Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puja-puji Donald Trump meluncur deras kepada para kandidat pengisi kabinetnya. Di depan ratusan tamu di Trump International Hotel di Washington, DC, Kamis sore dua pekan lalu itu, Trump, yang sehari kemudian dilantik sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat, melemparkan dukungannya. "Kami memiliki kabinet dengan IQ tertinggi yang pernah ada," kata Trump dalam pidatonya, yang disambut tempik-sorak dan tawa hadirin.
Trump, misalnya, memuji eks Gubernur South Carolina Nikki Haley, yang ia pilih sebagai Duta Besar Amerika untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Haley, yang minim pengalaman diplomasi luar negeri, bakal menggantikan Samantha Power. "Kami akan menugasinya untuk berbicara dengan (pemerintah) Cina. Kami akan mengirimnya untuk berbicara kepada semua orang," kata Trump. "Kita akan melakukan banyak hal hebat, kan, Nikki?"
Selain menyapa Haley, Trump menyebut nama Jeff Sessions, kandidat Jaksa Agung; Steven Mnuchin, calon Menteri Keuangan; hingga Tom Price, yang bakal menjabat Menteri Kesehatan. Di Senat, Price, perpanjangan tangan Trump dalam upayanya menghapus Undang-Undang Perawatan Terjangkau atau ObamaCare, menuai kritik sengit dari politikus Partai Demokrat. Namun Trump kukuh membela kandidat menterinya itu. "Mereka ingin menghabisi kariernya dengan cepat," kata Trump, menyesalkan sikap kubu Demokrat.
Lontaran puja-puji itu rupanya tak menjamin kabinet lekas di genggaman. Pada hari pertama sebagai presiden, Trump, 70 tahun, hanya mengantongi dua nama menteri. Senat baru meloloskan James Mattis dan John Kelly. Mattis, 66 tahun, didapuk sebagai Menteri Pertahanan. Adapun Kelly, 66 tahun, menjabat Menteri Keamanan Dalam Negeri. Daftar anggota "pasukan" Trump bahkan hanya bertambah dua menteri hingga satu pekan kemudian.
Tanpa kabinet yang komplet, Donald Trump berupaya tancap gas. Di Ruang Oval, Gedung Putih, didampingi Wakil Presiden Mike Pence dan sejumlah anggota stafnya, Trump telah meneken 12 keputusan presiden dalam sepekan pertama. Regulasi eksekutif itu, antara lain, mengatur penghapusan ObamaCare, moratorium rekrutmen pegawai federal, menarik Amerika dari kerja sama Trans-Pasifik, dan pembangunan tembok di perbatasan Meksiko. "Trump mengawali tugas untuk melunasi janji-janji kampanyenya," begitu diberitakan Politico.
Trump berangkat dengan pasukan minim. Dua pendahulunya, Barack Obama dan George W. Bush, mengawali tugas pertama mereka dengan tujuh menteri. Itu hampir separuh dari formasi lengkap kabinet. Bill Clinton bahkan meraup 13 menteri dalam waktu 24 jam seusai pelantikannya. "Kabinet Trump berjejal miliarder dan bankir yang sarat konflik kepentingan dan penyimpangan etika," kata Charles Schumer, pentolan Partai Demokrat di Senat.
Kabinet minimalis Trump sedikit lebih baik daripada era George H.W. Bush pada 1989. "Bush senior tidak memiliki menteri pada hari pertamanya," ucap Robert David Johnson, profesor sejarah dari Brooklyn College. Menurut dia, kandidat menteri Bush senior dihadang Demokrat, yang kala itu menguasai Senat. Sedangkan Bush adalah presiden Republikan. "Senat menjadi tempat yang harus diperhitungkan oleh Bush," kata Johnson.
Berbeda dengan Bush, Trump kini disokong Republikan, yang menguasai Senat dan Dewan. Namun tetap saja kandidat menteri Trump tak gampang lolos. "Mereka harus melewati tahap pemeriksaan ketat," kata Schumer, Pemimpin Minoritas di Senat. Beberapa nama bahkan harus menjalani uji kelayakan ulang, seperti kandidat Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Menteri Kesehatan Tom Price, dan Menteri Pendidikan Betsy DeVos.
Kekosongan tidak hanya mewarnai kabinet Trump. Partnership for Public Service, lembaga nirlaba pemantau kerja pemerintah, menyebutkan Trump baru mengajukan 30 nama untuk 690 posisi kunci yang perlu persetujuan Senat. Selain menteri, ada wakil dan asisten menteri, pejabat keuangan, penasihat umum, kepala dinas, hingga duta besar. Compang-camping justru banyak dijumpai di Departemen Pertahanan (53 pos kosong), Departemen Luar Negeri (263), Departemen Keuangan (27), dan Departemen Kehakiman (27).
Max Stier, Direktur Partnership for Public Service, mengatakan formasi pemerintahan lambat terbentuk karena kurangnya komunikasi antara lembaga-lembaga federal dan tim transisi Trump-Pence. Menurut dia, "tim pengarah", yang bertugas mengumpulkan informasi dari lembaga federal untuk tim transisi, telat bergerak. "Tidak semua tim pengarah mengemban tugas mereka dengan baik," ujarnya, seperti dikutip Politico.
Bekas Menteri Luar Negeri John Kerry membenarkan ihwal mampetnya komunikasi tersebut. Kerry, sepekan sebelum lengser, jelas menyatakan bahwa ia tak pernah bertemu dengan penerusnya, Rex Tillerson. "Tidak banyak pertukaran (informasi) tingkat tinggi," ucapnya. Ini berbeda dengan, misalnya, Michael Flynn, yang telah empat kali bertemu dengan pendahulunya, Penasihat Keamanan Nasional di era Obama, Susan Rice.
Kekacauan dalam kabinet Trump bahkan disebut berawal sejak tim transisi dipegang Chris Christie. "Christie dituding salah mengelola rencana peralihan kekuasaan sejak sebelum pemilihan," begitu dilaporkan Politico. Gubernur New Jersey itu semula didapuk sebagai ketua tim transisi Trump. Belakangan, Trump mendepak Christie justru setelah ia sukses mengalahkan Hillary Clinton. Christie lantas digantikan Pence.
Berangkat dengan tingkat popularitas rendah, Donald Trump tak ingin terus menuai kecaman. Apalagi, menurut survei Gallup, hanya 45 persen rakyat Amerika sreg dengan Trump memimpin Gedung Putih. Ini rekor terburuk dalam sejarah negara adidaya itu. Bandingkan dengan Obama, yang mengawali tugasnya dengan dukungan 67 persen pada Januari 2009.
Meski tanpa formasi kabinet lengkap, Trump kudu menggerakkan roda pemerintahan. Ia pun tak segan meminta bantuan Obama untuk mempertahankan sedikitnya 50 pejabat senior. Mereka antara lain pakar di bidang keamanan, antiterorisme, dan antinarkotik. "Ini untuk menjamin kelangsungan kerja pemerintah," kata juru bicara Trump, Sean Spicer.
Salah seorang pejabat peninggalan Obama adalah Brett McGurk. McGurk, utusan khusus untuk koalisi global memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), merupakan pejabat keamanan nasional kunci. Pria 43 tahun ini pernah menjabat penasihat di Irak dan Afganistan pada era Presiden George W. Bush. Di bawah otoritas Trump, McGurk tetap ditempatkan di Departemen Luar Negeri sampai ada kandidat penggantinya.
Langkah Trump ini terbilang mengejutkan. Sebab, Trump berulang kali mengkritik strategi Obama dalam memerangi kelompok teroris. Ia bahkan mengolok-olok Obama sebagai "pendiri ISIS" selama kampanye pada April tahun lalu. Namun sikap Trump berubah ketika ia membacakan pidato pelantikannya di Capitol Hill. "Kita akan menumpas terorisme Islam radikal dari muka bumi," kata Trump, disambut sorak-sorai ribuan pendukungnya.
Selain mempertahankan McGurk, Trump mempertahankan Adam Szubin. Selama di Departemen Keuangan, Szubin bertugas mengawasi sanksi internasional. Ia kini didapuk mengisi sementara kursi Menteri Keuangan. "Sampai menteri yang baru disetujui Senat," kata seorang juru bicara Departemen Keuangan, merujuk pada Steven Mnuchin. Obama bahkan menyiapkan Thomas A. Shannon Jr sebagai pejabat sementara Menteri Luar Negeri.
Di Gedung Putih, Trump menjalankan pemerintahan dengan "pasukan" seadanya. Adapun di Capitol Hill, kubu Republikan menggenjot uji kelayakan kandidat menteri. "Saya yakin kami akan menyetujui semua nominasi," kata Pemimpin Mayoritas Senat, Mitch McConnell. Namun ini bisa berlangsung lama karena politikus Demokrat kerap mencecar beberapa calon menteri Trump. "Terutama mereka yang berpandangan ekstrem serta cenderung tidak patuh pada hukum dan etika," kata Charles Schumer.
Bukan mustahil ada calon menteri pilihan Trump yang terganjal di Senat. Ini pernah menimpa tiga kandidat menteri di era Obama, serta satu calon menteri, masing-masing pada zaman George W. Bush, Bill Clinton, dan George H.W. Bush. Kabinet Obama terbentuk lengkap hampir 100 hari setelah dia dilantik, sedangkan Trump rupanya terlalu percaya diri. "Tim transisi yang kuat memastikan kami siap mengemban tugas sejak hari pertama," kata juru bicara Trump, Lindsay Walters.
MAHARDIKA SATRIA HADI (THE WASHINGTON POST, POLITICO, THE ATLANTIC, VOX, NEW YORK TIMES, THE DAILY BEAST)
Komposisi Kabinet
Kabinet Donald Trump terbilang maskulin dan didominasi kandidat berkulit putih. Tidak ada calon dari keturunan Hispanik.
Laki-laki | Kulit putih | Pengalaman di pemerintahan | Bekas jenderal | Miliarder | |
Donald Trump | 82% | 86% | 55% | 9% | 14% |
Barack Obama | 65% | 52% | 87% | 4% | 0 |
George W. Bush | 83% | 74% | 96% | 4% | 0 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo