Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suku Maori memerlukan wa-ktu hampir seabad untuk masuk da-lam lingkaran kekuasaan Se-lan-dia Baru. Sejak mer-deka dari Ing-gris, 26 September 1907, baru tahun 2005 suku asli negeri di Samudra Pasifik Selatan itu berpe-luang masuk pe-me-rin-tahan. Peluang itu da-tang setelah Partai Buruh pimpinan Perdana Menteri Helen Clark, yang memerintah sejak 2002, cuma unggul tipis da-ri musuh utamanya, Par-tai Nasional, pada pemilu dua pekan lalu. Agar kuat, Partai Buruh ha-rus mencari sahabat. Yang paling memenuhi sya-rat adalah suku Maori.
Pemilu Selandia Baru merebut 122 kur-si di parlemen. Sebagian hasil sudah keluar pada pekan lalu. Partai Buruh mendulang 40 kursi, Partai Nasio-nal 39 kursi, Partai Hijau dan Progresif tujuh kursi, Partai Masa Depan Bersa-tu meraih 10 kursi, dan Partai Maori meraih empat kursi. Suku Maori juga mendapat hak istimewa: tujuh kursi gratis di parlemen.
Dengan demikian, Maori memiliki 11 kursi—sisa kursi menyebar di beberapa partai kecil. Hasil akhir pemilu diumum-kan 1 Oktober nanti. Tapi Partai Buruh sudah bisa dipastikan menjadi jua-ra. Yang bakal menyokong Partai Bu-ruh adalah Partai Hijau dan Progresif serta Partai Masa Depan Bersatu. Tapi, koali-si- ini rapuh karena Partai Hijau kurang cocok dengan Partai Masa Depan Bersatu.
Kalaupun cocok, kekuat-an mereka cuma 57 kursi. Masih minus lima ku-rsi menguasai parlemen. Se-men-tara itu, be-berapa partai kecil lain dipastikan berdiri di belakang Partai Nasional-. -Koalisi Nasional pun cuma menguasai- 54 kursi. Nah, di situlah posisi suku Maori amat menentukan. Ke mana me-reka bergabung, ke situ kekuatan berpihak.
Repotnya, dua koalisi besar di atas sa-ma-sama me-nyimpan sejarah pahit yang panjang dengan su-ku Maori. Sejak 1769 Selandia Baru dijajah Ing-gris. Ribuan pendatang Ing-gris mengalir ke sana. Ta-hun 1840, petinggi Mao-ri meneken Perjanjian Wai-tangi dengan Inggris. Isinya, Maori mengakui kekuasaan dan Inggris berjanji tak akan menjarah kawasan Maori.
Tapi London berdusta. Pendatang yang terus meluber dari Inggris akhir-nya menerabas kawasan Maori. Perang pun meletus. Panah, sumpit, dan senjata tradisional pejuang Maori tak berdaya menghadapi senjata mo-dern milik serda-du Inggris. Bertahan tiga tahun, Maori bertekuk lutut pada 1848. Perang mele-tus lagi pada 1860 hingga 1870. Maori lagi-lagi tersungkur. Tahun 1907, London menjadikan Selandia Baru sebagai kawasan independen, di-pimpin seorang gubernur jenderal.
Di tahun itulah negeri ini resmi mer-deka, walau masih harus bersembah sujud ke sang Ratu, yang berdiam di London. Populasi Selandia Baru kini sekitar lima juta jiwa. Sekitar 80 persen adalah warga kulit putih, dan 15 persen suku Maori. Sisanya imigran dari kawasan lain, semisal Asia.
Sejak merdeka, Selandia Baru memiliki beberapa partai politik. Tapi suku Maori tak punya partai. Itu sebabnya mereka diberi hak istimewa: tujuh kursi di parlemen. Sejumlah cerdik pandai suku itu mulai ”magang” di partai politik dan mendirikan partai sendiri. Pertengahan tahun lalu, Tariana Turia, bekas politisi Partai Buruh, mendirikan Partai Maori. Walau masih bau kencur, partai ini sukses menyabet empat kursi di parlemen.
Rapor ini membuat Partai Buruh dan Partai Nasional berhitung keras. De-ngan populasi 15 per-sen, masa depan Partai Maori akan cukup diper-hitungkan. Repotnya, suku Maori telanjur dicap se-bagai musuh tujuh turunan kaum kulit putih. Partai Buruh hingga kini me-nolak keras klaim kaum Mao-ri atas daerah lepas pan-tai, sementara Partai Na-sional—juga partai kulit putih—sudah lama ber-usaha menghapus hak tujuh kursi bagi kaum Maori di parlemen.
Bila ingin menguasai par-lemen, ke-dua partai di atas tak punya pilihan: berdamai dengan masa silam, merangkul suku Maori. Beberapa kawan Tarina Turia di Partai Buruh tengah gencar merayu Tarina. Sebaliknya, Tarina juga ”call tinggi”: dia minta jatah di peme-rintahan serta pembebasan atas tanah leluhur mereka.
Negosiasi masih berlangsung. Tapi -kabar ramai berembus bahwa Partai Buruh bakal mengangguk.
Wenseslaus Manggut (AFP, newzealandeducated.com, maori.org.nz, aotearoa.wellington.net.nz)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo