Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Telepon dari Washington

Duel dua kandidat Presiden Afganistan berujung pada duet menjalankan pemerintahan. Ada campur tangan Amerika.

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ashraf Ghani Ahmadzai dan Abdullah Abdullah berangkulan dalam sebuah konferensi pers di istana negara Afganistan, Selasa pekan lalu. Ghani, presiden terpilih Afganistan, dan Abdullah, yang mendapat jabatan setara dengan perdana menteri, tampil mesra mengumumkan pembentukan pemerintahan nasional bersatu. Meski terlihat rukun dan menebar senyum, keduanya menyiratkan kesan dingin karena tak berbicara sepatah pun kepada media.

Dua hari sebelumnya, Komisi Independen Pemilihan Umum menyatakan Ghani sebagai presiden kedua di negeri berpenduduk 30 juta orang itu. Komisi sengaja tak merinci perolehan suara akhir hasil penghitungan ulang untuk tiap kandidat. Sebab, hal itu bisa memicu kekerasan dari kalangan pendukung Abdullah yang kecewa.

Dalam putaran pertama yang masih diikuti delapan kandidat, pada April lalu, Abdullah unggul dengan perolehan suara 45 persen, sedangkan Ghani 31 persen. Mereka bertarung dalam putaran kedua pada Juni. Hasilnya, Ghani mendapat 56 persen, sedangkan Abdullah 43 persen. Abdullah menuduh Ghani mencurangi surat suara. Ia meminta dilakukan penghitungan ulang.

Meski pemilu itu dikawal Perserikatan Bangsa-Bangsa, tuduhan kecurangan masih ada. Apalagi persaingan antarkelompok suku sejak awal sudah mewarnai hubungan Ghani-Abdullah. Ghani, bekas ekonom Bank Dunia, berasal dari suku terbesar di Afganistan, Pashtun. Abdullah, bekas pejuang anti-Taliban, mendapat dukungan dari suku kedua terbesar, Tajik, dan lainnya, Hazara.

Di balik sikap saling antipati, Ghani dan Abdullah ternyata terlibat negosiasi. Mereka dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry. Sebelum itu, menurut pejabat senior pemerintah di Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menelepon Abdullah sebanyak tujuh kali dan Ghani enam kali sejak pertengahan Juni lalu. Tapi bekas senator Kerry bertindak lebih intensif.

Berkunjung ke Kabul dua kali, tepatnya pada Juli dan Agustus, Kerry berusaha membujuk Ghani dan Abdullah agar berbagi kekuasaan. Ia juga berkomunikasi via telepon dengan kedua kandidat ataupun presiden lama, Hamid Karzai.

Menurut seorang asisten senior di Kementerian Luar Negeri, Kerry menelepon Ghani sebanyak 13 kali, Abdullah 14 kali, dan Karzai 3 kali. "Dia (Kerry) melakukan diplomasi personal dan kerja tim untuk menarik proses politik Afganistan kembali dari tepi jurang serta membuka jalan kesepakatan," kata asisten yang mendokumentasikan proses panjang itu, seperti dikutip The Washington Post.

Kerry berulang kali menyebutkan pilihan selain kesepakatan adalah kekacauan dan lebih banyak lagi perang. Dalam transkrip konferensi video Kerry dengan Abdullah dan lebih dari 30 penasihat si kandidat yang diperoleh The Washington Post, Kerry mengatakan kemungkinan buruk menanti Afganistan jika tak ada kesepakatan damai.

Ia pun mengancam. "Saya perlu menekankan kepada Anda, jika Anda tak mau kesepakatan, tak bergerak menuju pemerintahan bersatu, Amerika tak akan bisa mendukung Afganistan," katanya. Kerry merujuk pada penempatan 10 ribu tentara Amerika di Afganistan pada tahun depan setelah 40 ribu tentara dipulangkan akhir tahun ini. Belum lagi janji Amerika mengucurkan US$ 8 juta per tahun selama 10 tahun dalam bidang keamanan dan ekonomi.

Babak perseteruan pemilu akhirnya ditutup dengan empat halaman kontrak bersama yang disepakati Ghani dan Abdullah. Isinya, pembagian kerja Ghani sebagai presiden dan Abdullah sebagai pejabat kepala eksekutif (CEO). Presiden memimpin kabinet, sedangkan CEO mengatur penerapan keputusan kabinet dalam kebijakan pemerintah.

CEO punya kewenangan cukup luas. Ia bisa berpartisipasi bersama presiden dalam pertemuan bilateral, menjalankan pemerintahan dan hubungan eksekutif yang ditentukan oleh surat keputusan presiden, serta memimpin rapat dengan menteri. Baik presiden maupun CEO juga memiliki kesamaan hak dalam memilih pejabat kunci bidang keamanan dan para menteri perekonomian.

Dalam pidato sehari sebelum penandatanganan kesepakatan dengan Abdullah, Ghani menyambut perdamaian di tanah airnya. "Perdamaian adalah keinginan kita dan, atas kehendak Tuhan, itu akan datang," katanya. "Saya dan Dr Abdullah berpegang pada komitmen yang telah kami buat di hadapan rakyat."

Kerry memuji setinggi langit kesepakatan dua seteru itu. "Kedua orang ini telah mendahulukan kepentingan rakyat Afganistan," katanya. Ia menyebut kesepakatan Ghani-Abdullah sebagai "momen kenegarawanan luar biasa".

Tidak semua optimistis duet pasangan ini akan berjalan lancar. Suara pesimistis justru datang dari pendukung Ghani dalam pemilu, Mir Mohammad Hassan Sharza, pemimpin Partai Islam dan Perdamaian Nasional Suku-suku Afganistan. "Saya jamin mereka tidak bisa maju karena perbedaannya seperti hitam dan putih."

Atmi Pertiwi (AFP, The Washington Post, The Daily Mail, The Guardian, VOA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus