Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sekarang bukan lagi kemurnian...

Deng xiaoping mencanangkan 4 modernisasi dan politik pintu terbuka. dengan diperkenalkannya liberalisasi ekonomi banyak hal yang berlawanan dengan maois. (ln)

1 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Membuat beberapa orang jadi kaya, untuk kemudian membawa orang banyak ke kemakmuran, secara ideologis benar (Deng Xiaoping). BEBERAPA tahun terakhir ini RRC terus-menerus menghidangkan berita "Politik Pintu Terbuka". Tak banyak yang menyadari, perkembangan itu merupakan bagian dari proses perubahan mendasar di sana. Para pengamat berpendapat, pengaruh proses yang sedang berlangsung itu akan membekas untuk masa panjang. Perubahan itu oleh para pemimpin sepeninggal Mao Zedong memang dimaksudkan sebagai bekal negara adikuasa itu menjelang abad ke-21. Dinamo gerakan pembaharuan itu bernaung di bawah slogan Empat Modernisasi (Si Xiandaihua): modernisasi pertanian, ini dustri, ilmu pengetahuan/teknologi, dan pertahanan nasional. Gagasan yang dicetuskan Almarhum Zhou Enlai di depan Kongres Rakyat Nasional ke-4, Januari 1975 baru dimulai secara konkret setelah Mao Zedong meninggal, tergulungnya "Komplotan Empat", dan berakhirnya pertarungan politik antara kaum moderat dan radikal. Dalam sidang pleno ke-3, Desember 1978, Komite Sentral PKC mengumumkan bahwa perjuangan kelas tidak penting lagi. "Kalau Cina ingin maju, itu harus diganti dengan modernisasi," kata Deng Xiaoping, orang kuat RRC, yang menganjurkan rakyat Cina mencari kebenaran dari fakta (shishi quiushi), dan bukan dari ideologi ataupun politik. "Ukuran sukses adalah kemampuan berproduksi, bukan lagi kemurnian sosialis." Sejak sidang pleno PKC ke-3 itu, konsep manajemen industri dan etik kerja baru disebarkan ke seluruh pelosok negara. Buruh, yang dulu takut dicap borjuis, diajari bahwa mengabdi pada diri sendiri sama dengan mengabdi rakyat. "Jadilah kaya dengan bekerja," bunyi sebuah slogan. Petani, golongan mayoritas di RRC, diberi pelajaran etik modernisasi yang diwujudkan dengan diperkenalkannya sistem responsiblhtas. Bagaimana empat modernisasi dalam kenyataan sehari-hari masyarakat Cina? Koresponden TF.MPO di Tokyo, Seiichi Okawa, mengunjungi Shenzhen (salah satu daerah ekonomi khusus), Kanton, Chongqing, Beijing, dan pedalaman RRC, Juli lalu. Laporannya: Bersama tiga daerah istimewa lain, Zhuhai dan Shantou di Provinsi Guangdong serta Amoy di Fujian, Shenzhen yang terletak tak jauh dari Hong Kong merupakan "kelinci percobaan" untuk menggaet modal asing. Dengan areal seluas 327,5 km persegi, Shenzhen adalah yang termodern, terluas, dan termaju dibanding daerah istimewa lain. Sejak didirikan, Agustus 1980, Shenhen telah menarik 2.500 perusahaan asing. Jumlah modal yang mereka tanam sekitar HK$ 13,2 milyar - HK$ 12,8 milyar di antarana sudah berjalan. Perusahaan perusahaan asing itu bergerak di bidang perhotelan, perkantoran, katering, perumahan, pariwisata, dan perakitan radio. Untuk mengimbau lebih banyak investor, bermacam peraturan longgar diberlakukan KRC. Misalnya, tax holiday dan sewa tanah yang murah. Tak heran bila di Shenhen denyut pembangunan sangat terasa. Di sana sini bermunculan gedung-gedung tinggi yang tengah atau selesai dibangun sebagian besar untuk perumahan buruh yang datang dari segala provinsi. Ada juga gedung-gedung mewah untuk dijual kepada para kapitalis Cina perantauan yang ingin menghabiskan sisa hidupnya di negeri leluhur. Harga unit rumah mewah itu antara US$ 65.000 dan US$ 157.000. Orang asing yang bekerja di Shen:hen, orang Cina yang tinggal di luar negeri dan mereka yang berdarah Cina diperkenankan membeli rumah-rumah yang dikerjakan perusahaan patungan RRC-Hong Kong itu. Sampai akhir Juli lalu, 90% dari unit rumah mewah itu telah terjual - kebanyakan dibeli kapitalis-kapitalis Hong Kong. Apakah ada orang Indoncsia keturunan Cina yang menginvestasikan modal di sini? "Kami belum pernah menandatangani kontrak dengan orang Indonesia keturunan Cina," jawab Zheng Shaomin, wakil manajer biro penerangan dan negosiasi Pengembangan Daerah Ekonomi Khusus Shenien. Tapi ia mengakui, ada beberapa orang Indonesia yang datang berunding dan mencari keterangan. TIDAK seperti kapitalis Hong Kong, yang umumnya mendirikan pabrik, orang Cina Indonesia hanya menawarkan jasa pengolahan berdasarkan komisi Misalnya, pengolahan kulit ular dan pemeliharaan hasil laut. "Walau belum ada normalisasi hubungan dengan Indonesia, kami menyambut hangat kalau ada orang Indonesia yang berminat menanam modal di sini," kata Zheng. "Kalaupun mereka datang sekadar untuk berjalan-jalan, kami juga akan menyambutnya dengan hangat." Suasana kehidupan di Shenen kini memang terasa lain. Semua acara TV Hong Kong, yang diharamkan di wilayah RRC lain, bisa dinikmati di sini. Barang-barang mewah - seperti radio, televisi, stereo, jam tangan, dan kamera - menumpuk di toko-toko. Dan jangan kaget kalau melihat harga barang dicantumkan dalam tiga mata uang: dolar AS, dolar Hong Kong, dan yuan. April lalu, sekjen PKC Hu Yaobang mengumumkan bahwa pemerintah RRC akan mengeluarkan mata uang khusus Shengzhen - menurut rencana, hanya mata uang itu yang akan berlaku sebagal alat tukar di sana. Pengaruh terbukanya Shenzen tak hanya itu "Setiap akhir minggu, banyak pasangan muda-mudi Hong Kong menginap di sini," ujar manajer East Lake Hotel, Tong Lin. "Dari paspornya jelas bahwa mereka bukan pasangan suami-istri." Menurut Tong, kebanyakan hotel mewah di Shenzen telah menjadi "hotel cinta" bagi pasangan haram Hong Kong. Buntut lain, harga barang-barang konsumsi di Shenzen jadi melonjak. Secangkir kopi di Hotel East Lake, misalnya, tercatat 1,8 yuan (US$ 0,84) - dua kali lipat harga di Belilng. Imbalannya, seorang pegawai rendah menerima gaji sekitar 150 yuan per bulan atau dua kali gaji yang berlaku umum di RRC. Adalah di Shenzen pula perusahaan minuran ringan AS, Pepsi- Cola, menanamkan kaki. Dengan modal patungan, US$ 4,68 juta dari Pepsi-Cola dan 4 juta yuan dari pemerintah RRC, pabrik yang beroperasi sejak Februari 1982 itu memproduksikan 250.000 botol minuman per hari - 80% di antaranya dijual ke Hong Kong. "Semua Pepsi-Cola yang dijual di Hong Kong adalah produksi kami. Dengan demikian, Hong Kong minum air kami," seloroh Li Guaqin, wakil direktur Pepsi-Cola RRC. Sisanya disalurkan ke pasaran domestik. Menurut rencana, kalau proyek percontohan Shenzen dan tiga daerah lainnya berhasil, pada masa datang akan dibuka lagi 14 daerah serupa di RRC. Sampai sekarang rupanya percobaan di keempat wilayah itu dianggap berhasil. Buktinya, media massa memuji-muji proyek percontohan itu. Tapi tidak berarti tak ada kritik. Golongan "kiri" Partai menuduh sukses itu sebagai gejala "kebangkitan kembali kapitalisme". Hal ini, menurut mereka, akan mengakibatkan terulangnya kontradiksi antara kapitalisme dan sosialisme di Cina. Kritik para ekonomi dalam dan luar negeri, antara lain Susan Shirk dari Universitas California, AS, lebih jauh lagi. Menurut mereka, dibangunnya provinsi-provinsi pesisir secara berlebihan akan menimbulkan dualisme ekonomi di Cina seperti periode 1950-an. Ini akan menimbulkan friksi antara provinsi pantai yang berkembang dan provinsi pedalaman yang terkebelakang. Akibatnya bagi persatuan nasional akan buruk. Sebab, menumbuhkan kembali: provinsialisme. Lepas dari kritik-kritik itu, pembangunan Shenzhen sebagai daerah ekonomi khusus bukan tanpa maksud. Kabarnya, ini banyak hubungannya dengan rencana RRC kalau sudah mengambil alih Hong Kong pada 1997. Dengan membangun Shenzhen, diharapkan Hong Kong secara berangsur akan mengalami "Shengzhenisasi". Kalau kita lihat, sekarang yang terjadi malah sebaliknya: justru Shengzhen yang sedang mengalami "Hongkongisasi". Keinginan mengubah wajah RRC sebetulnya bukan cerita baru. Mao, yang sedikitnya pernah belajar ilmu ekonomi pembangunan dari Stalin, pada tahun-tahun pertama RRC memberi perhatian lebih besar pada industri berat ketimbang pertanian dan industri ringan seperti halnya Uni Soviet. Ketika ternyata "model Soviet" itu tidak cocok, Mao dengan tergesa-gesa mengomandokan lompatan jauh ke muka (Da Yejtn) dan komune rakyat (Renmin Gongshe) Walau demikian, tujuannya tetap sama industrialisasi dengan diimbangi pertanian. Kejadian itu oleh pemimpin RRC sekarang disebut sebagai "avonturisme kekiri-kirian". Atas pendapat bahwa ekonomi komando tak akan pernah jalan, pimpinan nasional sepeninggal Mao mengoreksinya dengan jalan empat modernisasi. Salah satu koreksi mereka di bidang ekonomi adalah menggalakkan industri ringan. Sebab, hasil di bidang inilah yang secara langsung bisa dinikmati rakyat. Pada zaman Mao, ketika barang-barang konsumsi sukar diperoleh, ada tiga benda yang digandrungi: sepeda, mesin jahit, dan jam tangan. Untuk sebuah perkawinan, konon, keluarga mempelai wanita selalu menuntut ketiga benda itu sebagai antaran. Sekarang tiga benda itu telah berganti dengan lemari es, televisi berwarna, dan mesin cuci. Tak aneh bila permintaan lemari es di RRC kini meningkat. Pabrik lemari es Xuehua di Beijing, yang mempekerjakan 1.400 buruh, sampai ke walahan dibuatnya. "Meski pabrik kami memproduksikan 400 unit per hari, kami tetap tak bisa memenuhi permintaan," kata Zhang Zhen, kepala Bagian Administrasi Xuehua. Tahun lalu, pabrik Xuehua menghasilkan 60.000 unit lemari es. Tapi tak satu pun yang dijual ke pasar bebas. Semuanya habis untuk memenuhi permintaan pemesan yang sudah menunggu selama setahun. "Istri saya malahan sudah menunggu lebih dari satu tahun," kata Zhang lagi. Tahun 1990, pabrik Xuehua memproyeksikan angka 500.000 unit per tahun untuk bena seharga 800 yuan itu. PERMINTAAN alat transportasi juga melonjak. Pabrik sepeda motor Jialing di Kota Chongqing, yang mempekerjakan 10.000 buruh, juga kewalahan. Produksi mereka yang mencapai 150.000 unit per tahun belum bisa memenuhi permintaan domestik akan sepeda motor tipe 50 dan 70 CC. Menurut Yu Yunpeng, ketua PKC unit pabrik Jialing, ini karena sebagian besar produksi masih diekspor. "Ekspor penting untuk memperoleh valuta asing sebagai penambah biaya modernisasi," kata Yu. Pabrik Jialing, yang bekerja sama dengan Honda sejak 1982, memproyeksikan angka 600.000 unit untuk tahun produksi 1988. Perkembangan juga diperlihatkan oleh pabrik petrokimia Shanghai. Pabrik yang memproduksikan plastik, polyacrylic fibre, vinylon, polyester, dan lain-lain itu pada 1983 berproduksi sebanyak 165.000 ton - kurang dari separuh permintaan. Dalam industri, target RRC tersimpul pada slogan: "Berusaha hingga akhir abad ke-20, hasil industri dan pertanian menjadi empat kali lipat 1980". Kalau dilihat data statistik, target itu tampaknya akan terpenuhi. Selama dua tahun terakhir, kenaikan produks RRC rata-rata 8%. "Melihat hasil produksi pada tahun-tahun akhir Pelita VII (1981-1985), target kita pasti tercapai," kata Deng. Tapi Deng, kalau dilihat dari segi modal, tampaknya kelewat optimistis. Neraca perdagangan tahun-tahun terakhir memang menunjukkan surplus. Tahun 1983, misalnya, kelebihan ekspor atas impor tercatat US$ 3,8 milyar. Menurut Bank Rakyat Cina, yang laporannya diumumkan April lalu, saat ini RRC memiliki valuta asing sebanyak US$ 42 juta dan jumlah cadangan emas sebanyak 12,67 juta ons. Di samping itu, anggaran belanja RRC juga terus mengalami deifsit. Tahun 1983 defisit RRC Icbih dari 43% - sekitar 4,3 milyar yuan. Untuk mengatasi defisit itu, pemerintah RRC mencetak uang sebanyak 9 milyar yuan atau dua kali lipat jumlah yang dicetak pada 1982. Sejak dimulainya empat modernisasi, untuk pertama kalinya RRC berkenalan dengan penyakit masyarakat kapitalis: inflasi. Yang juga mencemaskan adalah perkenalan modernisasi atas 800 juta orang Cina (80% yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Direalisasikannya sistem responsibilitas menggantikan sistem kolektivitas memang menguntungkan petani. Selesai mengurus tanaman untuk disetor kepada negara mereka bisa memetik keuntungan pribadi lewat memelihara ternak membuat barang kerajinan dan menanam sayur atau buah-buahan. Tapi itu bisa mengakibatkan RRC kekurangan bahan makanan utama. Sebab petani tentu akan menggebu-gebu memproduksikan bahan yang laku di pasar bebas dan menguntungkan mereka. Gejala itu. kini sudah terlihat: banyak pctani sudah beralih profesi. Menurut catatan ada sekitar 200 juta petani yang beralih menjadi zhuanyehu (keluarga spesialis) dengan cuma mengusahakan tanaman ikan dan ternak yang laku di pasar. Akibatnya "kontradiksi" antara petani kaya dan pekani miskin timbul kembali. Dulu Mao menghilangkan kontradiksi ini dengan sistem kolektivitas. Kritik atas pemunculan petani kaya dijawab Wakil Perdana Menteri Wan Li. "Menjadi kaya satu per satu adalah proses kekeadaan tempat semua orang akan menjadi kaya. Perbedaan kekayaan di desa cuma soal petani yang cepat kaya dan yang akan kaya." Berbeda dengan Wan Li kalangan perencana kependudukan justru melihat segi lain Timbulnya kemakmuran akan menyebabkan orang desa tak lagi peduli dengan kampanye satu anak. Kalau ini terjadi ledakan penduduk tak dapat dihindarkan. Adapun yang telah memetik hasil "revolusi pertanian" adalah Desa Shiqiao di Provinsi Sichuan. Pada masa kolektivisme desa ini bernama Shiqiao Renmin Gongshe (Komune Rakyat Shiqiao). -Waktu itu di sini sayur saja dicatut. Setelah jadi xiang (desa) penghasilan penduduk jadi melimpah. Produksi beras meningkat jadi 35 juta ton (sebelumnya 20 juta ton) per tahun. Tak heran bila penghasilan rata-rata penduduk Desa Shiqiao naik dari 300 yuan menjadi 473 yuan. Dewan ekonomi Shiqiao juga mendiversifikasikan usaha desa. Antara lain penanaman sayur buah-buahan pengusahaan ternak sampai bahan bangunan. Menurut catatan 3.000 dari 23.000 penduduk bekerja di luar bidang pertanian. Salah seorang zhuanyehu adalah petani mawar Cheng Xiaorong. Ia memelihara 5.000 batang mawar, di tanah seluas 6 7 ha - sebagian dari lahan disewanya dari pemerintah. Cheng 52 mengaku bahwa dulu ia menanam mawar sekadar hobi kini kesenangan itu menjadi sumber nafkahnya. Agar bunganya laris Cheng berani banting harga sampai 40%-50% di bawah bandrol pemerintah kota. Mengapa dia berani melakukan hal demikian? "Kini pcrsaingan diperbolehkan pemerintah" jawab Cheng dengan kalem. Keberanian juga terlihat pada Liu Borong seorang peternak. "Pada aman Revolusi Kebudayaan orang yang berani memelihara sapi atau babi akan dicap kapitalis. Sekarang tidak lagi"katanya. Dengan menjual susu yang dihasilkan 23 ekor sapi perahannya Lu 61 km hidup cukup nyaman. Penganekaragaman usaha di desa tampak sesuai dengan program pemerintah. Menjelang abad ke-21 pemerintah akan mempergalak industrialisasi yang diperkirakan akan menyerap 500 juta petani jadi buruh. Sisanya sebanyak 300 juta akan tetap menggarap lahan pertanian. Jumlah itu dianggap memadai. Sebab mekanisasi pertaman sudah akan berjalan penuh menjelang tahun 2000. Selain Cheng Xiarong ada pula Rong Zhiren 37 orang kaya baru asal Kanton. Tahun 1979 Rong yang kini menjadi ketua Asosiasi Pengusaha Swasta Kanton, membuka warung makanan bersama istrinya. Warung itu sebenarnya cuma sebuah tenda yang menutupi ruangan selebar 1 x 2 m di tepi jalan sempit. Karena murah semangkuk bubur cuma 0,12 yuan atau Rp 9 dagangannya laku keras. Kini omsetnya 100 yuan sehari. Ia menggaji dua gadis sebagai pembantu. Setelah dipotong sewa tempat, pajak, dan gaji dua pembantunya, Rong dan istrinya menerima masing-masing sekitar 257 yuan per bulan. Itu berarti empat kali gaji buruh. Tapi pengeluarannya juga cukup besar. Ia harus membayar sendiri biaya hidupnya, termasuk pemeliharaan kesehatan. Tidak seperti pegawai negeri yang segalanya ditanggung pemerintah. Rong tinggal bersama istri, satu anak, dua pembantu, dan ibu mertuanya di sebuah rumah sederhana bertingkat dua. Walaupun terbilang kaya, Rong hanya punya televisi hitam putih - itu pun kiriman kerabatnya yang hidup di Hong Kong. Kemajuan industri telah mengubah pula wajah kota. Lima tahun lalu, jalan utama di kota-kota besar Cina sama hingar-bingarnya dengan kota-kota lain di Asia. Bedanya, kalau di daerah Asia lain tepi jalan itu dipenuhi para penjaja makanan sampai barang kelontong, di Cina cuma kumpulan manusia berkerumun iseng. Itu tak lain karena ideologi Maois melarang setiap bentuk usaha.pribadi sampai yang paling kecil pun. Sekarang keadaannya sudah berbeda. Sistem responsibilitas di bidang industri dan pertanian mengizinkan adanya wiraswasta. Scjak 1979, pasar bebas, umumnya di tepi-tepi jalan atau di taman, muncul bagaikan jamur di musim hujan. Di Kanton, yang berpenduduk 5,5 juta jiwa, terdapat tak kurang dari 38 pasar terbuka. Salah satu di antaranya di daerah Qingping. Terletak di perempatan sempit sepanjang satu kilometer, Qingping menyediakan segala macam kebutuhan. Ada bagian yang menjual tanaman pot, ikan hias, sayuran, ikan, daging, ayam, burung, kucing, kadal, sampai obat tradisional. Di Chingqing, pasar bebasnya penuh sayuran. Maklum, kota itu tcrlctak di Provinsi Sichuan - "lumbung pangan" Cina. Di Beijing tercatat sekitar 100 pasar bebas - 41 di antaranya di dalam kota. Pasar Beitaipingzhan adalah yang terbesar dan khas. Di sini disediakan kos-kos khusus di samping kedai di rumah-rumah. PELBAGAI barang tersedia di Beitaipingzhan. Mulai dari perabotan rumah, makanan, sampai barang kelontong. "Satu hari saya bisa menjual tiga sampai empat kaca mata. Tapi keuntungannya tak banyak," kata seorang pedagang asal Zhijiang, yang mengambil laba 10% sampai 15%. Karena mendapat sertifikat dari Pemerintah Daerah Zhijiang, ia diizinkan beroperasi di mana saja di Cina. Harga kaca mata buatan Shanghai atau Kanton yang dijualnya 7 yuan-8 yuan (US$ 3,20-US$ 3,50), dan itu pun masih boleh ditawar. Sejak RRC membuka pintu bagi dunia luar, mcngenakan kaca mata hitam merupakan mode yang sedang ngetop buat orang Cina. Apalagi kalau kaca mata itu buatan luar negeri, gengsi pemakainya makin tinggi. Pasar bebas di RRC diatur oleh administrasi kota. Di Kanton misalnya, dikenal dengan nama Badan Pengawasan Industri dan Perdagangan Kota (BPIPK). Menurut Kepala BPIPK Qu Xingri, di Pasar Qingping tercatat sekitar 200 orang pedagang. Ada yang berjualan tiap hari, ada pula yang hanya pada waktu-waktu tertentu tergantung pada dagangannya. Penjaja jenis kedua, umumnya, adalah petani dan peternak. "Di antara mereka ada yang omsetnya 2.000 yuan-15.000 yuan sehari. Terutama penjual daging dan kan," kata Qu. Pedagang kelas teri berpenghasilan 30 yuan-50 yuan sehari. Mereka biasanya penjual sayuran. Di samping menyewa tempat, para pedagang dikenai pajak penjualan. Kini yang menghantui RRC bukan lagi borjuis baru, melainkan ledakan penduduk. Dengan wilayah seluas 9,6 juta kilometer persegi, penduduk RRC sekarang 1,024 milyar jiwa. Persentase kelahiran 1983 adalah 1,862%, dan angka kematian 0,708%. Pada masa Mao, soal penduduk bukan problem. Sebab, Mao yakin bahwa penduduk merupakan sumber daya nasional. Juga, waktu itu, masih populer pendapat bahwa banyak anak, apalagi laki-laki berarti banyak tenaga kerja dan banyak rezeki. KRC baru memikirkan soal ledakan penduduk secara serius akhir 1978. Itu pun setelah Kongres Rakyat Nasional mengeluarkan resolusi: "Satu anak untuk satu pasangan". Tahun 1980 sebuah UU yang mewajibkan semua orang mempraktekkan keluarga berencana dikeluarkan. Selang beberapa waktu kemudian Komite Keluarga Berencana Nasional (KKBN) - semacam BKKBN - dibentuk. Kantor pusat KKBN di Beijing hanya punya 80 staf sedang tenaga yang tersebar di semua provinsi sekitar 100.000 orang. Menurut kepala Humas KKBN Liang Jimin jumlah staf tetap yang memadai harus sekitar 600.000-700.000. Lewat lembaga Publikasi Keluarga Berencana yang berdiri Maret 1980 dengan bantuan PBB KKBN melancarkan propaganda satu anak dengan cara getok tlar sampai menggunakan alat-alat modern sepert audiovisual. Kegiatan KKBN terutama disasarkan ke desa-desa. Sebab orang yang perlu diubah pemikirannya adalah golongan tani. Kaum buruh lebih gampang diberi "pengertian". "Enam puluh persen karyawan kami sudah berkeluarga. Karyawati yang berusia di bawah 35 tahun semuanya hanya beranak satu," kata Yu Yunpeng, komisaris politik pada pabrik sepeda motor Jialing di Beijing. Mengapa orang Cina ramai-ramai ikut KB? Jawabannya ternyata klise. "Diinstruksikan Partai" kata Chen Wei seorang gadis berusia 20 tahun karyawati Hotel Jinling di Nanjing. Partai juga menganjurkan kawin lambat: wanita pada usia 20 tahun dan pria 25 tahun. "Saya rasa punya anak dua satu laki-laki dan satu perempuan merupakan idaman semua orang" kata Han Xiaoyun pelayan sebuah toko serba ada di Kanton. "Tapi negeri kami 'kan negeri sosialis semua orang ditunjang negara. Jadi laju penduduk harus dibatasi." Kalau jumlah penduduk tak dikekang mana bisa empat modernisasi berhasil. Dihadapkan pada tantangan besar itu RRC tampak tak punya pilihan lain kecuali mengubah "anjuran" KB jadi "paksaan". Menurut Wang Wei ahli kependudukan Cina jumlah penduduk RRC akan ditekan sampai 1 2 milyar orang saja. POLITIK pintu terbuka Deng Xiaoping membuat mata orang Cina jadi nyalang. Hotel White Swan Kanton misalnya kini punya diskotik. Tempat ber-ajojing tu cukup besar dan mewah. Lantainya dari plastik yang diberi warna-warna menyala. Di langit-langitnya yang bisa berputar ada cermin besar. Kemewahannya pokoknya mengalahkan diskotik htel di Jakarta. Diskotik itu dibuka dari pukul delapan malam hingga pukul satu dinihari. Pengunjungnya kebanyakan orang asing dan Cina Hong Kong. Orang lokal cuma menjadi pelayan. "Tak lama lagi mungkin suatu institusi semacam klub malam akan berdiri di sini " kata Jia Tianlan wakil manajer umum Hotel White Swan. Apa pengaruh kebudayaan Barat terhadap 2.000 karyawan Hotel White Swan itu? "Pasti buruk. Keterbukaan terhadap dunia Barat akan membawa serta masuknya pengaruh jelek. Tapi kalau ada tombak pasti ada perisai. Jadi kami tak khawatir " kata Jia tanpa memperinci pengaruh yang merasuki bawahannya. Yang pasti kebudayaan ngak-ngik-ngok bukan aneh lagi di RRC. Kalau Anda berjalan pada malam hari dari rumah-rumah yang dilewati akan terdengar sayup-sayup iagu Barat populer antara lain lengkingan suara Michael Jackson. Lagu-lagu itu mereka rekam dari radio. Akibatnya kaset kosong laris sekali. Bagi warga kelas menengah dan berkantung tipis kota-kota besar RRC menyediakan taman untuk tempat pacaran. Di Shanghai misalnya tempat itu terletak di tepi Sungai Huangpu. Lewat pukul delapan malam jalan di tepi Sungai Huangpu itu mulai dibanjiri ribuan pasangan. Ada yang berjalan bergandengan tangan ngobrol dengan mesra sambil duduk di keremangan pepohonan. Umumnya mereka tak peduli satu sama lain. "Jumlah penduduk RRC nomor satu di dunia karena itu jumlah yang berpacaran pun mesti yang paling banyak sejagad" tutur Han Zihui anggota Pengurus Persatuan Wartawan Shanghai berseloroh. Berpacaran membuat orang jadi pesolek. Wang Jinying gadis lajang buruh sebuah percetakan di Shanghai kini menjadi langganan tetap salon kecantikan Xinxinmie Fating yang terletak di Nanjing Donglu. Ia biasanya datang akhir pekan sebagai persiapan untuk berkencan dengan pacarnya. "Jumlah yang saya keluarkan untuk memelihara rambut sekitar 5,6 yuan setiap bulannya " kata Wang yang berpenghasilan 60 yuan per bulan. "Tapi tidak apa selama pacar saya senang dengan gaya rambut saya." Menurut Wang Xiaoqing manajer Xinxinmie Fating setiap hari salonnya melayani 200-300 langganan pria dan 400-600 wanita. Hari libur dan Minggu jumlah pesolek yang dilayani tak kurang dari 800 orang. "Selama Revolusi Kebudayaan keriting rambut dilarang. Baru tahun 1977 boleh lagi. Sejak 1978 keriting rambut sangat populer" kata Wang. Wanita Cina sekarang, kata Wang makin pesolek terutama dalam hal dandanan rambut. Di dinding ruang pelayanan wanita Xinxinmie Fating tertempel gambar-gambar model rambut robekan dari majalah mode Amerika Jepang Eropa dan Hong Kong. Pakaian yang dikenakan wanita Cina kini tidak lagi warna biru yang menjemukan. "Tahun lalu warna-warna muda seperti merupakan pilihan utama. Tahun ini tampaknya warna merah dan hitam akan populer" kata Xu Kouxi direktur Lembaga Perdagangan Pakaian, Shanghai. Pada zaman Revolusi Kebudayaan Komplotan Empat selalu mendamprat naluri orang untuk bersolek. "Itu tak lebih dari sisa-sisa sifat borjuis-feodalis " kata mereka menuduh. Setelah Komplotan Empat rontok, naluri itu tumbuh lagi dan diberi penyaluran. Mungkinkah suatu Revolusi Kebudayaan baru sedang berlangsung? Yang jelas di balik pemandangan biasa muda-mudi bercumbu rayu di taman-taman dan jalan remang ternyata banyak wanita dan pria yang susah mendapatkan jodoh. Mengapa? Statistik menunjukkan, ternyata kaum susah jodoh itu sebagian besar dalam usia 30-an adalah mereka yang tinggal di kota-kota besar. Semasa Revolusi Kebudayaan (1966-1976) mereka itu yang rata-rata berusia belasan tahun, dikirim ke pedesaan untuk belajar dari petani. Selama di pedalaman sebenarnya ada kesempatan mencari jodoh. Tapil mereka umumnya segan bersuami atau beristrikan orang kampung. Mereka pun takut seandainya kawin dengan penduduk setempat seumur hidup akan terpaku di pedalaman. Setelah Revolusi Kebudayaan selesai, mereka pun kembali ke kota. Didorong oleh kampanye "kawin lambat" mereka dipaksa lagi mengundurkan waktu kawin. Bagi wanita, sebenarnya ada alasan lain. Mereka, yang umumnya berpendidikan tinggi walau sudah lewat usia untuk kawin, tetap ingin bersuamikan laki-laki yang lebih pandai atau lebih tinggi statusnya. Celakanya pria seusia mereka ustru mencarl pasangan yang lebih muda. Untuk menolong mereka yang susah jodoh itu di kota-kota besar didirikan biro konsultasi jodoh. "Di Beijing saja tercatat sekitar 100.000 pria dan wanita usia 30-40 yang masih sorangan. Hampir setengahnya terdiri dari wanita yang sedang galak-galaknya mencari jodoh " kata Xu Jiashe kepala Biro Konsultasi Jodoh Distrik Chaoyang Beijing. Pada akhir pekan Xu sibuk mengatur acara-acara seperti jamuan teh atau berdarmawisata agar para anggota bisa saling kenal. Perubahan besar lain setelah Deng mencanangkan Empat Modernisasi adalah demam belajar yang sedang melanda RRC. Di mana-mana terbaca semboyan: "Mari Belajar! Mari belajar!" Di sebuah pabrik yang memiliki kelas malam terpampang seruan: "Belajarlah sampai Empat Modernisasi tercapai!" Sebagai reaksi atas seruan itu, perpustakaan-di kota-kota besar selalu dikunjungi ribuan orang. Di Beijing Shanghai dan Kantor orang sudah antre di muka pintu sebelum perpustakaan dibuka. Bagi mereka yang tak sempat melanjutkan sekolah tersedia kursus-kursus tertulis atau belajar iewat televisi dan radio. Majalah bulanan Zixue Daxue (universitas belajar sendiri) yang memberi pelajaran tertulis teori politik hukum kebudayaan dan sejarah laku keras. Oplahnya mencapai 1 juta eksemplar. Semangat belajar yang tinggi membuat angka buta huruf turun. Menurut Wang Yibing staf peneliti Kebijaksanaan Pendidikan Departemen Pedidikan dar Kebudayaan dewasa ini akyat yang buta huruf tinggal 23%. Tahun 1949 hanya 20% penduduk yang melek huruf. Kini RRC memiliki 860.000 SD dengan pelajar sebanyak 135.000.000 hampir sama dengan Jumlah penduduk Indonesia. Sekolah menengah sebanyak 96.000 dengan 44.000.000 murid. Universitas berjumlah 805 dengan 1.200.000 mahasiswa. Selama 1978-1983 Cina telah mengirim sekitar 17.000 mahasiswa ke Barat - 9.000 di antaranya ke Amerika Serikat. Kebanyakan mereka belajar teknologi tinggi. Menurut Wang pemerintah RRC merencanakan untuk membabat buta huruf sampai nol di kalangan penduduk yang berumur 14 tahun-40 tahun pada 1995. Bagaimana kehidupan beragama di RRC? Pasal 36 UUD Cina mencantumkan: "Rakyat tak dipaksa untuk percaya agama juga tak dipaksa untuk tidak percaya agama." Tapi pada masa Revolusi Kebudayaan ketentuan itu tak berlaku. "Masa Revolusi Kebudayaan adalah tahun-tahun celaka" kata Zhang Zhiceng pejabat Humas Asosiasi Islam Shanghai. "Semua tempat ibadat di RRC ditutup kecuali di Beijing yang diperuntukkan bagi para diplomat." Sejak 1979 rakyat Cina diperkenankan lagi untuk mengerjakan ibadat. Di Shanghai misalnya enam dari sembilan masjid yang menampung 40.000 Muslim telah dipakai kembali - lainnya dihancurkan Pengawal Merah pada zaman Revolusi Kebudayaan. Baik agama maupun kepercayaan lain seperti Kristen Budha Taoisme Lamaisme juga telah melakukan kegiatan keagamaan. Modernisasi yang digalakkan Deng Xiaoping ternyata bukan Istilah baru dalam perbendaharaan kata Cina. Sejak 1860 ketika mulai berada di bawah telapak kaki imperialisme Barat elite Cina sudah sadar akan pentingnya modernisasi. Kemudian didorong oleh keberhasilan restorasi Meiji di Jepang pada 1898 terjadilah "reformasi 100 hari" yang dipimpin dua pelopor modernisasi terkemuka Liang Qichao dan Kang Youwe. Sebegitu jauh gerakan itu gagal karena konservatisme yang diwakili oleh konfusianisme masih kuat. Sun Yatsen dengan republiknya walau berhasil menumbangkan kekaisaran, tak seluruhnya sukses. Setelah ia meninggal lebih dari 20 tahun Cina mengalami masa kacau. Mao Zedong berhasil menguasai Cina 1949. Buat Mao modernisasi itu adalah "komunisme yang diterapkan di bumi Cina" atau lebih dikenal sebagai Maoisme. Tragisnya justru dengan diperkenalkannya Maoisme suatu konservatisme baru berdiri tegak. Di tahun 1 930-an Mao mempersiapkan diri untuk menguasai Cina dari basis gerilya Yan'an. Hampir semua hal yang kemudian menjadi dasar ideologi dan praktek yang berlaku di RRC setelah 1949, berasal dari dan pernah diuji coba di Yan'an. Politik sebagai panglima kolektivisme berdikari di bidang ekonomi tani sebagai soko guru revolusi rektifikasi turun ke bawah kampanye massa semuanya bisa ditelusuri dari "semangat Yan'an". Kini Deng Xiaoping yang pada 22 Agustus lalu merayakan ulang tahun ke-80, dan para modernis lainnya bergelut melawan konservatisme Maois. Sampai saat ini ia berada di atas angin. Banyak hal yang sebenarnya berlawanan dengan prinsip Maois sekarang berlaku. Diperkenalkannya liberalisasi ekonomi bukan tidak menyebabkan gejala baru. Paling jelas tentu saja perbedaan kaya-miskin yang gejalanya sudah mulai timbul. Pemerintah mengatakan perbedaan itu tidak "antagonistis" karena hanya perbedaan dari "mereka yang kaya dengan cepat" dan "mereka yang akan kaya". DENGAN demikian, kembalinya kapitalisme di Cina dianggap sebagai "jauh dari kenyataan". Liberalisasi ekonomi cuma terjadi dalam kegiatan ekonomi paling bawah terutama di bldang perdagangan eceran dan servis. Di samping itu Deng dan kawan-kawannya merupakan pemimpin yang committed terhadap kelangsungan pemerintah dan sistem yang sekarang berlangsung di Cina. Mereka tak berniat mengubah sistem yang telah ada. Namun yang membahayakan para penguasa sekarang adalah tuntutan "modernisasi ke-5" berupa liberalisasi politik. Dinding demokrasi Xi dan dan munculnya para pembangkang serta hukuman berat terhadap mereka merupakan konsekuensi program liberalisasi ekonomi. Masalah lain adalah hari depan komunisme Cina sendiri. Ada yang mengatakan liberalisasi ekonomi akan memberi "warna manusiawi" pada komunisme Cina. Tapi ada kritik lain yang lebih pesimistis. Pada pendapat terakhir ini sistem di Cina akan sama dengan yang terjadi di Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur umumnya. Itu ditandai dengan sistem koneksi, pintu belakang korupsi dan penyelewengan oleh aparat birokrasi. Hal itu banyak diungkapkan Fox Butterfield dalam buku China, Alive in The Bitter Sea. Bagaimana hubungan modernisasi dengan peranan Cina di forum dunia? Tanpa empat modernisasi pun posisi internasional Cina sudah cukup mapan. Apalagi dengan keberhasilan modernisasi. Pengaruhnya? terutama di Asia akan lebih terasa, lantaran itu lebih merupakan konsekuensi historis dan geopolitis. Tapi ada dua tantangan besar yang harus dihadapi Deng dan kawan-kawan yang sedikit banyak besar pengaruhnya terhadap keadaan dunia. Pertama, keberhasilan atau kegagalan modernisasi. Kalau keadaan seperti sekarang berlangsung terus Cina akan tetap membuka diri. Kedua penerus kebijaksanaan Deng - Ketua Partai Hu Yaobang dan Perdana Menteri Zhao Ziyang - akan terus berusaha keras memantapkan program modernisasi dengan berbagai kebijaksanaan pragmatis. Itu akan menghasilkan perkembangan ekonomi yang lumayan walau masih harus menghadapi kesukaran-kesukaran besar. KEMUNGKINAN lain adalah kegagalan modernisasi. Itu pasti akan diikuti dengan konflik antarelite lagi dan kegagalan ekonomi. Kalau itu terjadi? pasti akan membawa penguasa partai kembali berkuasa di segala bidang Politik penindasan? disiplin keras rekufikasi birokrasi dan resentralisasi politik dan ekonomi akan berlaku lagi. Golongan ideolog akan mengambil alih kekuasaan dari kaum teknisi-manajer. Seorang pemimpin karismatik semacam Mao boleh jadi muncul dan ia akan memaksakan birokratisme ala Stalinis. Hubungan dengan Barat pasti terganggu bahkan bergesernya Beijing ke Moskow suatu kemungkinan besar. Akibatnya keamanan dan stabilitas Asia akan terancam. Barangkali kebulatan hati pemerintah Amerika sekarang yang ingin mempertahankan hubungan baik dengan Beijing dan membantu program modernisasi Cina, banyak dilatarbelakangi kekhawatiran itu. Untuk masa dekat ini kemungkinan itu kecil tapi bukan mustahil. Faktor kedua adalah masalah kependudukan. Penduduk RRC sekarang telah mencapai 1 025 milyar dengan laju perkembangan 9,45 juta nyawa per tahun. Apabila program KB tidak jalan dalam tahun 2000 nanti tahun terakhir empat modernisasi? jumlah penduduk akan mencapai angka sekitar 1,5 milyar. Jelas program-program ekonomi akan tercecer tak sanggup mengejar laju perkembangan penduduk. RRC akan lebih sibuk dengan soal bagaimana memberi makan rakyatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus