Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengejar target setelah taiso

Suasana kerja dan kondisi buruh perusahaan elektronika pt. national gobel. berpatungan dengan pma jepang matsushita. kesejahteraan untuk para buruhnya diperhatikan. (eb)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA sirene itu meraung keras tepat pada pukul 07.55. Para buruh yang berseragam biru muda dengan cepat membentuk kelompok, berjajar rapi bagai pasukan yang akan apel pagi. Dari corong pengeras suara terdengar irama lagu senam pagi. Dan semua yang hadir, dari buruh, pegawai staf sampai pimpinan PT National Gobel -- yang membentuk barisan tersendiri -- segera melakukan senam bersama (taiso) lima menit. Acara berikutnya pembacaan tujuh prinsip perusahaan, antara lain: "Berbakti pada negara melalui industri" serta "Bersyukur dan berterima kasih". Segera sesudah itu terdengar irama mars perusahaan. Disusul penjelasan pengawas pabrik pada masing-masing kelompok tentang tugas mereka hari itu. Ada juga kesempatan bagi salah seorang buruh untuk mengemukakan saran lisan pada teman-temannya. Tiap hari kerja pemandangan seperti itu bisa dijumpai di pabrik PT National Gobel yang terletak di Jalan Raya Jakarta-Bogor. Tepat pukul 11.45 sirene meraung lagi. Para buruh berlarian ke ruang cafetaria, untuk makan siang gratis. Menu hari itu: sayur asam, tumis kangkung dan rendang telur yang bisa ditukar dengan ikan goreng. Nasi disediakan tak terbatas. Pagi hari sebelum kerja para buruh mendapat segelas susu ditambah sepotong roti manis. Berbagai slogan menghias kompleks pabrik yang luasnya 16 hektar itu. Di halaman depan terpasang poster yang berbunyi: "Memberi saran secara aktif berarti anda kreatif". Sedang yang di dinding ruang makan berbunyi: "Motto 1981: Tingkatkan rasa tanggung jawab terhadap perkataan, perbuatan dan perencanaan." Yang sangat mengesankan adalah keadaan kompleks pabrik yang sangat bersih. "Kami memang menanamkan rasa disiplin yang tebal pada buruh," kata Thomas Uly, Direktur PT National Gobel. Buruh yang membuang puntung rokok bukan di tempat yang disediakan akan didenda Rp 250. Bagi pegawai staf dendanya lebih besar: Rp 25.000 Bagi anggota direksi Rp 250.000 dan anggota komisaris Rp 1 juta. Tidak terlihat buruh pria yang berambut gondrong. Itu termasuk larangan perusahaan. Salah satu hal lain yang bisa mengakibatkan denda adalah menambah nasi tapi kemudian menyisakannya. Jaminan sosial Gaji buruh terendah Rp 28.600 dan yang tertinggi untuk jabatan kepala seksi sekitar Rp 160.000 (untuk 20 hari kerja). "Kami tak mempunyai buruh harian, semua bulanan," ujar Thomas Uly. Menurut dia, di perusahaannya karyawan dianggap partner pimpinan. Buruh yang telah bekerja 5 tahun mendapat hadiah saham perusahaan yang bernilai nominal Rp 1.000 (saat ini nilai nyatanya Rp 13.200). "Itu saham langsung Pak Gobel," kata Thomas. Moh. Gobel adalah Komisaris Utama perusahaan yang mempunyai sekitar 3.000 buruh itu. Poliklinik disediakan buat para buruh. Biaya perawatan rumah sakit ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Seluruh pekerja dimasukkan Astek dan Asuransi Kecelakaan. Tiap tahun selain hadian Lebaran, para buruh mendapat bonus 3 bulan gaji. Tiap musim haji, sekitar 10 buruh menunaikan ibadat haji dengan biaya perusahaan. Buruh yang terlambat datang akan ditegur atasannya. Yang datang lebih pagi mendapat hadiah uang Rp 350. Kalau selama seminggu teratur datang lebih pagi dan pulang tepat jam bubar (pukul 16.00) akan mendapat tambahan Rp 500. Sabtu dan Minggu seluruh buruh libur, kecuali bagi yang lembur. "Di sini tenang, tidak ada pertikaian masalah perburuhan," kata Thambrin Mosii, Ketua SB Elektronika Basis PT National Gobel. Basis buruh di sana berdiri sejak 1974. Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ada sejak 1978. Toh tenang tidak selalu berarti tidak ada keluhan. "Kalau tentang kesejahteraan sosial kami puas, cuma gaji yang tidak cukup," kata seorang buruh. Ia tidak tahu tatkala ditanya siapa ketua serikat buruh di perusahaannya. "SB itu malah menjadi intel perusahaan untuk menekan upah kami," tambahnya. "Perusahaan seolah-olah memaksa diri ingin mengejar target," cerita buruh lain yang telah bekerja 3 tahun di PMA Jepang (Matsushita) itu. Akibat bekerja terburu-buru sering terjadi kecelakaan kecil, yang untung mendapat santunan perusahaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus