Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setumpuk harapan dari hidode sanso setumpuk harapan dari hinode sanso

Presiden reagan berunding dengan pm yasuhiro nakasone masalah neraca perdagangan kedua negara tersebut yang menjadi bahan pembicaraan utama. (ln)

12 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 20 batalyon anggota Keishiho (Kantor Polisi Metropolitan Tokyo) ditugasi mengamankan kunjungan Presiden Ronald Reagan selama di Jepang. Bahkan ketika Reagan berunding dengan PM Yasuhiro Nakasone di villa Hinode Sanso, 60 km di barat Tokyo, Jumat pekan ini, petuas keamanan itu menyelinap di sela pohonan cedar dan hutan bambu yang mengelilingi tempat peristirahatan itu. Apakah pengawalan ketat ini mencerminkan ketegangan hubungan AS-Jepang seperti banyak ditiupkan akhir-akhir ini? Jepang, dalam perhitungan dan kebijaksanaan politik luar negeri Reagan memang menduduki tempat yang khas. Negara ini menonjol dalam percaturan Asia-Pasifik, kawasan yang menarik perhatian Reagan. Di bidang ekonomi, selama tiga tahun terakhir, kawasan ini, setelah Kanada, telah menjadi rekanan dagang AS terbesar. Menurut catatan tahun lalu, Jepang mengimpor 9,9% produk AS yang bernilai US$ 212,3 milyar - setingkat di bawah impor Kanada (15,9%). Nilai ekspor Jepang ke AS mencapai US$ 36,3 milyar. Hampir 75% ekspor itu meliputi mesin, mobil, pesawat tv radio, sepeda motor, dan tape recorder. Sisanya, antara lain, barang besi dan baja. AS, di samping mengekspor perlengkapan mesin, juga mengirim hasil pertanian dan daging sapi. Menurut statistik 1982, dalam perdagangan dengan AS, Jepang mengeluarkan lebih banyak sekitar US$ 12,1 milyar. Dalam statistik yang dikeluarkan Departemen Perdagangan AS, 28 Oktober tahun ini, defisit perdagangan AS terhadap Jepang tercatat sekitar US$ 15.1 milyar. Sampai akhir tahun ini, jumlah itu akan mencapai sekitar US$ 20 milyar. Masalah neraca perdagangan inilah, antara lain, yang diharapkan menjadi bahan pembicaraan utama selama kunjungan Reagan. Pembatasan ekspor mobil Jepang ke AS, yang dilaksanakan sejak 1981, agaknya juga akan dibahas bersama. Pada 1 November, perwakilan perdagangan AS William Brock dan menteri industri dan perdagangan luar negeri Jepang, Sousuke Uno, sepakat memperpanjang pembatasan itu setahun lagi, dengan jumlah 1,85 juta unit mobil setahun. Pembatasan ekspor ini terutama bertujuan melindungi industri mobil AS. Suara tidak puas sudah tentu dilontarkan para industrialis mobil Jepang. Shoichiro Toyoda, 58, presiden perusahaan Toyota, di depan para wartawan Jepang menyatakan keberatannya terhadap jumlah unit yang ditentukan itu. Demikian pula Takashi Ishihara, 72, presiden perusahaan Nissan. Mereka menganggap perpanjangan satu tahun itu sebagai langkah tidak bijaksana. Tapi, kalau pembatasan tidak dilakukan, AS bisa kelabakan menghadapi serbuan mobil Jepang. Pada Agustus lalu, misalnya, mobil Jepang mencapai 68,8% dari 162 ribu unit mobil yang masuk ke AS. Melalui perundingan dengan Nakasone, awal tahun ini, Presiden Reagan pernah mendesak Jepang mengimpor minyak, batu bara, dan LNG dari AS. Maka 5 November lalu, Jepang mengumumkan rencana mengimpor sekitar 10 juta ton batu bara dari AS konon dari daerah pertambangan yang sedang dilanda pengangguran sekitar 30%. Jepang pernah mengimpor batu bara dari AS pada 1981 (23 juta ton), dan 1982 (19 juta on). Tapi dari April sampai Juli tahun ini, angka impor itu baru mencapai 5,34 juta ton. Sejak lama masalah perdagangan antara AS dan Jepang meliputi tiga hal: hasil pertanian, mobil, dan perlengkapan telekomunikasi. Dua soal terakhir tampaknya sudah dibenahi sebelum kunjungan Reagan ke Jepang. Tapi di bidang hasil pertanian rupanyanya belum dicapai titik kesepakatan. AS sudah lama mendesak Jepang membuka pasarnya untuk hasil pertanian, terutama daging sapi dan jeruk. Tapi, menurut statistik departemen pertanian AS, Jepang sekarang saja sudah merupakan importir terbesar hasil pertanian mereka - sekitar 15% dari jumlah ekspor hasil pertanian AS yang bernilai US$ 43,3 milyar. Tampaknya, Jepang tidak mungkin membuka pintu lebih lebar, karena bisa didemonstrasi oleh kaum tani di dalam negeri. Apalagi sudah hampir dipastikan majelis rendah akan dibubarkan setelah kunjungan Reagan, disusul pemilihan umum pada 18 Desember. Di bidang pertahanan, Jepang merupakan kubu yang paling diandalkan AS di Asia Pasifik. Kini, pangkalan dan perlengkapan militer AS tercatat di 119 tempat di seluruh Jepang. Termasuk pangkalan radar yang memonitor kegiatan yang berhampiran dengan perbatasan Uni Soviet di sekitar Sakhalin. Peristiwa penembakan pesawat KAL-007 oleh pesawat tempur Soviet, 1 September lalu membuktikan "sumbangan" yang bisa diberikan Jepang dalam menghimpunkan informasi dan data yang bisa digunakan AS sebagai pentung untuk menggebuk Soviet. Terdapat 49.700 personil AS di seluruh Jepang. Untuk kepentingan militer AS, Jepang mengeluarkan biaya sekitar US$ 1 milyar setiap tahun. Sebuah buletin departemen luar negeri Jepang, yang diterbitkan menyambut kunjungan Reagan, menyebut hubungan kedua negara mempunyai pengaruh besar terhadap perdamaian dan stabilitas di Asia, bahkan di dunia. Menurut poll pendapat yang diselenggarakan Potomac Associate, sebuah lembaga riset di Washington, sekitar 75% responden setuju AS membela Jepang bila negara itu diserang Soviet atau RRC. Masalah lain ialah alih teknologi militer. AS konon sangat berminat pada teknologi mutakhir Jepang, terutama di bidang elektronika, laser, dan rumus bahan mutakhir untuk membuat mesin jet dan pesawat terbang militer. Dalam penggunaan robot, Jepang dikabarkan sudah bersiap melallgkah ke abad ke-21. Sejumlah persoalan inilah yang diharapkan tuntas dibicarakan selama kunjungan empat hari Reagan itu. Dialog Utara Selatan, resesi dunia, dan krisis utang Dunia Ketiga tampaknya tidak mendapat kesempatan untuk dibahas. Situasi yang dihadapi Reagan lebih mendesak "pemahaman bersama" terhadap Uni Soviet, di samping, mungkin, kerja sama pertahanan antara AS, Jepang, dan Korea Selatan. Jepang, misalnya, bisa saja menjadi semacam "polisi" di Asia Pasifik, menggantikan peranan AS yang cukup repot di pelbagai front. Hal ini tentu bukan cuma urusan Jepang dan AS. Aktifnya Jepang secara militer diduga akan merisaukan beberapa negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara. Kini tinggal bagaimana persepsi Asia dan Jepang sendiri terhadap ancaman Uni Soviet - setelah ingatan orang tentang tertembaknya pesawat Korea Selatan lenyap. Seorang editor berkala ekonomi terkemuka Jepang pernah mengatakan, "Dinaikkannya anggaran pertahanan Jepang seakan-akan lebih karena tekanan AS daripada perasaan takut pada Soviet."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus