Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua puluh tahun di pucuk tertinggi junta militer, Than Shwe turun gunung pada 2011—dengan segala misteri yang menyelimutinya. Than Shwe menarik diri dari dunia ramai, tapi bayangan orang mengenai pensiunan perwira tinggi yang senantiasa menyisir rambutnya licin-licin ini tak lekas buyar. Bahkan ia dikabarkan masih "berkuasa" di belakang layar.
Dua pekan lalu, atas prakarsa salah seorang cucunya, ia bertemu dengan kampiun pemilihan umum pada 8 November lalu, pemimpin Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD), Aung San Suu Kyi. Dari pertemuan keduanya yang hanya disaksikan cucu sang purnawirawan, Jenderal Nay Shwe Thway Aung, itu muncul pernyataan yang mengejutkan: "Kenyataannya, dia akan menjadi pemimpin negeri ini," kata Than Shwe kepada cucunya. "Dan, dengan segala upaya, saya akan mendukungnya."
Pada usia 82 tahun, dunia tempat Than Shwe berpijak telah banyak berubah. Dulu, pada 1990, junta militer yang dipimpinnya menganggap angin kemenangan mutlak NLD—menyapu 52 persen suara—dalam pemilihan umum, seraya mengenakan status tahanan rumah kepada Suu Kyi. Kini, dua "musuh politik" itu bertemu dalam suasana yang berbeda sama sekali.
Sikap "rendah hati" juga telah menggantikan arogansi junta militer. Pada hari pemilihan, melihat derasnya dukungan kepada NLD dan minimnya suara yang ditujukan kepadanya, partai pemerintah, Partai Solidaritas Persatuan dan Perkembangan (USDP), cepat memberikan ucapan selamat kepada NLD dan Suu Kyi.
Sekalipun mengantongi suara mayoritas, Suu Kyi dan partainya akan menempuh jalan yang panjang dan berliku. Dalam "pertempuran kedua", mereka menghadapi hegemoni militer yang dikukuhkan konstitusi 2008: tanpa dipilih, militer berhak atas 25 persen kursi di parlemen dan mengisi posisi strategis di kementerian.
Bagi Suu Kyi sendiri, tak ada jaminan bahwa kemenangan gilang-gemilang ini bakal mengantarkannya ke kursi kepresidenan Myanmar. Konstitusi secara khusus menyebut larangan bagi calon presiden yang pasangan hidup atau anaknya bukan warga negara Myanmar—syarat yang tak mungkin dipenuhi Suu Kyi karena dua putranya warga negara Inggris.
Tak jelas benar apakah pernyataan Than Shwe di atas mengisyaratkan kemungkinan perubahan konstitusi. Yang terang, kemungkinan untuk "bekerja sama saling menguntungkan" telah terbuka jika Than Shwe menggunakan pengaruhnya di parlemen yang dikuasai kaum militer itu. Diakui atau tidak, suasana demokratis dalam politik Myanmar dalam beberapa tahun belakangan membuka peluang untuk mengungkit kembali dosa dan kesalahan rezim terdahulu. Pemerintah junta militer di bawah Than Shwe terkenal represif, banyak memberikan fasilitas kepada kroni junta, dan tak peduli terhadap warga miskin Myanmar.
Pada pengujung 2007, sebuah video rekaman acara pernikahan Thandar Shwe, salah seorang putri Than Shwe, di ibu kota, Yangon, tiba-tiba beredar di kalangan umum. Pemerintah sangsi terhadap keaslian video itu. Tapi, dari para tamu yang hadir, jelas sekali mereka bagian dari keluarga kabinet dan kroni junta. Thandar mengenakan gaun pengantin bertatahkan berlian. Pesta pernikahan tersebut ditaksir menelan biaya US$ 300 ribu—tiga kali lipat anggaran kesehatan negeri itu. Diperkirakan pula Thandar dan pasangannya menerima hadiah senilai US$ 50 juta dari para pengunjung.
Pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang tampaknya merupakan warna yang dominan dalam pemerintahan Than Shwe yang bertahan hingga dua dasawarsa itu. Dalam buku Than Shwe: Unmasking Burma's Tyrant karya Benedict Rogers, Than Shwe dilukiskan sebagai sebuah misteri. Ia tak terlalu pintar, tapi dapat bertahan lama dengan kekuasaan yang begitu melimpah karena konsensus di kalangan elite.
Masa lalu yang kelam, di bawah kediktatoran, tampaknya akan menghantui pemerintah-pemerintah baru yang terpilih secara demokratis. Sekalipun Suu Kyi akhirnya berhasil menduduki kursi kepresidenan, ia pun akan menghadapi kenyataan ini.
Idrus F. Shahab (The Washington Post, The Economist, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo