ACARA halal bihalal HKMN (Himpunan Kerabat Mangkunegaran) di
Pendopo Agung Mangkunegaran, Solo, Minggu siang 17 Juli lalu,
berjalan kurang mulus. Beberapa di antara hampir seribu hadirin,
menolak menghaturkan bakti atau berjabatan tangan dengan Sri
Mangkunegoro VIII sebagaimana lazimnya. Salah seorang di
antaranya, K.R.M.T (Kanjeng Raden Mas Tumenggung) Sanyoto
Sutopo, cuma tersenyum tatkala ditanya alasannya.
Sebelumnya Kamis pekan lalu, acara serah terima jabatan antara
dua pejabat Mangkunegaran gagal. Sanyoto Sutopo, wakil ketua
Dinas Urusan Istana Mangkunegaran, yang ditunjuk sebagai
penyelenggara upacara, menolak melaksanakannya. "Selama saya
masih ada di sini, tak ada serah terima jabatan. Tak ada yang
diganti," katanya.
Kegagalan itu membuat gusar G.P.H. (Gusti Pangeran Haryo)
Jiwokusumo, ketua Dinas Urusan Istana. "Akan ada sanksi buat
mereka yang menghambat kelancaran tugas," katanya. Sanksi apa
yang akan diambil, menurut Jiwo, akan dirundingkan dulu dengan
ayahnya, Mangkunegoro VIII.
Kemelut memang sedang terjadi di Mangkunegaran, salah satu dari
dua istana di Solo, di samping Kasunanan. Pertentangan terbuka
diawali tatkala pada 10 Juni lalu secara serentak kelima anggota
Dewan Iradat Mangkunegaran mengundurkan diri. Dewan Iradat,
dibentuk Mangkunegoro VIII pada 1978. Tugasnya sebagai
pendamping Mangkunegoro VIII dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Dalam surat sepanjang 4 folio kepada Mangkunegoro VIII, kelima
anggota Dewan Iradat: K.R.M.T. Sanyoto Sutopo, K.R.T.H. Waluyo
Harjolukito, K.R.T. Sudaryo Harjosantono, K.R.T. Sarjono
Darmosaskoro dan K.R.T. Sundoro Mintono, menyatakan mengunduran
diri, karena menganggap duduknya mereka dalam Dewan Iradat
"tidak ada gunanya lagi." Dewan Iradat, menurut mereka, selama
ini bekerja tanpa mendapat imbalan atau biaya lain. Mereka
merasa kurang dihargai. Mereka beranggapan, Mengkunegoro VIII
tak pernah menanggapi inisiatif mereka.
Di bagian lain, surat itu menuduh "Sri Paduka telah melanggar
tata-tertib istana, hingga terjadi keruwetan dan kegelisahan."
Yang paling sengit adalah munculnya pertanyaan: "Apa yang sudah
dicapai selama ini oleh Mangkunegaran? Tak ada. Segalanya masih
telantar, kecuali keadaan Sri Paduka sendiri dalam bidang materi
yang kelihatan maju."
Apa yang sebenarnya terjadi ? Ditemui Kastoyo Ramelan dari TEMPO
dua pekan lalu di Balai Peni Mangkunegaran, Mangkunegoro VIII,
63 tahun, yang siang itu memakai sarung dan baju lengan pendek,
tampak lesu karena baru sembuh dari flu. Toh sikapnya terhadap
Dewan Iradat keras. "Mereka tidak saya perlukan lagi. Sukanya
merongrong dan menjelek-jelekkan pribadi saya di masyarakat." Ia
juga membantah tuduhan Dewan Iradat. "Saya dinilai berfoya-foya,
menghamburkan uang di luar negeri, memperkaya diri, tak
memperhatikan istana, dan hal lain yang buruk. Itu semua tak
benar," katanya.
Menurut Mangkunegoro VIII, pembentukan Dewan Iradat dimaksudkan
sebagai pengganti fungsi patih. Waktu akan membentuk dulu, ia
berkonsultasi dengan Ny. Tien Soeharto, yang termasuk kerabat
Mangkunegaran, dan Ny. Tien merestui. "Tetapi sekarang Dewan
Iradat selalu menghambat dan menjegal kebijaksanaan saya,"
ujarnya. Ia juga menuduh "Mereka akan menjatuhkan saya, dengan
melihat sikapnya yang selalu memburuk-burukkan nama saya."
Menantu Mangkunegoro VIII, R.M.H. Hudionoto malah menganggap
tindakan Dewan Iradat "sudah mirip makar." "Kalau Sri Paduka
kadang-kadang ke luar negeri, bukan berarti kaya raya," katanya.
Perjalanan itu, menurut Hudionoto, berkat pertolongan dan
gotong-royong para famili. Dewan Iradat, katanya, telah salah
tafsir.
Juru bicara bekas Dewan Iradat, Sanyoto Sutopo, 62 tahun,
menolak tuduhan tersebut. "Terserah kalau tindakan kami dinilai
seperti makar. Kami hanya mengoreksi tindakan Mangkunegoro. Kami
menginginkan ketertiban. Sebagai kerabat Mangkunegaran, kami
wajib mengoreksi, demi keselamatan Mangkunegaran," katanya.
Tindakan koreksinya, menurut Sanyoto, sesuai dengan ajaran Tri
Dhanma Mangkunegoro I "mulat sariro hangrasa wani" (berani
mengoreksi dan menderita demi kebenaran), rumongso melu
handarbeni (merasa ikut memiliki) dan wajib melu hanggondeli
(wajib ikut mempertahankan).
Sanyoto menolak mengungkapkan tindakan Mangkunegoro VIII yang
dinilainya tidak tertib. "Semua sudah jelas tertuang dalam surat
pengunduran diri Dewan Iradat," ujarnya. Walau sudah
mengundurkan diri, ia akan tetap bekerja di Mangkunegaran. "Tak
ada yang bisa mengusir saya. Gaji saya dari pemerintah. Lama
saya mengabdi di sini, bersikap toleran. Tapi lama-lama tak
tahan," katanya.
Menurut suatu sumber TEMPO, ketidakpuasan terhadap Mangkunegoro
VIII, antara lain, menyangkut penggunaan dana yang berasal dari
sumbangan, misalnya, dari Caltex dan Gubernur Soepardjo Roestam.
Meruncingnya hubungan Dewan Iradat dengan Mangkunegoro VIII
kabarnya menyangkut kasus R.M. Satriyo Sutopo, adik dari Sanyoto
Sutopo. Kabarnya Dewan Iradat menolak permintaan Mangkunegoro
VIII untuk memecat R.M. Satriyo, setelah Satriyo tak menggubris
dawuh (perintah) Mangkunegoro VIII agar mengundurkan diri dari
jabatannya dalam lingkungan Mangkunegaran.
Akibatnya, akhir Juni lalu Jiwokusumo memecat Satriyo. "Itu
kehendak Sri Paduka," kata Jiwokusumo. Mangkunegoro VIII
membenarkan. "Memang itu kehendak saya. Saya yang berkuasa di
sini. Dia terlalu, selalu merongrong," ucapnya. Tak
dijelaskannya tindakan apa yang dianggapnya merongrong.
Satriyo, 52 tahun, menolak pemecatan tersebut. Ia tak merasa
melakukan kesalahan dalam tugasnya. "Saya bukan abdi (hamba) di
sini. Saya pegawai Mangkunegaran. Saya memperoleh gaji dari
pemerintah, bukan dan kantung Mangkunegoro VIII," katanya.
Statusnya di Mangkunegaran sebagai juru tulis ("Tapi prakteknya
saya mengerjakan apa saja") dengan gaji sekitar Rp 35 ribu
sebulan. Dalam suratnya kepada Jiwokusumo, Satriyo menganggap
tindakan Mangkunegoro "feodalistis" dan "diktatoris", tak sesuai
dengan Pancasila dan Tri Dharma Mangkunegaran.
Hubungan Mangkunegoro VIII dengan Sanyoto dan Satriyo sebenarnya
cukup dekat. Ibu dari kedua bersaudara ini adalah kakak dari
Almarhumah Gusti Putri, istri pertama Mangkunegoro VIII. Sebelum
Gusti Putri meninggal (pada 1978), Mangkunegoro VIII telah
menikah dengan B.R.A. Setiowati yang mendampinginya hingga kini.
Jiwokusumo adalah salah satu dari enam anak Mangkunegoro VIII
dari Gusti Putri.
Sumber kemelut di Mangkunegaran tampaknya bukan cuma
pertentangan mengenai kebijaksanaan Mangkunegoro VIII. Sejak
awal tahun ini di kalangan masyarakat Solo beredar isu: Sanyoto
Sutopo adalah calon pengganti Mangkunegoro VIII. Kemungkinan ini
memang ada, sebab dalam tradisi Mangkunegaran, yang menjabat
Mangkunegoro tidak mesti harus putra lelaki, tapi kerabat yang
dianggap terbaik prestasinya. Mangkunegoro I, misalnya,
digantikan oleh cucunya, walau ia mempunyai anak lelaki.
Mangkunegoro III juga menyerahkan tahtanya kepada saudara
sepupunya.
Setelah Radityo Hamidjojo, putra tertua Mangkunegoro VIII,
beberapa tahun lalu meninggal, Mangkunegoro VIII tampaknya
menyiapkan Jiwokusumo, 32 tahun, sebagai calon penggantinya.
Sejak beberapa tahun terakhir ini Jiwo tinggal di Solo, sedang
istrinya, Sukmawati -- putri Almarhum Bung Karno -- tinggal di
Jakarta. Kini Jiwo menjabat direktur merangkap manajer pelaksana
Hotel Mangkunegaran, berbintang dua dengan 50 kamar di kompleks
Mangkunegaran, berdiri sejak 1975. Tahun lalu Jiwo kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret.
Pada akhir Februari 1983, Mangkunegoro VIII mengangkat
Jiwokusumo sebagai ketua Dinas Urusan Istana, menggantikan
Pangeran Notosuparto yang meninggal. Kabarnya tindakan ini
membuat kecewa Sanyoto Sutopo, yang tetap memegang jabatan wakil
ketua. Konon hal inilah yang makin memercikkan api pertentangan.
Dalam bentrokan ini, Sanyoto yang termasuk Trah (keturunan)
Mangkunegoro V, dikabarkan didukung kelompok tersebut.
Dinasti Mangkunegaran didirikan R.M. Said, yang memimpin
pemberontakan melawan Belanda pada abad ke-18. Pada 1757
tercapai perdamaian, dan Said dinobatkan dengan nama K.G.P.A.A.
(Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo) Mangkunegoro I.
Mangkunegoro VIII memerintah sejak 1944. Setelah kemerdekaan RI,
terjadi pergolakan karena mula-mula Kasunanan Solo dan
Mangkunegaran menginginkan status daerah swapraja.
Istana Mangkunegaran kini memiliki 219 karyawan. Gaji mereka
paling tinggi Rp 40 ribu per bulan, dan yang terendah cuma Rp 3
ribu. Tiap tahun pemerintah memberi santunan Rp 1,5 juta
ditambah Rp 400 ribu tiap kuartal. Mangkunegoro VIII sendiri,
selain memiliki Hotel Mangkunegaran, juga mendirikan PT Retno
Putri yang berusaha di bidang kontraktor. Selain itu ia juga
punya hak menyalurkan gula dari pabrik gula Tasikmadu dan
Colomadu yang pernah dimiliki Mangkunegaran.
Bagaimana akhir kemelut di Mangkunegaran? Suatu dewan baru yang
menggantikan Dewan Iradat kabarnya kini tengah dipersiapkan, dan
personalianya diambil dari HKMN. "Kami semua ingin Mangkunegaran
tidak hilang lenyap seperti Singasari atau Majapahit," kata
Mayjen (Pur) Suryosumpeno, bekas Pangdam VII/Diponegoro yang
menjabat ketua Badan Pembina HKMN.
Pemerintah Daerah Jawa Tengah rupanya akan ikut serta
menyelesaikan kemelut tersebut. "Tugas kami memang membina
pemerintah keraton," kata Agus Sumadi, pembantu Gubernur Ja-Teng
untuk Surakarta. Agus mengakui, sebelum ini hubungan
Mangkunegoro VIII dengan Dewan Iradat kurang kompak. "Kami
menginginkan adanya hubungan yang serasi antara kerabat dengan
Mangkunegoro VIII sebagai pemegang wewenang dan kekuasaan,"
ujarnya.
Agus memandang jabatan Mangkunegoro sampai kini masih relevan.
"Jabatan itu masih perlu dan penting pada zaman pembangunan ini.
Mangkunegoro kami anggap sebagai tokoh dan pemimpin untuk
menjaga kebudayaan dan pariwisata," katanya.
Sanyoto Sutopo, yang dianggap penentang utama Mangkunegoro VIII,
tampaknya bersikap pasrah. "Persoalan saya, saya serahkan pada
komputer. Saya pasrah menunggu jawab komputer. Komputer yang
saya maksud adalah komputer Allah yang Mahakuasa," katanya
Minggu siang lalu. Hari itu dengan langkah pelan ia meninggalkan
Pendopo Agung Mangkunegaran, sebelum acara halal bihalal
selesai.
Bagaimana penyelesaian kemelut itu masih harus ditunggu. Tapi
nampaknya, yang tengah terjadi, adalah sebuah gerhana di Istana
Mangkunegaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini