Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEKAS jahitan sepanjang 20 sentimeter melintang di sisi kanan perut Paharuddin Hasibuan. Kontras dengan bagian kulit perut lain, bagi Paharuddin, bekas luka itu menjadi peringatan abadi: betapa besar risiko mengungkit-ungkit kasus korupsi. "Saya belajar untuk lebih waspada," kata Paharuddin, Senin pekan lalu, ketika ditemui di rumahnya di Rantau Prapat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.
Pada Agustus tahun lalu, Paharuddin, 36 tahun, nyaris tewas setelah ditusuk dengan dua bilah pisau. Melihat rentetan peristiwa sebelumnya, Ketua Forum Bela Rakyat Indonesia ini hakulyakin penusukan tersebut berhubungan dengan kasus korupsi yang ia laporkan ke polisi.
Dua bulan sebelum serangan itu, Paharuddin melaporkan dugaan penyelewengan Dana Bantuan Daerah Bawahan Provinsi Sumatera Utara ke Kepolisian Resor Labuhanbatu. Pada tahun anggaran 2013, Kabupaten Labuhanbatu Selatan mendapat jatah dana bantuan sekitar Rp 55 miliar. Dalam laporan ke polisi, Paharuddin menyebutkan sebagian duit itu menjadi bancakan pejabat di sana.
Di Jakarta, dalam sebulan terakhir, Kejaksaan Agung pun terus menelisik penggelontoran dana bantuan daerah bawahan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kejaksaan menduga ada penyimpangan dalam penyaluran dana yang totalnya sekitar Rp 2,8 triliun itu.
Kejaksaan pun sudah menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho sebagai tersangka. Bersama istri mudanya, Gatot lebih dulu ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus penyuapan terhadap hakim yang diduga melibatkan pengacara senior O.C. Kaligis.
Menurut penelusuran Paharuddin, di Labuhanbatu Selatan, dana bantuan daerah bawahan sekitar Rp 35 miliar dialokasikan untuk membiayai tujuh proyek jalan. Proyek itu adalah pembangunan jalan beton di jalur Normark menuju Simpang Mampang, Kecamatan Kota Pinang; konstruksi jalan Simpang Pintu Padang menuju Tapian Nadenggan, Kecamatan Sei Kanan; perbaikan jalan dari Ujung Padang sampai Sialang Pamoran, Kecamatan Silangkita; dan konstruksi beton jalan di Dusun Batu Mundom, Kecamatan Sei Kanan. "Pengerjaan proyek diduga tak sesuai dengan spesifikasi, sehingga jalannya gampang rusak," kata Paharuddin. "Biaya proyek pun diduga digelembungkan."
Paharuddin tak hanya mencoba membongkar kasus korupsi dana bantuan daerah bawahan. Pada 2011, dia juga melaporkan duplikasi anggaran dan anggaran "siluman" di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. "Tapi kala itu gesekannya tidak sekencang sekarang," ujar Paharuddin.
PAGI hari pertengahan Agustus tahun lalu, Paharuddin berpamitan kepada istrinya untuk pergi ke Kantor Samsat Kabupaten Labuhanbatu Selatan di Kota Pinang. Selain dikenal sebagai aktivis lembaga swadaya masyarakat, Paharuddin bekerja sebagai agen pengurusan surat kendaraan bermotor. Karena itu, paling tidak dua kali dalam sepekan, dia bolak-balik menempuh jarak 55 kilometer dari rumahnya menuju kantor samsat.
Sejak ke luar rumah dengan sepeda motor, Paharuddin bercerita, dua lelaki yang menumpang sepeda motor Honda Revo hitam membuntutinya. Paharuddin mencurigai mereka. Belakangan, dua lelaki lain yang berboncengan dengan sepeda motor Vixion merah juga membuntuti.
Setelah perjalanan sekitar satu jam, di kawasan Simpang Kayu Manis, sepeda motor Vixion tiba-tiba memepet Paharuddin. Sambil terus melaju, penumpangnya bergantian menikamkan pisau ke perut Paharuddin. Tak sempat menghindar, bapak dua anak ini pun tersungkur dengan dua bilah pisau menancap di perutnya. "Mampus kau. Kenapa kau laporkan proyek bos kami," kata Paharuddin menirukan ucapan salah satu penusuknya.
Terkapar, Paharuddin meminta tolong kepada pengendara Revo yang sedari tadi membuntutinya. Alih-alih membantu, pengemudi motor itu malah menyumpahi Paharuddin. "Rasakan. Mati kau," katanya. Seperti dua penyerang sebelumnya, pengendara sepeda motor Revo pun memperingatkan Paharuddin, "Ngapain melaporkan proyek bos kami?"
Polisi dan warga baru datang ke lokasi kejadian 30 menit kemudian. Paharuddin lantas dibawa ke Rumah Sakit Nuraini di Blok Songo, sekitar 10 kilometer dari tempat penusukan. Di sana, Paharuddin mendapat puluhan jahitan untuk luka tusuk yang menembus dari perut hingga ke belakang itu.
Sewaktu mendengar sumpah serapah penyerangnya, Paharuddin yang aktif di jaringan LSM sejak 2008 itu langsung teringat pada dugaan penyelewengan dana bantuan daerah bawahan Provinsi Sumatera Utara yang ia laporkan. Setelah keluar dari rumah sakit, meski belum sepenuhnya pulih, Dia mendatangi kantor polisi untuk mengecek perkembangan laporannya. "Hasilnya nihil. Padahal laporannya cukup rinci," kata Paharuddin.
Proyek jalan beton jurusan Normark menuju Simpang Mampang, misalnya. Menurut laporan Paharuddin, pengerjaan proyek menyimpang dari spesifikasi. Konstruksi jalan sepanjang 1,5 kilometer itu dibuat dengan aspal campuran, sehingga cepat rusak. Selasa pekan lalu, Tempo mengecek jalan yang dilaporkan Paharuddin. Ruas jalan tersebut memang tertutup aspal, bukan beton bertulang besi.
Akhir Juli tahun lalu, sebelum penyerangan di Simpang Kayu Manis, Paharuddin mendapat tawaran "damai" dari orang yang mengaku suruhan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. "Mereka menawarkan uang, tapi saya tolak," kata lelaki kelahiran Aek Tobang, Sumatera Utara, ini.
Penolakan tawaran itu berbuntut panjang. Sejak itu, beberapa orang tak dikenal kerap mendatangi rumah Paharuddin. Seperti mengintai, orang-orang itu hanya mondar-mandir di sekitar rumah. Ketika ada tetangga yang memergoki dan menegur, orang asing itu langsung pergi sambil memaki-maki. Peristiwa serupa terus berulang, "Sampai saya ditikam di dua liang itu," ujar Paharuddin.
Sampai akhir pekan lalu, Bupati Labuhanbatu Selatan Wildan Aswan Tanjung belum bisa dimintai tanggapan. Tempo dua kali mendatangi kantornya, tapi sang Bupati tak ada di tempat. Seorang asisten Bupati bernama Azaman mengatakan Wildan sedang ada keperluan ke Medan dan Jakarta. Berkali-kali dihubungi, nomor telepon Wildan pun tak aktif.
Kepala Kepolisian Resor Labuhanbatu Ajun Komisaris Besar Teguh Yuswardhie membenarkan adanya laporan dugaan korupsi dari Paharuddin. Namun polisi belum memeriksa saksi karena masih menelaah laporan tersebut. Teguh pun beralasan polisi tak mau sembarangan memanggil orang dalam kasus korupsi. "Kalau tak terlibat, bisa kena aib dia," katanya.
Teguh pun tak mau berspekulasi mengaitkan penusukan Paharuddin dengan laporan kasus dugaan korupsi. Padahal Paharuddin sudah melaporkan orang yang dia duga sebagai salah satu penyerangnya. Namanya Haris Nasution, lelaki yang kebetulan tinggal satu kecamatan dengan Paharuddin, di Kecamatan Sei Kanan.
Meski semua penyerang memakai helm yang menutupi wajah, Paharuddin mengaku mengenali salah seorang dari mereka. Ciri-cirinya rambut ikal yang keluar dari helm dan betis kecil si penyerang bercelana jins sebatas lutut itu. Paharuddin pun meyakini orang tersebut adalah Haris.
Senin pekan lalu, Tempo menyambangi rumah Haris di Dusun Rantau Ciok, Desa Hajaran, Kecamatan Sei Kanan. Ibu Haris, Latifah, mengatakan polisi juga sudah bolak-balik datang mencari anaknya. Namun Latifah meyakini anaknya tak terlibat penusukan tersebut. "Sebelum penusukan itu, anak saya sudah tak ada di rumah," kata Latifah.
Kepala Kepolisian Sektor Kampung Rakyat Inspektur Satu Jupiter Frans Simanjuntak mengatakan polisi sudah mencari-cari Haris, tapi belum berhasil. Di samping disebut-sebut oleh Paharuddin, menurut Jupiter, Haris dicari polisi karena diduga terlibat kasus pidana lain. "Saat ini dia masih buron," ujar Jupiter.
Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Edwin Partogi meminta polisi tak menyepelekan penyerangan atas Paharuddin. "Dari cerita korban dan kronologi kejadian, terlihat jelas kaitan laporan korupsi dengan penusukan itu," kata Edwin. Sempat meminta perlindungan LPSK pada akhir tahun lalu, Paharuddin kini sibuk menjadi anggota tim sukses pasangan calon Bupati Labuhanbatu Selatan, Usman-Arwi Winata, yang akan melawan pasangan inkumben.
Syailendra Persada (jakarta), Salomon Pandia (labuhanbatu Selatan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo