Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hak rakyat Inggris dalam menggelar unjuk rasa terancam. Usai insiden Malam Berkabung Sarah Everard, Pemerintah Inggris menyusun regulasi baru yang akan mengubah pelaksanaan dan penertiban unjuk rasa. Adapun hal yang mengancam pelaksanaan unjuk rasa adalah perluasan indikator demonstrasi yang dianggap mengganggu ketenangan publik.
Dikutip dari CNN, rancangan regulasi baru itu menyatakan bahwa menganggu atau tidaknya sebuah unjuk rasa tak lagi melihat jumlah, tetapi tujuan dan gangguan yang disebabkan. Dengan kata lain, unjuk rasa damai dan satu orang pun akan ditertibkan apabila dirasa mengganggu aktivias publik dan menimbulkan kebisingan.
"Kepolisian memerlukan perubahan yang memberikan kami wewenang lebih dalam menertibkan unjuk rasa. Penertiban itu tidak terbatas pada unjuk rasa yang disertai kekerasan, tetapi juga unjuk rasa yang memiliki niat untuk menghentikan aktivitas di perkotaan," ujar Komisaris Polisi Kepolisian Metropolitan London, Cressida Dick, dalam rancangan regulasi, Rabu, 17 Maret 2021.
Beberapa contoh demonstrasi yang dianggap menganggu publik, menurut rancangan terkait, adalah kegiatan yang menimbulkan kebisingan, menghalangi penggunaan fasilitas publik,dan menganggu kegiatan publik baik yang bersifat hiburan maupun professional.
Selain mengatur soal gangguan publik, rancangan regulasi terkait juga mengatur soal perusakan properti pemerintah dan monumen bersejarah. Hal itu secara spesifik mengacu pada perusakan berbagai patung dengan jejak perbudakan pada demo Black Lives Matter tahun lalu.
Warga berkumpul mengenang penculikan dan pembunuhan Sarah Everard di situs peringatan di Clapham Common Bandstand di London, Inggris 14 Maret 2021. REUTERS/Henry Nicholls
Bagi beberapa pihak, regulasi tersebut mengandung banyak pasel karet. Definisi "gangguan publik", walau diperluas, tidak memiliki ukuran yang jelas soal seberapa menganggu. Alhasil, jika regulasi itu disahkan, Kepolisian atau aparat pemerintah bisa sesuka hati menghentikan unjuk rasa yang damai sekalipun.
"Wewenang yang tercantum dalam rancangan regulasi ini bisa dipakai untuk membungkam perlawanan. Demonstrasi Extinction Rebellion ataupun Black Lives Matter mungkin sudah menganggu banyak orang, tapi salah satu tujuannya memang itu (agar warga ingat akan isu yang diangkat)," ujar Diane Abbot, oposisi pemerintah di Parlemen Inggris.
Hal senada disampaikan oleh Steve Peers, Professor Hak Asasi Manusia dari University of Essex. Ia berkata, rancangan regulasi baru itu bisa berujung pada pembungkaman kebebasan berekspresi, apalagi jika sudah menyangkut isu sensitif.
"Ini langkah yang mengejutkan dari Inggris mengingat mereka begitu kritis terhadap bagaimana cara Cina membungkam kebebeasan berpendapat dan unjuk rasa di Hong Kong," ujar Peers menyinggu UU Keamanan Nasional Hong Kong yang membungkam kebebasan berpendapat atau dalih keamanan nasional.
Sekarang, rancangan regulasi itu tengah diperdebatkan di parlemen. Dinamai sebagai The Police, Crime, Sentencing, and Courts Bill 2021, dengan tebal ratusan halaman, regulasi itu sudah dua kali diperdebatkan. Terakhir pada Selasa kemarin.
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Inggris membubarkan paksa Malam Berkabung Sarah Everard pada pekan lalu karena alasan melanggar protokol kesehatan COVID-19 Inggris. Penertiban itu berubah menjadi kerusuhan dan pembubaran paksa karena warga bergeming dan meminta polisi untuk meninggalkan mereka. Apalagi, pembunuh Sarah Everard adalah mantan personil Kepolisian London.
Insiden di London itu menjadi viral karena salah satu polisi tertangkap kamera melumpuhkan dan memborgol perempuan pengunjung acara. Menurut publik, Kepolisian London terlalu berlebihan dalam menertibkan acara berkabung itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Bubarkan Malam Berkabung untuk Sarah Everard, Kepolisian London Dikritik
ISTMAN MP | CNN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini