Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Seorang samurai dan politik yang bersih

Untuk mencegah skandal dan suap dalam dunia politik jepang, direncanakan pekan ini majelis tinggi jepang membicarakan RUU yang ditawarkan PerdanaMenteri hosokawa.

22 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KATA ramalan agama Shinto bagi orang berusia 56 tahun, Tahun Anjing ini, dimulai Januari ini, adalah tahun yang kurang baik untuk melakukan sesuatu yang ditentang orang. "Jika tetap berkeras, tanpa melihat kemampuan diri sendiri, kegagalan akan ditemui." Tak jelas apakah Perdana Menteri Morihiro Hosokawa, yang genap 56 tahun pada tahun ini, percaya pada ramalan itu. Yang pasti, Hosokawa, yang menumbangkan Partai Demokratik Liberal yang selama bertahun-tahun menjadi mayoritas tunggal di Jepang, bertekad mengubah budaya politik Jepang. Akibat lamanya Partai Demokratik Liberal berkuasa, terjadilah semacam persekongkolan antara partai dan dunia bisnis. Korupsi dan skandal keuangan menjadi kasus biasa selama bertahun-tahun. Direncanakan, pekan ini, rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur kembali soal dana untuk politik dibicarakan di Majelis Tinggi. Mampukah Hosokawa mengegolkan RUU-nya itu? Ini bukan upaya pertama seorang perdana menteri berniat menciptakan iklim politik yang bersih di Jepang. Tahun 1991, Kaifu gagal melakukan reformasi politik di Majelis Rendah. Kini, menurut perhitungan sejumlah pengamat, dari 252 anggota Majelis Tinggi, sedikitnya tercatat 115 suara yang menentang RUU itu. Ditambah kira-kira 15 orang oposisi dari Partai Sosialis Jepang yang jelas menolak RUU itu, syarat dukungan 126 suara untuk pengesahan sebuah RUU di Majelis Tinggi tak akan dicapai. Penolakan terhadap RUU itu oleh para aktivis politik partai mudah dipahami. Selama ini sumbangan dana politik kepada partai dan tokoh partai bebas dan tak terbatas. Dalam RUU dinyatakan bahwa sumbangan itu hanya boleh diberikan kepada partai, bukan kepada tokoh. Dan bila dananya melebihi 50 ribu yen, harus diumumkan secara terbuka. Selain itu, RUU juga merampingkan jumlah anggota Majelis Rendah dari 511 menjadi 500 orang. Sistem pemilihannya pun diubah: 274 anggota di antaranya akan dipilih sebagai wakil daerah, dan tiap daerah pemilihan hanya diwakili satu orang. Ini sungguh merugikan Partai Demokratik Liberal, yang basis pendukungnya memang ada di daerah. Itu sebabnya, partai ini menawarkan kompromi, jumlah wakil daerah dinaikkan menjadi 300 orang. Hosokawa menolak tawaran ini. Tapi mengapa Hosokawa menempuh risiko RUU ditolak oleh Majelis Tinggi mengingat komposisi jumlah suara yang sudah disebutkan? Jalan kedua pun, lewat Majelis Rendah, akan gagal. Kuat dugaan, tak sampai dua pertiga anggota Majelis, syarat bisa disahkannya sebuah RUU, yang mendukung RUU itu. Masalahnya, keturunan samurai ini tentu tak mau menjilat ludahnya sendiri. Desember lalu ia sudah menyatakan secara terbuka bahwa RUU itu mesti diserahkan kepada Majelis Tinggi. Jika RUU ditolak, dua pilihan tersaji di depan Hosokawa: mundur dari jabatan perdana menteri, atau membubarkan Majelis Rendah dan mengadakan pemilihan umum berdasarkan sistem yang lama. Melihat kondisi Jepang kini, mengadakan pemilu merupakan hal yang berat. Di masa-masa resesi ekonomi yang memukul kalangan industri seperti sekarang ini, Jepang tak mungkin menyelenggarakan pemilihan umum, yang bisa dipastikan bakal menyedot dana lumayan besar. Partai Demokratik Liberal, partai terbesar meski bukan lagi mayoritas tunggal, memerlukan dana sebesar 30 miliar yen tiap pemilu. Dan dana pemilu, dilihat dari segi ekonomi, bukanlah dana produktif, melainkan dana yang tak kembali. Ini tentu berat bagi perekonomian Jepang kini. Jalan untuk mengundurkan diri bagi Hosokawa memang terbuka. Partai Demokratik Liberal pagi-pagi sudah berkampanye agar rakyat Jepang tak menghiraukan lagi soal reformasi politik. Yang penting dan mendesak, "tindakan untuk mengatasi resesi," demikian kampanye partai itu. Dan tampaknya, kampanye itu sudah membuahkan hasil. Menurut pengumpulan pendapat umum yang dilakukan harian Yomiuri, Desember lalu, dukungan terhadap Hosokawa anjlok sampai kurang dari 66%, dari 73,5% di bulan sebelumnya. Masalahnya kini, bagaimana membalikkan kampanye Partai Demokratik Liberal itu, dan mencoba meyakinkan para anggota Majelis serta rakyat Jepang bahwa perbaikan ekonomi tanpa reformasi politik tak akan banyak artinya. "Bukan hanya ekonomi yang suram, tapi juga politik," kata Hosokawa dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Spanyol Cavier Soranna, yang tengah berkunjung ke Jepang, pekan lalu. Yang tak menguntungkan Hosokawa, angin tampaknya sedang menguntungkan pihak Partai Demokratik Liberal. Pemerintah Hosokawa yang terpaksa membuka pintu impor beras, salah satunya karena GATT, menyebabkan para petani protes, dan mengembalikan dukungan penuh kaum tani kepada Partai Demokratik Liberal. Dibutuhkan kampanye yang tak sekadar politis, tapi juga bersifat etis, bahwa skandal suap dan korupsi yang dimungkinkan karena sistem politik Jepang mesti diakhiri karena merugikan nama Jepang secara keseluruhan (lihat Bumerang Yendaka). Bisakah Hosokawa meyakinkan hal ini kepada para pengusaha yang bangkrut dan mereka yang kehilangan pekerjaan? Itulah tantangan buat Sang Samurai Jepang ini, yang -- menurut peraturan -- punya waktu sampai 29 Januari nanti untuk berjuang mengegolkan RUU-nya. Jika ia berhasil, mungkin nilai reformasi Hosokawa bisa dibandingkan dengan reformasi Meiji sekian abad yang lalu, yang membuka jalan modernisasi bagi Jepang.Didi Prambadi (Jakarta) dan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum