Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sisi lain perang teluk: iklan gratis

Beberapa pabrik senjata menerima banyak pesanan baru karena perang di teluk dan kehebatan produknya melalui siaran televisi. sejumlah perusahaan pengangkutan milik swastapun tertolong karena perang.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IKLAN gratis. Itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan keuntungan yang dinikmati Raytheon Co. dari Perang Teluk. Bayangkan berapa besar biaya yang harus ditanggung perusahaan yang memproduksi rudal Patriot ini jika harus membayar tayangan televisi yang memperlihatkan kehebatan produknya melumpuhkan rudal Scud. Sebelum perang selesai, Raytheon sudah menerima beberapa pesanan, misalnya dari Italia dan Turki. Hasil iklan gratis dari perang, tentu saja, tak dinikmati produser Patriot sendiri. General Dynamics pembuat Tomahawk, dan Lockheed, pabrik pesawat Stealth F-117 -- sang siluman itu -- juga memperoleh rezeki. Iklan gratis ini seakan-akan membungkam suara-suara yang selama ini menentang penghamburan uang negara untuk alat pembunuh itu. Buktinya, kontrak-kontrak pembelian sudah diteken. Menurut ramalan, tahun ini akan dibelanjakan sekitar US$ 30 milyar untuk persenjataan baru. General Dynamics, salah satu perusahaan Amerika terbesar di bidang persenjataan, mendapat kontrak baru pembelian rudal Stinger. Juga, dari Arab Saudi, datang pesanan sebesar US$ 1,5 milyar untuk sejumlah tank M-1. Saingannya Lockheed Corp., telah memenangkan tender US$ 800 juta untuk pesawat-pesawat pengangkut raksasa. Bagi perusahaan persenjataan, perang di Teluk memang bagaikan rahmat. Beberapa tahun sebelumnya ada kecenderungan grafik produksi menurun di kedua pabrik tersebut. Bahkan di pabrikpabrik lain, sudah dilakukan penciutan jumlah karyawan. Beberapa pabrik senjata malah sudah mengubah diri jadi perusahaan lain. Dilihat dari dana Departemen Pertahanan AS, dari 1986 sampai akhir 1991, anggaran pembelian senjata memang menunjukkan garis menurun. Di Amerika, Kongres dan masyarakat memang cenderung menuntut agar anggaran militer ditekan. Memang belum jelas apakah perang akan mengurangi tuntutan itu, dan sejumlah pabrik senjata jadi hidup lagi. Yang jelas, "Sekarang pembayar pajak tahu bahwa uang mereka digunakan dengan sebaik-baiknya," kata Ralp Hawes dari General Dynamics. Perang yang membunuh ini, ternyata, juga bisa menghidupi. Sejumlah perusahaan angkutan laut dan udara swasta di Amerika tertolong oleh perang. Bayangkan saja bila peralatan perang yang dibawa oleh 425.000 tentara Amerika meliputi 1.700 helikopter, 1.800 pesawat udara, dan 1.000 tank M 1A1, dan harus diangkut dalam jarak jauh Amerika-Arab Saudi. Pengangkutan pihak militer sendiri tak mungkin melakukannya, dalam waktu singkat. Dari Agustus hingga Desember saja, alat perang yang mendarat di Arab Saudi mencapai berat 1,6 juta ton. Memang bukan sematamata mesin perang karena perlu juga disertakan makanan instant, roti, daging sapi dan ayam. Yang diangkut pertama kali adalah peralatan penunjang, antara lain forklift, pompa bensin, rak-rak penyimpan. "Seperti mendarat di Venus," kata Marsekal Muda (Udara) Walter Kross menggambarkan perlengkapan yang dikirimkannya. Sebagian besar perlengkapan memang diangkut lewat laut. Hanya sekitar 5% yang diangkut dengan pesawat. Tapi, yang sedikit itu bila dibandingkan yang pernah dilakukan oleh angkatan udara mana pun di dunia ini, jumlahnya berlipat. Salah satu pengangkutan peralatan militer terbesar adalah dalam operasi "jembatan udara" Berlin tahun 1948, ketika Soviet memblokade Berlin Barat dari Jerman Barat. Dan itu hanya sekitar seperempat dari yang diangkut oleh cargo udara dalam persiapan perang di Teluk. Kata seorang laksamana AL AS, "Saya tidak bisa membayangkan bahwa kami bisa melakukannya lagi lima tahun mendatang." Sebagian besar tentara yang dikirim ke Teluk naik penerbangan komersial seperti Pan American, United Airlines, dan 14 maskapai penerbangan lainnya. Ongkos yang mereka kenakan separuh harga -- rata-rata tarif AS-Saudi US$ 1.500. Jasa maskapai swasta ini tentu saja tak dilupakan: mereka mendapatkan kontrak mengangkut pasukan militer AS dalam tugas rutin yang dananya US$ 600 juta. Ada segi lain dalam pengangkutan pasukan dengan transportasi swasta itu: tak ada peraturan disiplin yang ketat. Mungkin, ketika mereka berangkat perang itu, para serdadu AS tersebut merasa pergi berdarmawisata. Dari sudut militer, ini juga merupakan penghematan personel. Betapa repotnya kalau pengiriman pasukan dan peralatan perang harus dilakukan sendiri oleh Departemen Pertahanan AS. Dengan bantuan pengangkutan swasta saja, pemerintah AS terpaksa menarik 65 kapal yang sedang diperbaiki, dan memanggil kembali pensiunan marinir. Dan itu memerlukan sedikit latihan karena para pensiunan itu tak mengenal pengoperasian alat-alat baru di kapal-kapal mutakhir. "Saya sama sekali tidak mengerti bagaimana menggunakan alat komunikasi yang canggih sekarang ini," kata Robert Wilson, 82 tahun, yang sudah dua puluh tahun tidak berlayar, pada majalah Fortune. Ada yang untung, ada yang buntung, memang sudah adat dunia, termasuk adat perang. Rustam F. Mandayun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus