SEBELUM Bharatayudha berlangsung, dewa-dewa telah menyusun skenario: Pandawa akan menang, pihak Hastina akan hancur. Sebelum perang di Teluk pecah, mungkin sudah ada yang menyusun skenario siapa kalah, siapa menang. Dua jam setelah serangan udara hari pertama terhadap Baghdad dan Kuwait, George Bush berpidato. Katanya, "Tak akan ada Vietnam yang lain." Bush mengulang janjinya, Rabu pekan lalu, setelah seminggu perang berlangsung. Tampaknya, Bush yakin bahwa Amerika dan sekutunya akan menang. Umumnya orang bilang, dari segi persenjataan memang sulit membayangkan pihak Amerika dan sekutunya bakal kalah. Tapi ternyata -- lebih mengejutkan daripada serangan udara pesawat Siluman Amerika dan Tornado Inggris -- diketahui bahwa Saddam Hussein dan sejumlah tentara serta pesawat dan tank konon selamat wal afiat berada di dalam bunker-bunker yang sulit ditembus bom, sekalipun itu bom nuklir. Bila ini benar, bisa saja Amerika tetap menang. Namun, perang tak lagi bisa berjalan singkat. Dan di situlah, dalam menghitung jalannya waktu, skenario bisa melenceng. Waktu, kata para arif, bisa membolong batu hanya karena tetesan air. Dalam bahasa lugas, sesuatu yang sulit bisa saja terjadi bila kesempatan tersedia. Maka, bila perang berlarut, segalanya bisa terjadi. Kemungkinan paling konvensional adalah, Israel terpaksa turun gelanggang. Bukan hanya karena banyaknya silinder bernama Al Hussein jadi tamu tak diundang -- dan tak balik lagi -- tapi bisa karena soal lain, umpamanya terjadi kudeta di Yordania dan penguasa baru mendukung Irak. Namun, bisa juga sebaliknya. Sebelum perang memburuk, terjadi gencatan senjata, dan gurun juga atmosfer di atasnya di Kuwait dan Irak kembali hanya ada panas, angin, dan pasir, mungkin juga burung-burung. Apa pun yang mungkin terjadi, tak mudah menduga nasib Saddam Hussein, Timur Tengah, dan politik Amerika di kawasan ini. Menyalakan perang jauh lebih mudah daripada merencanakan perdamaian. Bila demikian, setelah usai perang tak lalu bom di Timur Tengah habis. Bom itu mungkin bernama Arab-Israel atau sesuatu yang lain. Satu bagian dari laporan utama ini mencoba membahas soal ini. Sementara itu, informasi tentang perang ini sendiri masih juga simpang-siur. Keterangan kedua pihak belum klop, mesti dibaca hati-hati. Mungkin sebuah laporan pandangan mata lewat catatan harian seorang aktivis Tim Perdamaian Teluk -- seperti kami suguhkan dalam laporan ini -- bisa lebih obyektif. Aktivis itu kebetulan koresponden TEMPO, yang meninggalkan Baghdad baru Senin pekan lalu. Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini