Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panggilan mereka mirip tokoh kartun, Marcola, Macarrao, dan Starfruit. Namun, apa yang me-re-ka lakukan sejak Jumat sampai Selasa dua pekan lalu sangat jauh dari lakon banyolan. Tiga orang ini disi-nyalir pejabat Brasil menjadi otak kerusuhan lima hari di Sao Paulo. Kerusuh-an dengan 137 orang tewas, 53 terluka.
Marcola adalah panggilan Marcos -Wi-l-lians Herbas Camacho, pimpinan First Command of the Capital atau PCC, gem-bong mafia paling ditakuti di nege-ri- itu. Ia menguasai sebagian besar ja-ringan penjara Sao Paulo. Geng ini faksi utama penjahat yang terorganisasi rapi.
Kekuatan mereka terbukti pekan la-lu-. Dari balik terali ia menelepon, dan kota paling penting di Brasil dan terbesar di Amerika Selatan itu jatuh ber-lu-tut. Bra-sil, terutama kota nomor dua ter-be-sarnya, Rio de Janeiro, sudah se-ring me-rasakan keganasan gangster itu-.- Namun,- peristiwa Sao Paulo menyi-rat-kan kemampuan mereka yang lebih- dahsyat. Kerusuhan meletus ketika pe-nguasa negara itu memindahkan 756 na-ra-pidana yang punya hubungan dengan para bandit.
Mereka dipindahkan ke penjara de-ngan- pengamanan lebih ketat di Presidente Bernardes, sekitar 560 km dari Sao Paulo. Di penjara itu mereka terisolasi, kehilangan hak istimewa dan kemerdekaan seperti yang mereka dapat di penjara biasa selama ini.
Pemerintah memindahkan mereka- ka-re-na tercium kabar adanya upaya pemberontakan di penjara pada malam men-jelang Hari Ibu yang jatuh pada Sabtu 14 Mei, yakni ketika keluarga ramai berkunjung. Tapi kelompok PCC yang berkeliaran di luar penjara ternyata ber-aksi lebih cepat. Kamis malam, sejumlah bandit, lengkap dengan granat dan senjata laras panjang, menyerang kantor polisi dan membunuh tiga petugasnya.
Di akhir pekan, mereka muncul lagi, meng-gempur dengan sejumlah bom, lalu pergi dengan meninggalkan 52 orang te-was. Pada Ahad, mereka mengebom 11 bank dan pusat belanja, serta membakar- lebih dari 80 bus. Sao Paulo, kota berpenduduk 19 juta dan pusat industri dan keuangan Brasil itu pun lumpuh.
Rumor bandit akan menyerang lagi pa-da- Senin beredar di internet. Sekolah-, kantor, dan pusat bisnis tutup lebih cepat. Senin sore jalanan macet karena orang pulang dalam waktu yang bersamaan. Malam harinya, megalopolis yang biasa ramai itu mendadak seperti kota mati. Orang-orang memilih berdiam di rumah.
Sergio Mazina, wakil ketua lembaga- studi Presiden Institut Brasil di bidang- kri-minal, mengatakan, peristiwa menge-rikan itu belum pernah terjadi dalam se-jarah negara itu. ”Ini menjadi peringat-an penting bagi Sao Paulo, juga Brasil,” katanya.
Ketika diangkat menjadi Presiden Bra-sil pada 2003, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva berjanji akan meningkatkan ke-amanan dan memperbaiki kondisi sosial yang dipercaya menjadi penyebab suburnya perkembangbiakan geng-geng bandit. Di negara ini, Anda bisa melihat ”keajaiban” dunia. Orang paling miskin tinggal tak jauh dari rumah gedongan dan kondominium menakjubkan. Kedai milik penjaja jalanan, mirip dengan warung di negara paling miskin di dunia, berdempetan dengan pusat belanja mewah yang bisa ditemukan di New York atau London.
Debat sengit melebar. Banyak perta-nyaan muncul soal kejahatan, korupsi, dan isi penjara yang melampaui kapasitas. Garis keras menyarankan serangan balasan, tapi kaum liberal mengatakan tak akan ada perubahan jika pemerintah tidak memperbaiki kondisi sosial dan ketimpangan ekonomi.
Pertanyaannya bukan pada apa yang harus dikerjakan, tapi bagaimana mela-kukannya. Hitungan kasar menunjukkan sepertiga dari penjara Brasil berada di Sao Paulo. Sebanyak 800–1.000 narapidana dipenjara tiap bulan. ”Satu penjara harus dibangun tiap 15 hari untuk menampung narapidana baru sebanyak itu,” kata Mazina.
Apa pun yang akan dilakukan, PCC sulit ditumpas. Kelompok ini menguasai sebagian besar dari 109 penjara di Sao Pau-lo. Renato Simoes, anggota komisi- hak asasi manusia yang mengikuti per-kembangan grup itu mengatakan, kelompok itu akan terus menantang ne-ga-ra jika wilayah ”kerajaan” mereka-—penjualan obat terlarang, perampokan bersenjata, dan bisnis penculikan—digang-gu. ”Ini pertarungan kekuasaan,” ka-tanya.
Rumor beredar bahwa Gubernur Sao Paulo, Claudio Lembo, bernegosiasi de-ngan kelompok penjahat untuk meredam kerusuhan. Orlando Mota Junior yang biasa dipanggil Maccarao ikut dalam ta-warmenawar itu. Dia salah satu dari pemimpin PCC, persis di bawah Marco-la-. Maccarao dipenjara 48 tahun enam bulan karena merampok, mencuri, me-la-kukan jual-beli barang curian, dan -membentuk kelompok bandit.
Selasa lalu, bersamaan dengan saat pe-merintah bertemu beberapa anggo-ta- PCC, pemberontakan dan serangan ber-henti. Dari balik penjara, Maccarao mengangkat telepon, memerintahkan -ke-onaran dihentikan. Ribuan pendukung setianya mengikuti perintahnya.
Di antara sejumlah permintaan yang di-ajukan Maccarao—dan ini kabarnya sudah disetujui—adalah polisi antihuruhara tidak akan masuk ke penjara yang melakukan pemberontakan. Pembatas-an pada anggota PCC di penjara, seperti larangan kunjungan dan keluar dari sel mereka, harus dihapus.
Jika ini benar, dugaan bahwa PCC punya kekuasaan langsung di dalam dan di luar penjara makin nyata. Ini menunjukkan kondisi Brasil, terutama di Rio de Janeiro, yang menyeramkan: kekuasaan di tangan para gangster. ”Situasi sudah berubah,” kata Bruno Pase Manso, yang meneliti organisasi kejahatan itu. Ia menyalahkan pemerintah yang melakukan tawar-menawar dengan bandit. ”Jika sa-ya seorang bandit, saya akan berga-bung dengan PCC segera karena mereka punya kekuatan,” katanya.
Pejabat negara membantahnya. Mere-ka mengakui adanya pertemuan antara- pengacara, tiga polisi senior, petugas pengadilan dan penjara, Marcola dan pe-mimpin geng lainnya. Pertemuan itu dilakukan untuk meyakinkan keluarga Marcola bahwa ia dan pemimpin lainnya tidak dalam keadaan bahaya.
PCC dibentuk pada 1993 setelah polisi antihuru-hara memadamkan pembe-rontakan di penjara paling buruk, Ca-randiru di Sao Paulo. Ketika itu 111 tahanan terbunuh. Geng itu tumbuh lam-ban pada awalnya. Kemajuan pesat terjadi ketika Marcola memimpin pada 2002.
Pemerintah Brasil pernah berusaha me-matikan kelompok itu. Tapi terlambat karena kelompok itu kadung punya kekuatan. Pada 2001, mereka membuat keonaran di 29 penjara. Pada 2003, kelompok itu memerintahkan pembunuh-an Machado Dias, seorang hakim yang mengirim anggota mereka ke penjara -de-ngan pengamanan superketat.
Sejak berdiri, tujuan grup ini sudah- jelas. Mereka tidak hanya berjuang un-tuk- mendapatkan kondisi lebih baik. Me-reka juga memberi dukungan dan pe-layanan pada tahanan dan mengaktif-kan kejahatan di luar penjara. Anggota-nya wajib membayar uang bulanan. Jum-lahnya ditentukan sekian persen dari pendapatan mereka dari kejahatan. Pendapatan mereka diperkirakan mencapai US$ 467 ribu atau sekitar Rp 4,203 miliar tiap bulan.
PCC punya ambisi politik meski tak pernah dinyatakan jelas. Motto mere-ka adalah kebebasan, keadilan, dan per-damaian. Sebelum pemilihan umum 2002, dan juga tahun ini, mereka pernah menga-takan ingin membiayai kandidat meski tak ada calon yang pernah meng-akui menerima uang mereka.
Lawan Lula da Silva pada pemilih-an- pre-siden, Oktober mendatang, be-kas Gu-bernur Sao Paulo, Geraldo Alckmin,- mencibir pemerintah yang tak bisa mengatasi mafia. ”PCC tidak ingin menguntungkan salah satu kandidat. Mereka pintar dan tahu banyak. Mere-ka mengerti kalau penguasa lebih ren-tan dalam masa pemilihan.” Kata Bruno Paes Manso, ahli soal PCC dan penulis buku The X man: A Look Into Soul of The Sao Paulo Assassin.
Jika para gembong mafia itu bermaksud membuat malu calon presiden, mere-ka sukses. Geraldo Alckmin, bekas Gubernur Sao Paulo, yang mundur Maret lalu karena mencalonkan diri menjadi presiden, mendapat tamparan keras.
Jajak pendapat harian The Folha de Sao Paulo menunjukkan 37 persen- rakyat- mencela pemerintah. Ada 39 per-sen responden mencerca Presiden Lula, dan 55 persen menyalahkan petugas -pe-ngadilan. Hasil itu tidak mengejutkan.- Walter Maierovitch, mantan petugas senior keamanan penjara Sao Paulo, me-nga-takan: ”Negara sekarang menjadi ta-hanan PCC.”
Leanika Tanjung (Reuters, Financial Times, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo