PARTAI Komunis Malaya (CPM) dan gerombolan Tentara Kemerdekaan
Nasional Malaya (MNLA) sudah kucar-kacir. Tapi Malaysia masih
saja dihantui perusuh komunis - yang kini bermukim di
hutan-hutan perbatasan Muangthai Selatan.
Kekhawatiran terhadap serangan gerilya itu beralasan. "Sepuluh
tahun lalu banyak orang Melayu menjadi anggota CPM, sekarang
sebagian besar orang Thai. Suatu saat kelak CPM tidak hanya
berbahaya bagi Malaysia, juga merupakan ancaman serius bagi
Muangthai," kata sebuah sumber di kantor Perdana Menteri
Mahathir.
CPM dibentuk tahun 1930-an - hampir sebaya dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang didirikan kembali secara ilegal oleh Muso
setelah pemberontakan November 1926 gagal. Di masa pendudukan
Jepang, orang-orang komunis Malaysia membentuk Persatuan Rakyat
Melayu Anti-Jepang (MPAJU) yang juga dilengkapi dengan pasukan
gerilya bersenjata.
Begitu Jepang bertekuk-lutut kepada Sekutu, kaum merah Tanah
Semenanjung mendirikan Partai Kebangsaan Melayu Malaya (MNP).
Inisiatif pembentukan MNP diambil oleh Mohtaruddin Lasso dengan
dukungan dari tokoh komunis Abdullah CD dan Rashid Maidin.
Bersekutu dengan kaum nasionalis untuk melawan penjajah,
sebagaimana diucapkan Abdullah CD, cuma taktik belaka.
Mohtaruddin Lasso alias Langlang Buana, menurut Cheah Boon Kheng
dalam Red Star over Malaya (Singapura, 1983), adalah Tan Malaka,
dedengkot komunis Indonesia.
Itu sebabnya mereka juga berusaha berhubungan dengan para
pemimpin nasionalis Indonesia, mencoba memanfaatkan karisma Bung
Karno dan Bung Hatta dan bahkan menggunakan merah-putih sebagai
bendera mereka. Ketika kedua pemimpin Indonesia itu memenuhi
undangan Marsekal Terauchi di Dalat, seminggu menjelang
proklamasi, beberapa anggota MNP, antara lain, Pacik Ahmad,
sempat bertemu dengan Bung Karno dan Bung Hatta di Singapura.
Abdullah C.D. dan Rashid Maidin, yang kini berumur sekitar 70
tahun, masih hidup - bahkan dikabarkan masih aktif memimpin
gerilya CPM di hutan Muangthai Selatan. Dalam peta organisasi
MNLA bertarikh Juli 1978, yang tergantung di markas artileri
Malaysia di perbatasan dengan Muangthai, nama mereka masih
tercantum.
Tahun 1960-an, terjadi krisis kepemimpinan di kalangan CPM.
Partai ini terpecah tiga. CPM-RF (Revolutionary Front),
CPM-ML (Marxist-Leninist), dan CPM roper (induk). "Mereka
sama-sama berkiblat ke Beijing. Bedanya, CPM-proper masih
percaya bisa merembes ke Semenanjung. Sedang dua lainnya tidak,"
kata Mayjen Datok Mohd. Hashim bin Mohd. Ali, panglima Divisi II
Infanteri Malaysia.
Menurut Enchik Hashim, kakak ipar Mahathir, jumlah pengikut CPM
yang dulu sekitar 6.000 orang kini tinggal 2.000-an. Sedangkan
yang melakukan kegiatan subversi di pedalaman Semenanjung
diperkirakan 200 saja. "Tapi, betapa pun kecilnya, di mana pun
mereka berada, komunis tetap berbahaya," katanya lagi.
Itulah sebabnya, beberapa batalyon Asykar Malaysia Diraja
disiagakan, lengkap dengan panser, tank, dan meriam di berbagai
pos di sepanjang perbatasan. Sebuah tim khusus, yang terdiri
dari beberapa instansi, juga dibentuk untuk menanggulangi
penyelundupan tradisional, baik berupa barang dagangan maupun
dadah alias narkotik, serta imigran gelap.
Tiga tahun terakhir ini kontak senjata antara tentara dan
perusuh mereda. Mungkin karena ketatnya penjagaan, atau bisa
juga lantaran dibukanya kawasan berhutan lebat itu. Di Desa
Bukit Kayu Hitam dan Keroh kini ditempatkan pos imigrasi. Pagar
besi berjalin kawat berduri juga dibangun di kawasan yang paling
rawan antara Padang Besar dan Bukit Kayu Hitam sepanjang 51 km.
Pembukaan kawasan itu ternyata bukan hanya berdasarkan alasan
keamanan, melainkan juga untuk pengembangan perekonomian -
selaras dengan program kasban (keselamatan dan pembangunan).
Sebab itu, Malaysia juga membangun lebuh raya alias highway dan
beberapa jembatan besar.
Lebuh Raya Timur - Barat akan menghubungkan Butterworth (Pulau
Pinang) di sebelah barat dengan Kota Bharu (Kelantan) di
sebelah timur. Bila jaringan jalan raya itu selesai, jarak
Butterworth - Kota Bharu sepanjang 1.005 km (lewat Kuala Lumpur
- Kuantan) bisa dipersingkat menjadi 375 km saja.
Untuk membendung pengaruh komunis, perkebunan karet atau tanaman
keras lainnya juga dibuka di beberapa tempat. Dan penduduk yang
biasa berlalu-lalang melewati perbatasan dimukimkan. Para belia
(remaja) setempat pun mendapat kemudahan menjadi tentara - ikut
menjaga kampung halaman dan perbatasan. Penduduk asli - bertubuh
kerdil, berambut keriting, dan berkulit hitam - yang lebih suka
disebut "orang asli" ketimbang orang Jahai atau Sakai juga
dibina dan dimukimkan.
Sayang, usaha Malaysia menjaga perbatasan itu kurang mendapat
imbangan dari tetangganya, Muangthai. Sekalipun kedua negara itu
sudah menjalin kerja sama penjagaan perbatasan sejak lama, pihak
Muangthai sudah empat tahun terakhir ini mengurangi kegiatan
patroli bersama.
Belakangan muncul pula sikap Muangthai yang menganggap CPM
sebagai masalah dalam negeri Malaysia. Beberapa kali Letjen Harn
Leenanond, 58 tahun, panglima Komando Wilayah IV Muangthai, yang
menguasai kawasan selatan, menuduh Malaysia kurang menunjukkan
usaha kerja sama di perbatasab.
Diduga Muangthai hendak menjadikan Organisasi Pembebasan Pattani
(PULO), gerakan kemerdekaan minoritas muslim di Pattani,
Muangthai Selatan, sebagai kartu untuk "menekan" Malaysia. Ada
kecenderngan mereka menuduh Malaysia membantu gerakan separatis
itu. Agaknya Muangthai juga menginginkan Malaysia bersedia
bekerja sama menumpas PULO. Seorang pejabat di kantor Perdana
Menteri Mahathir heran. "Kami tidak mungkin menumpasnya karena
PULO merupakan masalah dalam negeri Muangthai. Selain itu,
mereka muslim dan tidak pernah mengganggu kami," katanya.
"Kalau mereka tahun lalu, misalnya, ada yang lari ke kawasan
Kelantan, itu karena ada famili mereka di sana. Lagi pula kami
selalu memulangkan mereka ke Muangthai," katanya lagi. "Kalau
kami bersimpati dan membantu PULO, kekuatan mereka tentu
bertambah. Dan para pemimpin mereka tak perlu mukim di Timur
Tengah," ujarnya lagi. Jumlah anggota PULO kini 600-an.
Mungkin karena pernyataannya yang keras, Letjen Harn, awal
Oktober, ditarik ke Markas Besar Angkatan Darat Muangthai.
Penarikan itu diduga untuk melicinkan jalannya pembicaraan dalam
pertemuan GBC akhir bulan ini di Bangkok. Bagaimana kalau PULO
tampil dalam agenda perundingan GBC? Kata sumber di Kuala
Lumpur, "Kami akan menolaknya karena musuh bersama yang
disepakati adalah komunis, tidak termasuk PULO."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini