DI hadapan karyawan Departemen Sosial, setelah dilantik menjadi
Menteri Sosial Maret lalu, Ny. Nani Sudarsono, antara lain,
berkata, "Saya datang sebagai teman akrab, ibu yang bijak dan
pimpinan yang tegas." Kini, empat bulan kemudian, ketegasan ibu
yang bijak itu mendapat cobaan.
Pasalnya, departemen yang dipimpinnya ternyata bocor: Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Timur belum lama ini membongkar praktek
penyelewengan di Kantor Wilayah Departemen Sosial di provinsi
ini. Dalam pekan ini, berkas perkara korupsi Moeljono, Kepala
Kantor Wilayah (Kakanwil) Departemen Sosial Kal-Tim, dilimpahkan
ke Pengadilan Negeri Samarinda. Persidangan perkaranya
diharapkan bisa dilaksanakan tak lama setelah itu.
Menurut suatu sumber TEMPO, Moeljono dalam pengakuan pertamanya
menyatakan "telah mengeluarkan instruksi kepada para pimpinan
proyek untuk menyetorkan sekitar sepuluh persen dari nilai
proyek". Dana dari potongan itu konon dibagi: lima persen untuk
pejabat tingkat pusat, tiga persen untuk Kakanwil dan dua persen
untuk pimpinan proyek.
Hasil pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Kal-Tim mengungkapkan, selama
tahun anggaran 1981/1982 dan 1982/1983 jumlah upeti yang
disetorkan mencapai sekitar Rp 100 juta dari 9 proyek. Selama
kedua tahun anggaran itu, Kantor Wilayah Departemen Sosial
Kal-Tim memperoleh anggaran Rp 2,4 miIyar untuk 15 proyek.
Modus operandi penyelewengan itu sederhana. Untuk memenuhi
instruksi Kakanwil, pimpinan proyek mengerjakan sendiri proyek
yang menjadi tanggung jawabnya, sedang pemborong dijadikan
rekanan fiktif yang mendapatkan keuntungan 17-20 persen dari
nilai proyek. Cara lain adalah dengan mengharuskan pemborong
menyetorkan sepuluh persen nilai proyek untuk nantinya
diteruskan kepada Kakanwil.
Beberapa proyek yang terkena permainan ini antara lain proyek
Bantuan Tuna Susila. Dari Rp 5,4 juta anggaran per tahunnya,
yang direalisasikan cuma Rp 750 ribu. Sedang proyek Bantuan
Penyantunan Lanjut Usia yang untuk tahun anggaran 1982/1983
mendapat jatah Rp 176 juta, terkena potongan Rp 9.250.000.
Pimpinan proyek juga sengaja tak menetapkan perjanjian tentang
mutu barang yang akan dibeli, hingga terbuka kesempatan untuk
manipulasi harga.
Namun Kol. (Pur) Moeljono, yang untuk kepentingan pemeriksaan
sejak 23 Juni dikenakan tahanal kota oleh Kejaksaan Tinggi
Kal-Tim, membantah. "Saya tidak korup. Apa yang saya lakukan
demi kelancaran tugas, bukan penyelewengan seperti disebutkan
kejaksaan," katanya pada M. Rizal Effendie dari TEMPO awal Juli
ini.
Ia mengakui menerima dana sepuluh persen dari tiap proyek, yang
jumlahnya mencapai Rp 53 juta. ("Bukan Rp 100 juta seperti
dituduhkan"). Dana tersebut, menurut ceritanya, antara lain,
digunakan untuk perataan tanah dan pembuatan jalan di lokasi
beberapa proyek, bantuan pengiriman organisasi sosial ke luar
daerah, dan juga "untuk konsumsi dan akomodasi tamu dari pusat,
Badan Pemeriksa Keuangan, akuntan, dan Inspektorat Jenderal.
Semua itu tidak ada dalam DIP (Daftar Isian Proyek)," kata
Moeljono.
Moeljono mengaku tidak tahu menahu mengenai pemotongan 20 persen
dari nilai proyek. "Itu tidak benar. Buktinya hasil pemeriksaan
Bepeka, akuntan, dan Inspektorat Jenderal, semuanya mengatakan
baik," ujarnya. Ia merasa dibantai oleh pemberitaan pers yang
berlebihan. "Keluarga saya menderita batin. Saya tidak berusaha
memperkaya diri. Buktinya rumah saya di Bandung masih menyewa,"
kata bapak lima anak itu.
Toh 11 Juli lalu, Moeljono, yang telah dua tahun menjabat
Kakanwil Departemen Sosial Kal-Tim, menyerahkan jabatannya
kepada penggantinya Badjuri Basuki. Tiga hari sebelumnya, 8
pimpinan proyek di lingkungan Kantor Wilayah Kal-Tim menerima
surat pemberhentian sebagai pimpinan proyek dari Menteri Sosial.
Menurut Tambunan, Asisten Kejaksaan Tinggi Kal-Tim pihak
kejaksaan telah menyita sebagian harta para pimpinan proyek yang
diduga berasal dari korupsi tersebut. "Semua yang diperiksa
mengaku, bahkan ada yang menyesal dan menangis serta siap
mengganti," ujarnya.
Menteri Sosial Ny. Nani Sudarsono, 55 tahun, berpendapat, tidak
setiap penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan dapat
diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. "Tetapi setiap
penyimpangan, betapa pun kecilnya, tetap dikenakan penindakan,
sesuai dengan sifat dan bentuk penyimpangannya," katanya pada
TEMPO pekan lalu.
Dalam kasus yang terjadi di Kantor Wilayah Departemen Sosial
Kal-Tim, Menteri Sosial menilai pemberitaan surat kabar sejauh
ini "seperti ikut menghakimi". Ia mengimbau agar masalah ini
jangan dibesar-besarkan, lebih-lebih kalau memvonis. "Memang
tindakan administratif telah dijatuhkan pada mereka yang diduga
terlibat kasus itu. Akan tetapi skorsing itu belum berarti
memecat mereka sebagai pegawai negeri sipil. Kecuali kalau sudah
ada putusan pengadilan mereka nyata bersalah," katanya.
Sedang Inspektur Jenderal Departemen Soial Ibnu Hartomo
mengungkapkan suatu tim berintikan tenaga teras Departemen
Sosial kini telah selesai memeriksa 10 wilayah yang diisukan
terdapat kasus penyelewengan. Ibnu Hartomo ingin kasus Kal-Tim
ini segera selesai. "Paling lama akhir tahun ini kasus
tersebut harus selesai. Mereka yang tersangka melakukan
penyelewengan, bila ternyata tak bersalah, akan dipindahkan
posisinya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini