Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA--Presiden Singapura Halimah Yacob meminta agar aturan yang mengecualikan pria di atas 50 tahun dari hukum cambuk segera dicabut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dilansir Channel NewsAsia pada bulan lalu, presiden perempuan itu menegaskan dirinya berharap agar pria lansia dikecualikan dari aturan yang telah berlaku selama beberapa dekade, terutama bagi pelaku perkosaan dan pemerkosa anak-anak.
Sarannya mendapat reaksi beragam, mulai dari presiden Law Society of Singapore yang setuju dengannya, hingga penolakan Association of Women for Action and Research (AWARE) yang menentang hukuman fisik.
Dalam sebuah postingan Facebook, Halimah mengungkapkan kekecewaannya pada serentetan kasus pemerkosaan anak-anak yang “sangat memuakkan” baru-baru ini di rumah mereka sendiri. Dia mengatakan itu "ironis" bahwa pelaku bisa lolos dari rasa sakit yang disebabkan oleh hukuman cambuk.
“Beberapa pelaku melakukan pemerkosaan saat mereka berusia di bawah 50 tahun, tetapi kejahatan mereka baru dilaporkan setelah mereka berusia 50 tahun,” kata Halimah.
Jika seorang penjahat tidak dapat dicambuk karena usianya, pengadilan dapat mengenakan hukuman penjara tambahan hingga 12 bulan sebagai pengganti hukuman cambuk.
CNA melihat mengapa undang-undang tersebut diperkenalkan dan bagaimana undang-undang tersebut dapat diubah jika peninjauan dilakukan.
Mengapa batas usia hukuman cambuk ditetapkan pada pria usia 50 tahun? Pengacara dan ahli di Singapura mengatakan batas usia hukuman cambuk kemungkinan diperkenalkan selama era kolonial di akhir 1800-an ketika harapan hidup mendekati 50 tahun - jauh lebih pendek daripada di zaman modern.
Undang-undang Singapura tidak secara khusus memberikan alasan untuk batas usia tersebut. Harapan hidup rata-rata saat lahir untuk penduduk Singapura adalah 83,5 tahun pada tahun lalu, menurut Departemen Statistik Singapura.
Adrian Wee dari Characterist LLC mencatat bahwa batas usia diabadikan dalam KUHAP, yang diwarisi Singapura dari Inggris.
Batas usia kemungkinan besar diterapkan karena "prinsip umumnya adalah bahwa kita tidak memukuli orang tua dan lemah", yang akan kejam dan menyebabkan "jumlah penderitaan yang tidak proporsional", katanya.
Pengacara kriminal Josephus Tan dari Invictus Law Corporation menambahkan bahwa usia 50 tahun mungkin dianggap hampir tua pada saat itu.
"Bagaimanapun, ini tidak terjadi sekarang di mana harapan hidup rata-rata jauh lebih lama," katanya. "Selain itu, usia 50 tahun dalam konteks sekarang tidak lagi dianggap tua dan banyak orang di usia ini masih sehat secara fisik dan menjalani gaya hidup aktif."
Tan juga merujuk pada Bagian 331 KUHAP, yang menyatakan bahwa hukuman cambuk hanya dapat dilakukan hanya jika petugas medis hadir dan menyatakan bahwa pelaku cukup sehat untuk dicambuk.
"Lagipula, hukuman cambuk yudisial (tidak seperti hukuman fisik yang biasa dilakukan di rumah atau sekolah) adalah proses yang menyakitkan dan sangat invasif," tambahnya.
Dosen hukum Alexander Woon mengatakan bahwa meskipun “tidak sepenuhnya jelas” mengapa batas usia tersebut diperkenalkan.
Hal itu tampaknya sebagai bagian dari ketentuan hukum yang melarang hukuman cambuk bagi pelanggar tertentu: Wanita, laki-laki berusia di atas 50 tahun pada saat dicambuk, terpidana mati yang hukumannya belum diringankan.
Woon, mantan jaksa yang sekarang mengajar di Singapore University of Social Sciences (SUSS), menambahkan: “Orang mungkin menduga bahwa pengecualian ini mencerminkan moralitas yang berlaku saat itu, karena tidak ada hubungan umum lainnya antara ketiga kategori orang ini.”
CHANNEL NEWSASIA