Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belum reda situasi konflik yang semakin memanas antara Hamas vs Israel, kini Hizbullah yang merupakan kelompok asal Lebanon juga ikut menyerang Israel. Sehari setelah Hamas melakukan serangan mendadak ke Israel Sabtu, 7 Oktober 2023, Hizbullah ikut menyerang pasukan Zionis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan dari dua kubu baik Hamas maupun Hizbullah tersebut seolah membuat Israel berada di posisi terkepung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan saling serang tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Hizbullah dan Hamas diketahui sama-sama didukung Iran serta memiliki tujuan yang sama yakni menghancurkan Israel. Lantas, apa beda Hizbullah dan Israel?
Perbedaan Hizbullah dan Hamas
Mengutip Fox News, Hamas dan Hizbullah pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni ingin menghancurkan Israel. Namun, keduanya memiliki perbedaan.
Hamas adalah kelompok Palestina yang dibentuk pada 1987 dan berbasis di Gaza. Hamas juga ditetapkan sebagai Organisasi Teroris Asing (FTO).
Sementara itu, Hizbullah adalah kelompok militan Lebanon yang tercipta pada 1982 dan berbasis di Lebanon Selatan. Keduanya sama-sama didukung oleh oleh Iran.
Meskipun kedua kelompok memiliki misi yang sama untuk memberantas Israel, namun Hamas memiliki fokus utama untuk kemerdekaan Palestina. Sedangkan Hizbullah memiliki tujuan yang lebih luas untuk mendukung misi Iran.
Perbedaan lain dari Hamas dan Hizbullah adalah dari segi aliran Islam yang dianut. Hamas sebagian besar menganut Islam aliran Sunni. Sedangkan Hizbullah menganut Islam aliran Syiah. Untuk lebih jelasnya mengenai perbefaan Hamas dan Hizbullah, berikut profil singkat kedua kelompok tersebut.
Profil Hamas
Hamas merupakan akronim dari Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyyah yang artinya “Gerakan Perlawanan Islam”. Kelompok ini didirikan pada tahun 1987 dan berbasis di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Kelompok ini menentang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dalam konflik Israel-Palestina. Hamas bertujuan mendirikan negara Islam merdeka di Palestina.
Sebelum berdirinya Hamas, aktivis Ikhwanul Muslimin mendirikan jaringan amal, klinik, dan sekolah di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki oleh Israel setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Awalnya, kegiatan Ikhwanul Muslimin berjalan tanpa kekerasan, tetapi beberapa kelompok kemudian mulai menyerukan jihad melawan Israel.
Puncaknya pada Desember 1987, terjadi pemberontakan melawan pendudukan Israel. Itulah cikal bakal awal didirikan Hamas. Hari itu juga menjadi Infadah Palestina pertama.
Pada 1993, Hamas melakukan serangan teror bom bunuh diri dan menolak perjanjian perdamaian antara Israel dan PLO.
Setelah konflik meningkat pada awal 2000-an, Hamas mengalami perubahan dalam pendekatannya terhadap perdamaian. Mereka bahkan mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif pada tahun 2006 dan menyatakan kesediaan untuk mendukung solusi dua negara berdasarkan perbatasan pra-1967.
Namun, protes dan kekerasan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 serta konflik berdarah antara Israel dan Hamas pada tahun 2021 menunjukkan ketegangan berkelanjutan dalam konflik Israel-Palestina.
Teranyar, Hamas melakukan serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023 dan memicu serangan balik dari pihak Israel.
Profil Hizbullah
Hizbullah merupakan partai politik dan kelompok militan Muslim Syiah yang berbasis di Lebanon. Hizbullah didirikan setelah revolusi Islam di Iran pada 1979 dan invasi Israel ke Lebanon pada 1982.
Tujuan awal Hizbullah adalah mengusir Israel dari Lebanon dan mendirikan republik Islam di sana. Mereka bermarkas di wilayah Syiah Lebanon.
Sepanjang tahun 1980-an Hizbullah terlibat dalam serangan terhadap Israel dan berperang dalam perang saudara di Lebanon (1975–1990), berulang kali berselisih dengan Amal. Ketika itu, Hizbullah diduga terlibat dalam serangan teroris termasuk penculikan dan pemboman mobil, yang sebagian besar ditujukan terhadap warga Barat, namun juga membangun jaringan layanan sosial yang komprehensif bagi para pendukungnya.
Setelah perang saudara berakhir pada 1990, Hizbullah mengubah retorikanya dan manifesto terbarunya menegaskan dukungannya untuk demokrasi yang mewakili persatuan nasional.
Meskipun terus melakukan kampanye gerilya melawan Israel di Lebanon Selatan, Hizbullah menjadi salah satu dari sedikit kelompok milisi yang tidak demobilisasi setelah perang saudara dan justru mendukung Suriah.
Pada 2006, mereka terlibat dalam konflik besar dengan Israel, yang mengakibatkan kematian banyak warga Lebanon. Ketika lingkungan politik berubah, ideologi dan retorika Hizbullah pun berubah.
Pada 2009, meski terus menyerukan perlawanan terhadap Israel serta dukungan terhadap Iran, manifesto terbarunya membatalkan seruan pembentukan republik Islam di Lebanon dan menegaskan pemerintahan idealnya adalah demokrasi yang mewakili persatuan nasional dan bukan kepentingan sektarian.
Sementara itu, Hizbullah menjadi salah satu dari sedikit kelompok milisi yang tidak dilucuti senjatanya oleh Suriah pada akhir perang saudara. Ketika Lebanon terpecah menjadi faksi-faksi yang mendukung atau menentang keterlibatan Suriah di negara tersebut, Hizbullah dengan tegas lebih memilih Suriah .
Dikutip dari Reuters, Hizbullah semakin kuat setelah berpartisipasi dalam perang di Suriah pada 2012 untuk mendukung Presiden Bashar al-Assad.
Pada pemilihan legislatif Lebanon pada 6 Mei 2018, blok politik yang mendukung Hizbullah memenangkan mayoritas kursi, yang pertama kalinya mereka menjadi dominan secara politik.
Meskipun demikian, Hizbullah tidak memiliki kendali langsung atas posisi penting di kabinet karena dianggap sebagai organisasi teroris oleh beberapa negara, yang dapat mengancam pendanaan internasional bagi Lebanon.
RIZKI DEWI AYU | TEMPO | FOX NEWS