Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sampai kapan najibullah bertahan ?

Ratusan anggota mujahidin terbunuh. dua tentara pakistan ditangkap pemerintah afhanistan. mujahidin belum berpengalaman dalam perang terbuka. di lapangan para komandan mujahidin sering tidak akur.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI ini sebuah anekdot perang, tapi anekdot berdarah. Setelah berhari-hari bertempur di tengah gigitan musim dingin yang menyakitkan, Jumat pekan lalu menyelusup kabar di antara Mujahidin yang mencoba menerobos bandar udara Jalalabad. Yakni, bahwa pasukan pemerintah yang menjaga bandar itu sudah kabur. Tak pelak lagi, dengan senjata terhunus, para pejuang Mujahidin itu langsung menghambur ke bandar udara yang mendadak senyap. Mereka bersorak. Mereka tak lagi berpikir soal risiko. "Hidup Islam! Hidup Islam!" teriak mereka. Lalu terdengarlah tratatatat dan gleger-gleger senapan mesin dan meriam. Lalu tubuh-tubuh itu tumbang ke tanah. Sekitar 500 pejuang Islam jadi korban kabar angin -- jebakan perang yang rupanya diabaikan oleh Mujahaidin. Tentara rezim Kabul bukannya lari. Mereka memang diperintahkan ngumpet di tempat-tempat strategis, lengkap dengan senjata mereka, termasuk peluncur-peluncur roket dan tank. Maka, para pejuang yang sudah kalap itu jadi sasaran kelewat empuk. Itu hanya sebuah ilustrasi bahwa tampaknya perang saudara ini masih akan makan waktu: di satu pihak Mujahidin yang pantang mundur, di lain pihak tentara rezim Kabul yang menang siasat dalam perang terbuka. Semsntara itu, ada soal lain yang bisa membuat api perang berkobar dahsyat. Yakni terlibatnya Pakistan dalam perang ini. Yuri Vorontrov, duta besar Soviet di Afghanistan yang juga deputi menteri luar negeri, pekan lalu bilang, "Perang di Afghanistan bisa berkembang menjadi perang Afghanistan melawan Pakistan." Kini terlibatnya Pakistan bukan sekadar tuduhan. Rezim Kabul, konon, punya bukti-bukti. Sejumlah prajurit dan perwira militer Pakistan dan AS, menurut versi pemerintah Afghanistan, telah dibunuh dan ditangkap sejak meletusnya perang besar di Kota Jalalabad tiga pekan lalu. Mereka, katanya, bukan cuma penasihat, tapi juga ikut memimpin pertempuran. Minggu pekan lalu, pemerintah Afghanistan bahkan mempertontonkan dua tawanan berkebangsaan Pakistan, bernama Mohamad Ashraf dan Mohamad Afzal. Kepada wartawan asing di Kabul yang diizinkan mewawancarai mereka, kedua tawanan itu mengaku sebagai prajurit Pakistan yang diberi tugas khusus dalam wilayah Afghanistan. Ashraf, 25 tahun, mengaku berpangkat sersan dari cabang khusus di Resimen Balukistan, yang bertugas melatih para pejuang Mujahidin di dekat Kota Kandahar. Sedangkan Afzal berpangkat sersan dari depertemen penelitian kriminal kepolisian Pakistan, yang diperbantukan di dinas intelijen militer. Dia ditugaskan mengajak pewira Afghanistan agar mau membelot. Pengakuan kedua tawanan itu tak cuma sampai di situ. Mereka juga bilang bahwa mereka menjalankan tugas dengan setengah hati. Sebab, kata Ashraf, pemerintah Pakistan anti-Islam dan dikuasai militer. Karena itu, mereka tak mau kembali ke Pakistan. Di balik pengakuan terakhir itu jelas tersimpan muslihat politik. Kedua tawanan itu tak cuma dimanfaatkan untuk menyerang Perdana Menteri Benazir Bhutto. Tapi juga untuk menarik simpati rakyat Afghanistan. Sejak dua tahun lalu, para penguasa di Kabul bekerja keras untuk meyakinkan rakyatnya bahwa mereka memerintah berdasarkan ajaran Islam. Tapi seberapa jauh ramalan (atau ancaman) Vorontsov bakal terwujud? Sulit ditebak. Yang jelas, ternyata kekuatan dan kecerdikan pejuang Islam Afghanistan tak cukup buat merebut Jalalabad dalam waktu singkat. Sejak perang meletus tiga pekan lalu, pihak Mujahidin belum memperoleh kemajuan berarti. Memang berat bagi Mujahidin untuk menghadapi pemerintah dalam perang terbuka. Meski mereka ulet dan berbahaya dalam perang gerilya di gunung-gunung dalam kelompok-kelompok kecil, dalam perang terbuka para pejuang itu kurang berpengalaman. Boleh dibilang, satu-satunya taktik yang mereka ketahui adalah pokoknya maju terus sambil menghamburkan amunisi. Runyamnya lagi, mereka juga sulit diatur dalam sistem komando bersama. Gerakan-gerakan mereka polos, gampang ditebak atau dijebak. Jadi, tak aneh kalau sampai sekarang Ahmad Syah Massoud, si Singa dari Lembah Pansir, komandan pasukan yang garang dan cerdik, toh belum mampu menguasai jalur Salang -- jalur suplai utama Soviet-Afghanistan. Padahal, jalur itu adalah sasaran pertama yang diincar Mujahidin. Apa boleh buat, Mujahidin memang untuk sementara baru bisa bertumpu pada semangat dan senjata. Mereka kekurangan tenaga perwira yang menguasai ilmu perang modern. Mereka memang menolak memakai bekas perwira tentara pemerintah yang membelot. Mereka juga sulit akur. Pekan lalu, kabar dari medan tempur di Jalalabad menyebut bahwa kelompok-kelompok gerilya besar di barat dan selatan Jalalabad belum mau ikut bertempur. Juga, para komandan lapangan Mujahidin sering konflik dengan para penasihat militer dari Pakistan, terutama dalam soal penyusunan siasat tempur. Pihak Mujahidin sering berkeras bahwa prajurit pemerintah bisa dihancurkan lewat serangan habis-habisan. Sedangkan pihak Pakistan menginginkan agar setiap serangan dilakukan berdasarkan teori perang modern yang tampak lebih lamban. Dalam situasi seperti itu, seperti terbetik kabar resmi dari Moskow, tentara pemerintah Afghanistan juga dilengkapi Scud, rudal jarak pendek mutakhir yang masih jadi unggulan Soviet, yang dalam perang terbuka jadi saingan Stinger AS andalan Mujahidin. Tapi di luar medan perang, dalam diplomasi politik, tampaknya angin berpihak kepada para pejuang muslim itu (lihat OKI di Belakang Mujahidin). Akankah perang saudara ini akan melibatkan negara. Iain secara terbuka?Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum