Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah minyak menggenangi teluk

Perairan teluk digenangi jutaan barel minyak mentah. sejumlah instalasi minyak kuwait dibakar. pasukan sekutu mengebom pabrik senjata kimia dan bio logi irak, yang dapat membuat bumi makin panas.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMURKAAN Saddam Hussein mulai dimuntahkan ke laut. Perairan Teluk dekat pantai Kuwait, kini hitam oleh jutaan barel minyak mentah yang ditumpahkan atas perintah orang kuat Irak tersebut. Ganggang laut dan plankton layu, ikan-ikan sesak napas, dan burung-burung pantai tak sanggup lagi terbang karena sayapnya lengket terkena tumpahan minyak -- setelah mencelup ke laut. Mimpi buruk pencinta lingkungan akhirnya jadi kenyataan setelah Saddam Hussein menggunakan minyak Kuwait sebagai senjata melawan pasukan Sekutu. Keadaan tampaknya akan bertambah buruk ketika dikabarkan kobaran api telah menyala di atas genangan minyak hitam tersebut. Senjata minyak lain yang digunakan Saddam Hussein adalah membakar sejumlah instalasi minyak Kuwait. Menjelang api mesiu menyala di Teluk, Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Yordania Dr. Abdullah Toukan telah membuat kalkulasi tentang akibat perang terhadap tata lingkungan global -- yang disusunnya bersama dua ahli dari Amerika: Frank Barnaby (ahli persenjataan nuklir) dan Dr. John Cox (ahli lingkungan). Jika Perang Teluk berlarut-larut, kata Toukan, kerusakan hebat pada lingkungan global bakal terjadi. "Akibatnya akan ditanggung oleh ratusan juta umat manusia," ia melanjutkan. Timur Tengah sendiri akan mengalami kemerosotan mutu lingkungan hidup paling serius sepanjang sejarah. Ketika bom pertama pasukan Sekutu meledak di Baghdad, Toukan kontan teringat janji Saddam Hussein: akan membakar kawasan Teluk bila perang pecah. Toukan membayangkan 750 sumur pada delapan ladang minyak Kuwait tersebut -- separuh di antaranya sanggup menghasilkan dua juta barel minyak mentah sehari -- akan jadi senjata perusak yang hebat. Sebuah serangan ringan bisa membuat kedelapan ladang minyak yang terletak pada areal 800 km2 tersebut menyemburkan kobaran api yang sulit dipadamkan. Jika sumur-sumur yang menyimpan 90 milyar barel itu (9% cadangan minyak dunia) dilalap api, asapnya akan membentang di angkasa seluas 4-5 juta km2. Hasil pembakaran minyak mentah itu akan mencemari atmosfer dengan gas-gas pencemar, seperti gas SO2, CO2, N2O, dan akan menghalangi jatuhnya sinar matahari ke bumi. Lebih parah lagi, awan hitam yang mengandung gas-gas membahayakan hidup itu tak cuma berarak di sekitar Teluk. Angin yang berembus dari arah barat laut pada setiap awal tahun akan membawa awan itu sampai ke Pakistan dan India. Akibatnya, sumber panas di tempat yang dinaungi awan tersebut akan menyusut drastis -- menurut perkiraan Toukan suhu akan jatuh sebanyak 15-20 C. Bila gas-gas dan butiran hitam hasil pembakaran itu turun bersama air hujan, hujan akan bersifat masam akibat SO2. Selain itu, dan ini bencana yang tak kalah menakutkan, keberadaan gas-gas hasil pembakaran minyak tersebut akan menyebabkan muatan panas di atmosfer meningkat. Maka, sedikit atau banyak, pembakaran minyak Kuwait itu bakal mengatrol efek rumah kaca yang membuat bumi makin panas. Ketakutan lain Toukan yang diakibatkan oleh Perang Teluk adalah pengeboman pasukan Sekutu atas pabrik senjata kimia dan biologi Irak. Toukan percaya bahwa Saddam Hussein, sebelum perang, telah menimbun ribuan ton bom kimia dan biologi. Tentang soal pengeboman pabrik senjata kimia dan biologi itu belum ada konfirmasi dari Irak. Namun, Toukan, ahli fisika nuklir lulusan Institut Teknologi Massachusetts, Amerika, memperkirakan pengeboman oleh pasukan Sekutu telah menyebabkan bahan kimia beracun serta kuman ganas itu tersebar ke manamana, merusak daerah pertanian yang luas, dan menjadi ancaman selama bertahun-tahun. Reaktor nuklir Irak pun dikabarkan telah dapat dihancurkan pasukan Sekutu. Namun, bencana yang ditimbulkannya, menurut Toukan, tak sebesar dampak pengeboman pabrik bom kimia dan biologi. Dua reaktor nuklir yang ada di Irak hanya berskala kecil -- masing-masing berkekuatan 800 KW dan 5 MW. Karena kekuatan ledakannya juga tak seberapa besar, sisa-sisa radiasinya tak akan merembes jauh. Yang dikhawatirkan Toukan adalah bila Irak jadi brutal, dan menganggap pengeboman reaktor tersebut sebagai preseden. Lalu Saddam membalasnya dengan menyerang reaktor nuklir Israel Dimona, yang telah menghasilkan 150 buah pucuk bom nuklir. Serangan atas Dimona, kalau saja berhasil, akan bisa mendatangkan malapetaka serius, karena reaktor ini berukuran besar. Bila penyerangan atas Dimona terjadi, Yordania akan merasakan pula akibatnya. Sebab, reaktor nuklir Israel tersebut cuma berjarak 10 km dari perbatasan Yordania. Namun, menurut Toukan, daratan Eropa juga akan memanen kabut nuklir yang dibawa angin ke sana. Putut Trihusodo dan Yuli Ismartono (Amman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus