela Nur. Kedua pengacara itu mengaku tidak bisa diperiksa oleh organisasi profesi mereka, karena keduanya belum tercatat di Peradin dan Ikadin. Sebagai "sopir", sementara ini, memang Wunardilah yang jadi korban. "Mungkin ada yang tidak senang kepada saya, sehingga masalah itu menjadi begini," ujarWunardi di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta. Ia membantah telah dipecat oleh Menteri Kehakiman. "Yang benar, saya tidak di Rutan Salemba lagi. Dulu juga, bukan saya yang minta ke sana, tapi Menteri Kehakiman," ujar Wunardi. Ia tidak bersedia mengomentari keputusan Menteri Kehakiman itu lebih lanjut. "Saya ini orang kecil, gampang dibegini dan dibegitukan. Kalau Nur Usman, 'kan lain," katanya. K.I. Laporan Agus Basri dan Eko Yoeswanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus