Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang Tersimpan di Saku Sutanto

Kepala Polisi Jenderal Sutanto mengganti lima kapolda dan pejabat penting lainnya di Polri. Pembersihan atau sekadar gula-gula?

26 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DITEMUI di kantornya, Rabu pekan lalu, Brigadir Jenderal Aryanto Sutadi terlihat sumringah. ”Saya merasa lega,” katanya mengomentari tugas barunya sebagai Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan Kriminal Polri. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah ini adalah salah satu perwira tinggi Polri yang dimutasi Kapolri Jenderal Sutanto, 16 September lalu. Melalui Surat Keputusan No. 659/IX/2005 dan No. 660/IX/2005, Kapolri menetapkan mutasi 26 perwira tinggi polisi. Selain Sulawesi Te-ngah, daerah lain yang mengalami pergeseran kapolda adalah Kalimantan Timur, Lampung, Jambi, dan Maluku Utara (lihat, Yang Datang dan yang Pergi).

Ini memang gebrakan yang menyengat. Bisik-bisik menyebutkan, mutasi ini d-ilakukan untuk membersihkan orang-orang Da’i Bachtiar, Kapolri sebelumnya. Aryanto, misalnya, secara terbuka mengaku dekat dengan Da’i Bachtiar. Lazimnya, jika dianggap berprestasi, seorang direktur dalam tubuh Polri diangkat menjadi kapolda. Tapi yang terjadi dengan Aryanto sebaliknya. Dia dipindah dari polda ke jabatan direktur. Jabatan barunya tak menaikkan pangkatnya yang bintang satu—bintang yang disandang Aryanto selama lima tahun terakhir. Tapi Aryanto mengaku malah senang dengan mutasi itu. ”Saya yakin rekrutmen yang dijalankan Kapolri berdasarkan kualitas, track record, loyalitas, dan moral, bukan suka dan tidak suka,” katanya.

Ada pula yang mengaitkan keputusan ini dengan gerakan Kapolri membereskan judi dan sebagai reaksi dari terbongkarnya pencurian ribuan ton minyak mentah di lepas pantai Lawe-Lawe, Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur. Soal judi, Kapolri memang sempat berkata keras. Awal Juli lalu, saat diangkat menjadi orang nomor satu di kepolisian, Sutanto sesumbar akan menyikat habis perjudian, penyelundupan, dan narkoba. Bahkan, dia berjanji akan memecat kepala polisi daerah yang tak menghiraukan masyarakat yang melaporkan adanya perjudian. ”Akan saya ganti mereka,” kata Sutanto kala itu.

Gebrakan Sutanto ini, kata seorang mantan pejabat Polri, membuat para tauke judi tujuh keliling. Sementara Jenderal Sutanto menyatakan perang terhadap judi, di sisi lain setoran untuk beberapa pejabat polri dan TNI, secara sukarela atau terpaksa, harus jalan. ”Saya perkirakan, jika Sutanto member-lakukan kebijakan keras ini se-lama setahun saja, maka tauke judi besar akan tumbang,” kata sumber itu.

Tak mudah memastikan benarkah mu-tasi itu dilakukan dengan alasan tersebut. ”Itu regenerasi biasa. Tidak ada hubungannya sama sekali (dengan memberantas judi, penyelundupan, dan narkoba),” kata juru bicara Polri, Brigjen Soenarko. Beberapa kapolda yang dige-ser umumnya menyambut dingin spe-ku-lasi tersebut. Kapolda Lampung Brigjen Rasyid Ridho mengaku biasa-biasa saja. ”Wakil Kepala Di-visi Hukum Ma-bes Polri se-tara de-ngan kapolda,” katanya mengomentari pos barunya. Awal September lalu, Rasyid Ridho genap setahun menjadi Kapolda Lampung.

Menurut Jenderal (Purn.) Chaeruddin Ismail, Kapolri di era Presiden Abdurrahman Wahid, setiap pergantian Kapolri biasanya diikuti oleh pergeseran sejumlah posisi penting. Hal ini lumrah. ”Kapolri akan mencari orang-orang yang dipercayainya untuk kelancaran tugas-tugasnya,” katanya. Chaeruddin memberi metafora soal ini. ”Jika berlin-dung di bawah pohon beringin dan suatu saat pohonnya tumbang, ya, harus ikut tercampak,” katanya. Dalam bahasa yang lain, kriminolog Universitas Indonesia Erlangga Masdiana mel-ihat mutasi di tubuh Polri dilakukan untuk menguatkan kinerja serta jaminan agar perintah Sutanto dijalankan sesuai dengan keinginannya.

Begitukah? Mari ambil contoh promosi Brigadir Jenderal Gregorius Mere sebagai Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim). Sumber Tempo di Mabes Polri membisikkan, Sutanto menempatkan Gorries di badan elite itu untuk memperlancar penyidikan kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru. Termasuk, kasus dugaan suap yang dilakukan terpidana kasus BNI Adrian Herling Waworuntu kepada penyidik (lihat, Timbul, Tenggelam, Timbul Lagi).

Tidak lama setelah Sutanto menjadi Kapolri, penyidikan kasus dugaan suap dalam penyidikan kasus BNI memang mengalami perubahan cukup signifikan. Sementara sebelumnya mampet, kini seperti mengalir kembali. Apalagi, Sutanto sebelumnya menempatkan Jusuf Manggabarani sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan.

Anggapan bahwa kasus-kasus yang ditangani divisi ini akan menguap begitu saja untuk sementara terbantahkan. Mantan penyidik kasus itu, masing-ma-sing Komisaris Besar Irman Santoso dan Brigadir Jenderal Sa-muel Ismoko, mantan Direktur II Bareskrim, pun diperiksa se-ba-gai saksi. Sa-muel Is-moko sendiri juga masuk dalam arus mutasi. Kepala Biro Pembinaan Operasional ini dipindahkan menjadi staf ahli Kapolri. Menurut Chaeruddin Ismail, saat ini masih banyak yang perlu dibenahi di tubuh kepolisian. Salah satunya adalah merombak jajaran reserse yang merupakan tulang punggung Polri. Karena itu, wajar saja jika Sutanto menempatkan orang-orang kepercayaannya di Bareskrim. ”Harus orang pintar dan bermutu,” katanya. Erlangga Masdiana melihat pe-nempatan Gorries di Bareskrim adalah untuk menutupi kelemahan-kelemahan di tubuh Polri. ”Saat ini polisi ingin kuat dalam melakukan penyidikan kejahatan trans-nasional,” katanya. Kelebihan Gorries, kata Erlangga, adalah kemampuannya mengakses berbagai kelompok krimi-nal tertentu, khususnya di luar negeri.

MUTASI besar-besaran di tubuh Polri juga dikaitkan de-ngan kasus rekening tidak wajar milik sejumlah jen-deral polisi yang diungkap Pusat Pelapor-an dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Hingga saat ini nama-nama perwira Polri yang punya rekening jumbo itu memang belum bocor. Yang ber-edar adalah inisial-inisial yang sulit di-verifikasi kebenarannya. Tapi, tak urung, para perwira yang dikait-kaitkan gerah juga. Aryanto Sutadi, yang namanya kerap dihubungkan dengan inisial AS, pemilik rekening jumbo, menepis tudingan itu. ”Alhamdulillah, saya memiliki harta dengan cara yang wajar,” katanya. Kapolda Lampung Rashid Ridho juga demikian. ”Saya sebenarnya sempat panas dengan isu itu,” katanya. Ia mempersilakan siapa saja untuk me-ngusut hartanya sampai ke ujung dunia.

Sumber Tempo lainnya, seorang mantan pejabat Polri, menyebutkan, meski terkesan menggebrak, apa yang dilakukan Sutanto belum maksimal. Beberapa pos polda di provinsi-provinsi besar belum ia bereskan. Dengan kata lain, mutasi itu dilakukan Sutanto lebih untuk memantapkan citranya sebagai Kapolri yang tak berkompromi terhadap judi, narkoba, dan penyelundupan. ”Karena masyarakat telanjur menganggap Kapolri seperti itu, mau tidak mau dia harus mempertahankan citra itu,” kata sumber tersebut.

Sayang, Jenderal Sutanto belum mau diwawancarai. Janji wawancara dengan Tempo Jumat lalu ia batalkan karena ada urusan lain. Untuk sementara, jawaban tentang alasan mutasi di tubuh Polri masih tersimpan di saku sang Jenderal.

Johan Budi S.P., Agriceli, Nurlis E. Meuko, Fadilasari (Lampung), Darlis Muhammad (Palu), Sakti Wibisono (Balikpapan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus