TERSIMPAN rapi dalam sebuah map warna merah, surat wasiat
Ayatullah Khomeini, yang baru boleh dibaca sesudah pemimpin
tertinggi tersebut wafat, diserahkan kepada Majelis Ahli Agama,
pekan silam. Penyerahan wasiat yang tiba-tiba itu menyebabkan 64
anggota Majelis bertangisan. "Allah ya Allah lindungi Khomeini .
. .," ratap mereka.
Apakah detik-detik akhir sang Imam sudah tiba? Ternyata belum.
Khomeini, 84 tahun, memang semakin uzur, "tapi bukan berarti
sakit," ucap Ayatullah Mahdavi Kani, salah seorang pemuka agama
Iran. Yang pasti sejak awal tahun ini Khomeini lebih suka
menyepi di kediamannya.
Mengurus Iran bahkan bagi pemimpin kaliber Khomeini nampaknya
bukanlah tugas mudah. Ke dalam, Khomeini harus bisa mengatasi
unsur-unsur pembangkang dari kelompok Mujahiddin serta banyak
golongan di masyarakat yang kurang jelas identitasnya. Ke luar,
Iran berhadapan dengan Irak dalam Perang Teluk yang
berlarut-larut. Bisa dimengerti bila sang Imam dengan surat
wasiat itu diam-diam berusaha mempersiapkan rakyatnya, untuk
menghadapi kemungkinan yang paling buruk sepeninggal dia.
Adalah putra Khomeini sendiri, Sayyed Ahmad, yang menyampaikan
testamen itu kepada Majelis. Tebalnya 30 halaman. Isinya diduga,
antara lain, menyebutkan siapa calon pengganti Khomeini, yang
sampai kini, tentu saja masih rahasia. Yang jelas, sesuai pesan
Imam, penggantinya haruslah tokoh yang tangguh dan waspada --
satu isyarat betapa Khomeini mengkhawatirkan stabilitas nasional
Iran. Dan hal ini memang sudah diragukan dunia luar sejak lama.
Meski Presiden Abulhasan Bani Sadr disingkirkan, Menteri Luar
Negeri Sadegh Ghotbzadeh dihukum mati, dan terakhir Partai Tudeh
dibubarkan, toh keguncangan masih terus terjadi. Tewasnya
Ayatullah Behesti, membuktikan adanya konflik intern yang
sesewaktu bisa meruncing. Hukuman mati dilaksanakan tanpa henti,
konon, lebih dahsyat dari zaman Syah. Sebuah sumber menyatakan
sebagian besar aparat pemerintah yang diragukan loyalitasnya
telah jatuh sebagai korban. Tahun lalu dikabarkan 12.000
menjalani hukum tembak, 30.000 disekap dalam penjara.
Ke mana Iran dibawa oleh Khomeini? "Republik Islam Iran," tulis
majalah The Islamie World Review edisi Juli, "berusaha membentuk
masyarakat agamawi yang secara sadar menolak ethos materialis
seraya menunjukkan norma dan struktur yang dibinanya lebih
berkemampuan meningkatkan pemenuhan kebutuhan manusia ketimbang
apa yang selama ini ditawarkan oleh tata politik dan sosial yang
materialistis."
Ternyata masyarakat Iran tidak sepenuhnya berdiri di belakang
panji-panji Khomeini. Belakangan ini kaum intelektual kabarnya
dirangkul, demikian pula para saudagar. Tapi kelas menengah
umumnya berada di luar jangkauan rezim yang berkuasa. Mengenai
petani di pedesaan dan kaum miskin di kota-kota, loyalitas
mereka pada Khomeim diragukan.
Sementara itu kaum mullah terpecah dua pula: kelompok
revolusioner yang proKhomeini dan kelompok yang lebih
konservatif tapi mementingkan pemerintahan yang stabil. Dalam
kondisi yang tidak menentu seperti itu, kelangsungan revolusi
Iran, agaknya tergantung pada Khomeini seorang.
Bagaimana jika Khomeini mati ? UUD Republik Islam Iran ada
mencantumkan prosedur untuk memilih pengganti pemimpin tertinggi
itu. Tokoh penerus akan dipilih dalam sidang Majelis Ahli Agama
dan kemudian "diperkenalkan kepada rakyat banyak." Syaratnya,
calon haruslah seorang ahli hukum agama yang adil dan saleh,
taat beribadat, dikenal baik, dan diterima luas oleh rakyat
banyak.
Sesuai ketentuan UUD, Majelis berhak menunjuk pengganti
Khomeini, dengan atau tanpa mempertimbangkan surat wasiatnya.
Andai kata Majelis tidak menemukan pengganti yang meyakinkan,
lembaga itu berhak membentuk sebuah Dewan beranggotakan tiga
sampai lima orang yang berfungsi sebagai pimpinan tertinggi.
Dalam sidangnya belum lama berselang, Majelis memilih Ayatullah
Meshkiny, ulama terkemuka di Qom, sebagai ketuanya. Dia merebut
45 dari 64 suara Majelis. Dalam wejangannya yang bernapaskan
ajaran agama, Meshkiny menyebut bagaimana dunia dikuasai iblis,
dan ia tak lupa berdoa agar Tuhan menurunkan rahmat pada rakyat
Iran. Dia juga berdoa semoga Majelis yang dipimpinnya berhasil
melaksanakan tugas yang kelewat peka, yakni memilih pemimpin
tertinggi.
Siapa tokoh yang paling memenuhi syarat dan punya peluang untuk
itu? Selama ini Khomeini dikelilingi orang-orang kepercayaan
yang melancarkan mekanisme pemerintahan sehari-hari. Kelompok
ini beroperasi bagaikan pemerintah bayangan. Dalam kelompok ini
tercatat nama-nama: Hojatoleslam Ali Akbar Hasemi Rafdanji,
orang kuat Parlemen Iran, Ayatullah Sheikh Sadegh Khalkali,
pemimpin Persaudaraan Muslim Iran, Ayatullah Meshkiny, presiden
Majelis Ahli Agama, dan Hadi Ghaffari, tokoh Fedayian-e-Islam
yang amat berpengaruh. Juga ada Hojatoleslam Mohammadi
Reyshahri, orang kuat di kalangan Angkatan Bersenjata, serta Ali
Akbar Parvaresh, menteri pendidikan yang diandalkan mengamankan
golongan petani dari pengaruh Marxisme. Kelompok ini, yang
seluruhnya berjumlah kurang lebih 20 orang, bagaikan politbiro
saja laiknya. Dan sekali waktu antara mereka diduga akan terjadi
adu kekuatan untuk merebutkan pos tertinggi, sebagai pengganti
Khomeini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini