MULA-mula hotel bertingkat enam yang terletak di Serangoon Road, Singapura, itu bergoyang seperti kena gempa. Lalu mendadak atap bangunannya jatuh, dan lantai demi lantai amblas ke bawah, serta berubah menjadi tumpukan puing. Ia tampaknya juga menjadi sebuah kubur raksasa. Peristiwa mengerikan itu terjadi Sabtu siang pekan lalu, menimpa Hotel New World, sebuah hotel berkapasitas 67 kamar yang di dalamnya terdapat juga sebuah klub malam dan sebuah kantor bank. Musibah terburuk sepanjang sejarah Singapura ini menelan 100 orang penghuninya, yang pada umumnya keturunan India dan Singapura. Di antara korban yang dapat diselamatkan terdapat Jayadurga, seorang wanita asal Madras, India Selatan. Wanita separuh baya yang sedang berlibur di Singapura itu sempat terperangkap dalam puing reruntuhan sebelum diselamatkan regu penolong. "Saya sudah pasrah. Tenggorokan terasa kering, dansaya mengucapkan doa terakhir," ujar Jayadurga, sambil mengusap air matanya. Seorang korban wanita lainnya, Helen Tan Gek Neo, 26, ditemukan pada pukul 02.00 pagi, dengan kedua kakinya terjepit tiang beton. Berkali-kali dia menjerit, meminta agar kakinya diamputasi saja, karena tak bisa menahan sakit. Dengan bujuk rayu dan pertolongan 20 orang regu penolong, Helen dapat diselamatkan tanpa dipotong kakinya, setelah berjuang selama 9 jam. Namun, lebih banyak yang tak tertolong. Karena keadaan medan yang sulit, ada korban ditinggal mati perlahan dihimpit dua balok beton. Tangannya yang berlumur darah masih menggapai lemah. "Saya tak sanggup menolongnya," seru seorang penolong. Wajahnya tak menunjukkan rasa bersalah. Sampai awal pekan ini tercatat 8 orang lagi dapat diselamatkan jiwanya, yang tercatat tewas tujuh orang, sedangkan 59 orang sisanya belum diketahui nasibnya. Regu penolong berjumlah sekitar 500 orang, yang terdiri dari anggota angkatan bersenjata Singapura, dibantu para pekerja sebuah proyek jalan kereta api berkebangsaan Jepang, Korea Selatan, dan Irlandia, masih terus mencari korban reruntuhan. Helikopter, alat derek raksasa, mobil pemadam kebakaran, dan ambulans, serta sebuah alat pendeteksi suara -- yang ternyata rusak -- dipakai dalam operasi penyelamatan itu. Meski demikian, beberapa penonton yang berdiri di dekat lokasi tersebut menganggap, kerja regu penolong lamban. Mereka seolah tak tahu harus berbuat apa. "Lambat sekali kerjanya. Hanya tunggu perintah saja," kata A.S. Veloo, 27, seorang pemilik gedung dekat Hotel New World. Memang, selain dia masih banyak keluarga korban yang kesal melihat tingkah regu penolong itu. Lebih-lebih ketika regu penolong itu berhenti kerja, dan beramai-ramai menyantap roti McDonald yang disediakan gratis. Sebagian besar korban yang masih teruruk diduga tewas. Anthony Ng, 25, yang menunggu nasib ayahnya Ng Khong Lim, 59, salah seorang pemilik Hotel New World, sudah putus asa. "Harapannya tipis," katanya di tengah bau kematian yang menusuk hidung di reruntuhan itu. Di antara para pengunjung, tampak juga Presiden Singapura Wee Kim Wee, PM Singapura Lee Kuan Yew, serta beberapa pejabat tinggi lainnya yang meninJau langsung ke tempat kejadian. "Sistem cut and remove merupakan langkah pengamanan terbaik untuk menyelamatkan para korban," ujar Prof. S. Jayakumar, Menteri Dalam Negeri, menanggapi kritik yang di lontarkan pengunjung, terhadap cara kerjaregu penolong. Penyebab ambruknya bangunan hotel, yang semula bernama New Serangoon Hotel itu, belum jelas benar. Sebuah komisi beranggotakan para hakim tinggi ditunjuk Presiden Wee untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. Sebuah teori menyebutkan, penyebabnya mungkin karena kondisi tanah di daerah Serangoon. Banyaknya galian yang dilakukan di sana diduga merusakkan kondisi tanah di daerah yang dihuni oleh penduduk. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini